S.M~9

165 18 5
                                    

Berbeda dengan hari-hari sebelumnya, sekitar jam enam pagi Ardan sudah menyiapkan tiga piring nasi goreng di atas meja makannya.

Lalu dia bergegas masuk kedalam kamarnya untuk mengganti piyamanya dengan seragam sekolahnya.

Saat Ardan hendak meletakkan pakaian kotornya kedalam ember cucian, matanya tak sengaja menangkap kaos Jazmi yang sudah terlebih dulu ada disana.

Seketika pikirannya kembali melayang pada percakapannya dengan Taavi semalam saat dia hendak pulang ke rumahnya sendiri.

.

.

.

.

.

FLASHBACK ON

.

.

.

"Emm..."

Ketika Ardan mengantarkan Taavi ke depan rumahnya, dia melihat Taavi membuka dan menutup mulutnya seakan ingin mengatakan sesuatu, tapi segera mengurungkannya.

Karena merasa penasaran, Ardan bertanya pada Taavi yang meski sudah berdiri di samping motornya, tapi terlihat enggan menaikinya.

"Kenapa? Apa ada yang ketinggalan?" Dia mematai penampilan Taavi dari atas ke bawah, kembali lagi ke atas.
"Atau,,,_" Ardan mendadak terdiam saat terlintas di pikirannya mungkin saja Taavi bertingkah aneh karena ingin pergi ke toilet.

Betapa bodohnya Ardan. Selama Taavi berada di rumahnya hampir dua jam penuh, sekalipun dia tidak pernah menawarkan baju ganti ataupun kamar kecil padanya.

"Atau apa?" Taavi bertanya dengan penasaran saat melihat ekspresi aneh Ardan.

"Apa elu mau ke toilet?" Ardan bertanya dengan rona merah yang menghiasi pipi putihnya. Entah mengapa dia merasa malu jika harus membahas tentang toilet.

"Ah, enggak! Tadi kan gue udah ke toilet sebelum nganter elu."

"Ah, iya."

Setelah itu hanya keheningan yang menyelimuti mereka. Tapi itu tak berlangsung lama. Karena Taavi segera menanyakan hal yang sedari tadi mengganggu pikirannya.

"Emmm,,, sebenernya gue penasaran. Kaos yang elu pakai,,,_"

"Ah, ini..." Sebelum Taavi menyelesaikan kalimatnya, Ardan memotongnya dan langsung menunjuk ke arah kaos warna pink pastel yang sedang dia pakai.

Taavi hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Ini punya Jazmi." Tangan Ardan bergerak ke tengkuk lehernya dan mengusapnya dengan canggung. "Elu pasti pernah liat dia pakai ini ya? Elu kan pacarnya."

"Ah, enggak! Bukan itu! Tapi,,, kaos itu dari gue."

"Apa?!" Ardan langsung melotot ke arah Taavi dengan mulut yang ternganga lebar.

Dia tidak percaya Jazmi meminjamkan kaos pemberian Taavi padanya. Kalau tahu seperti itu, Ardan pasti akan menolaknya.

Ingatkan Ardan untuk memarahinya besok saat di sekolah. Mau bagaimanapun keadaannya, Jazmi tidak seharusnya segampang itu meminjamkan barang pemberian kekasihnya pada orang lain. Meskipun Ardan adalah sahabatnya.

"Iya. Gapapa. Gue gak keberatan dia minjemin kaos itu ke elu. Gue cuma ngerasa familiar aja. Makanya gue nanya." Lagi-lagi Taavi berbicara seakan-akan dia bisa membaca isi pikiran Ardan.

Sweet Mischief (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang