1 bulan berlalu
Javier duduk di sebuah bar tepi pantai, tanpa di sadari Elgar juga tengah duduk tak jauh dari Javier. Pria itu menatap Javier penuh kerinduan, matanya memerah menahan tangis, Wajah Elgar di tutup oleh sebuah masker dengan topi putih, pria itu juga mengganti warna rambutnya.
Javier tengah duduk sembari meminum beberapa gelas Wine. Meremas keras kepalanya, dengan rambut yang mulai panjang, dan kumis yang mulai tumbuh di sekitaran bibirnya.
'javier, kau begitu kacau saat ini. Apa kau tidak apa? Aku ingin memeluk mu Erat, sayang..' ucap Elgar dalam hatinya, sembari diam-diam melirik pria itu.
Javier merasa dirinya di perhatikan, pria itu menoleh ke arah Elgar. Tanpa sepengetahuan Javier, pria itu hanya menoleh dan kembali meneguk segelas win ditangannya.
Elgar memanggil seorang pelayan, dengan suara yang dibuat-buat agar tidak terlalu dikenali.
"Excuse me sir.." panggil Elgar sembari melambaikan tangannya.
"Iya, ada apa Tuan?" Tanya pelayanan itu.
"Aku pesan segelas air es bisa?" Tanya Elgar pada pria itu.
"Bisa Tuan" jawab pria itu.
"Aku pesan saty gelas air es, berikan kepada pria yang duduk disana. Dan berikan surat ini padanya, suruh dia buka kala sudah dirumah." Ucap Elgar, dijawab anggukan oleh Pelayan itu.
"Baik Tuan saya mengerti"
Pelayan itu berlalu pergi, Elgar berdiri dari tempat duduknya. Pria itu meneteskan air matanya, mengusap pelan pipi tirus miliknya.
'Elgar i know you can!"
Tanpa sepengetahuan Elgar pula, Javier menatap pria itu dengan lekat.
'kau pikir, jika kau merubah semua penampilanmu, aku tak akan bisa mengenali mu?'
###
Elgar duduk dalam mobil sedan miliknya, menuju bandara untuk meninggalkan kota penuh kenangan ini.
Tangis Elgar tak lagi dapat ditahan. Rasa sesak, serta rindu di dada tercampur menjadi satu, kala melihat keadaan pria yang 1 bulan terakhir tak terdengar kabarnya.
"Javier, kau begitu menyedihkan. Rupamu yang tak lagi sama seperti terakhir kita bertemu, tubuh mu kian kurus, aku merindukan setiap pelukan serta senyuman hangat milikmu sayang" ucap Elgar dengan suara paraunya. Pria itu menangis pilu, dan posisinya yang harus fokus pada jalanan.
Rasa rindu menjalar dalam dada, Elgar terpuruk tanpa seorangpun di sampingnya. Kedua orang tuanya, ia telah lupa dengan mereka. Tak ada lagi kehidupan penuh warna seperti sedia kala.
###
Javier menerima sebuah surat daru pelayan bar. Pria itu bergegas pulang bersama sopirnya, Javier menatap jalanan kota Amsterdam penuh benci, disertai gerimis yang mulai turun, membuat pria itu teringat kenangan pahit kala keluarga Elgar memakinya.
'Elgara, aku benci kala Namamu di sangkutkan dengan Keluarga Damiyan.' ucap Javier dalam hati, pria itu menatap contact Elgar yang tengah ia blokir.
Tak lama Javier sampai di apartemen miliknya. Pria itu masuk ke kamar, dan membuka surat yang di bawakan oleh seorang pelayan bar tadi.
Tangis Jevier seketika pecah. Pria itu, yang dulunya membenci keberadaan dirinya, kini menjadi sesosok orang yang mencintainya dengan tulus.
"Elgara, aku masih mencintaimu. Sangat mencintaimu sayang, " ucap Javier dengan suara gemetar miliknya.
Pria itu segera membuka ponselnya, memencet kontak milik Elgar, dan membuka blokiran milik pria itu.
Javier menelpon ponsel Elgar, namun tak kunjung di jawab oleh snag empu.
Jikalau Javier menyusul pria itu ke bandara, itu nihil di lakukan untuk bisa bertemu dengan Elgar.
Javier terduduk diam, menyambut kepergian Elgar dari kota penuh kenangan ini tanpa pertemuan terakhir yang manis.
"Aku akan merindukanmu, bub. " Ucap Javier, sembari menatap lekat foto Elgar dalam ponselnya.
###
KAMU SEDANG MEMBACA
Javiel [END]
Fanfiction[ minimal vote lah kakkk] "aku mencintaimu! Aku menyukaimu, kau adalah milikku, Javier ferdice" ucap Elgar dengan nada penuh penekanan. Javier tersenyum senang dengan pengakuan Elgar, yang selama ini ia tunggu. "A-ahh shh " desah Elgar tak tertahan...