"Bro!! Elu kenapa dari tadi diem aja?" Shoan menyenggol bahu Hugo dengan bahunya sendiri.
Dalam perjalanan sekembalinya mereka dari kantin, Shoan yang ternyata menyadari kebisuan Hugo mencoba bertanya padanya.
Dia tahu kalau Hugo memang pada dasarnya pendiam. Tapi tidak biasanya sahabatnya itu tidak ikut nimbrung dalam obrolan mereka sama sekali.
Setidaknya Hugo akan ikut tersenyum ketika mereka tersenyum. Atau dia akan berekspresi sangat serius ketika teman-temannya sedang membahas sesuatu yang penting.
Tapi hari ini Hugo hanya diam. Bahkan makanannya hampir tak tersentuh sama sekali. Seolah-olah hanya tubuhnya yang ada di kantin tapi pikirannya sedang di tempat lain. Dan Shoan mengkhawatirkannya.
"Ah, enggak. Gapapa. Gue cuma gak mood." Mata Hugo mengarah pada Taavi yang berjalan tepat di belakang Jazmi dan Ardan.
Dia bertanya-tanya dalam hati. "Sebenernya siapa yang sedang elu liat? Jazmi pacar elu? Atau Ardan, sahabatnya? Kenapa gue ngerasa tatapan elu lebih tertuju sama Ardan?"
"Beneran?"-Shoan
"Hah? A-ah ya. Ya. Gue gapapa."
Saat itulah baru Taavi menoleh ke belakang karena mendengar percakapan kedua sahabatnya dan memperlambat langkah kakinya agar dia bisa berjalan dengan mereka.
"Kenapa?" Tanyanya begitu dia sudah berjalan sejajar dengan Shoan dan Hugo.
"Enggak. Gak ada apa-apa!!" Hugo buru-buru menjawab sebelum Shoan sempat mengatakan sesuatu.
Dia memang memiliki kecurigaan pada perasaan Taavi yang sebenarnya terhadap Ardan. Tapi dia tidak ingin ada orang yang mengetahuinya sebelum dia memastikannya sendiri.
Karena biar bagaimanapun, mau kecurigaannya itu terbukti benar ataupun salah, hal ini tetap bisa memicu perpecahan diantara mereka berlima. Dan Hugo tidak ingin itu terjadi.
Adapun Taavi, bibirnya memang menggumamkan kata. "Oh..." Tapi matanya melirik ke arah Shoan seakan mencari jawaban darinya.
Namun yang Taavi dapatkan hanyalah Shoan mengangkat kedua bahunya yang menandakan kalau dia juga tidak tahu apa-apa.
.
.
.
.
.
Gara-gara percakapannya dengan Jazmi di kantin tadi siang, Ardan jadi tidak mood untuk melakukan apapun.
Meskipun dia tetap mengikuti Taavi pulang ke rumahnya, tapi Ardan menolak ajakan main game bareng dari Taavi yang biasanya langsung dia iyakan tanpa syarat.
Ardan hanya bengong sepanjang waktu tanpa ingin berinteraksi dengan Taavi sedikitpun. Bahkan dia tidak bergeming meski mbok mendatangi mereka ke kamar Taavi dan membawakan camilan kesukaannya.
Ardan hanya melemparkan seulas senyuman indahnya sebagai perwujudan rasa terima kasihnya pada mbok yang telah bersusah payah membuatkannya makanan.
"Hmmm... Mmmm... Ini ennnaakk banget lhohh sayang..." Taavi menggigit makanan itu dengan main-main agar Ardan sedikit tergoda.
Dia tahu ada yang berbeda dengan sikap Ardan. Tapi Taavi tidak tahu kenapa dia terlihat tidak bersemangat. Dan Taavi tidak menyukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Mischief (End)
FanfictionCHAPTER KETIGA DAN KEEMPAT TERTUKAR YA 😭 DAN JANGAN LUPA TINGGALKAN VOTING 😚 "Hidup itu cuma sekali, tak ada salahnya kan, jika sekali saja dalam hidup ini gue mencoba untuk bermain-main?"-Ardan "Mungkin itu memang benar. Tapi kenapa harus hati ya...