Seorang gadis kecil berkulit putih, duduk di tepi sungai, menatap sendu seiring air yang mengalir kala itu.
Hatinya gundah dan gelisah. Seakan dunia warna-warninya telah terbang dan menghilang tanpa tahu arah.
Gadis itu menangis, bahkan lebih kencang dari suara gemericik air yang ada di sungai besar dan luas itu. Sungai yang airnya deras dan dingin. Bahkan, tak jarang tempat itu dijadikan tempat melepas penat.
Seperti yang dilakukan gadis itu. Bukan rasa penat yang membawanya ke sini, melainkan cobaan terberat yang harus ia hadapi.
Neneknya, orang yang begitu berharga untuk ukuran hidupnya yang serba ada. Meskipun keluarganya kaya raya, tapi selalu saja kesepian yang melanda hatinya. Orang tua, kakak, bahkan kakeknya, tak ada sedikitpun waktu karena sibuk mengurus dunia maya. Menurut mereka, kekayaan adalah yang utama, sehingga mereka tak ada waktu hanya sekedar duduk bersama. Kakaknya yang hanya berbeda satu tahun saja juga harus belajar mati-matian untuk nantinya menjadi penerus keluarga.
Gadis itu kesepian. Hanya neneknya yang mengerti akan keadaannya, namun, neneknya telah tiada, tepat satu pekan lagi sebelum dirinya kelulusan sekolah dasar. Kemarin dirinya harus mendengar kabar bahwa pesawat yang ditumpangi neneknya dalam perjalanan world tour bersama teman-temannya, jatuh ke dasar laut. Neneknya dikabarkan tak terselamatkan bersama puluhan nyawa lainnya. Hanya neneknya yang mengikuti perjalanan itu di antara keluarganya. Sekali lagi neneknya, orang paling berharga di hidupnya meninggal dunia. Mana janji neneknya yang berkata akan hadir dalam acara kelulusannya, dan siap mengantar cucunya untuk pergi ke SMP barunya di negara lain? Dan berjanji akan tinggal berdua di sana, agar jauh dengan kakek, mama, papa, dan kakak yang tak pernah punya waktu bermain dengannya?
Gadis itu memeluk kalung liontin permata yang menjadi kenangan terakhir dari sang nenek. Tapi bukan gadis itu jika tak ceroboh. Kalung itu tak sengaja dijatuhkannya ke dalam derasnya air itu. Tak ada pilihan lain selain ia sendiri yang mengambil benda kenangan tersebut.
Gadis kecil itu menyelam. Berhasil. Dia berhasil mendapatkan kembali kalung itu. Tapi.. naas, dia tak bisa berenang!
Tak ada harapan jika ia bisa selamat karena sungai itu sepi. Mungkin, tak ada orang yang melihatnya berada di ambang kematian seperti sekarang ini.
Gadis itu hampir menyerah. Seolah dirinya akan menyusul sang nenek dalam hitungan dekat. Di saat gadis itu hanya bisa pasrah dengan memejamkan mata, namun tak seperti yang diperkirakan, seseorang menolongnya dan membawanya ke pinggiran sungai.
Gadis itu segera naik ke permukaan, karena tak kuat dengan deras dan dinginnya air.
"Terima kasih, Tante," lirih gadis kecil itu kepada sang wanita cantik yang telah menyelamatkannya. Akankah dia merupakan malaikat cantik yang dikirimkan tuhan karena permohonan neneknya?
Wanita cantik itu tersenyum, lalu mengelus rambut si gadis kecil. "Sama-sama, Cantik."
Wanita itu bahagia, bisa menyelamatkan gadis kecil yang masih membutuhkan hidup untuk masa depannya. Sedangkan dirinya sendiri, mengidap kanker stadium empat, dan tak akan memiliki harapan umur lebih lama, sementara anaknya masih seumuran gadis itu. Tak ada harapan bagi wanita itu, yang diasingkan oleh keluarganya sendiri.
"Tante titip tas Tante, ya, Cantik. Buat anak Tante," lanjutnya, lalu tubuhnya yang mulai melemah itu tak sadarkan diri, dan kembali tercebur ke derasnya air sungai.
Gadis kecil itu menangis histeris, meminta tolong pada orang sekitar, tapi nihil. Tak ada seorang pun di sana.
'Kenapa semua ini harus terjadi? Kehilangan orang baik di saat dirinya tak bahagia?'
Apakah tuhan jahat?
Apakah dirinya tak boleh bahagia?
Barang sekejap?
KAMU SEDANG MEMBACA
TAGARES: JAY ENHYPEN (END)
Roman pour Adolescents"Lo.. jadi perawat gue." "HAH?! Gila Lo?! Atas dasar apa Lo nyuruh gue jadi perawat Lo?!" "Lo.. orang yang udah nabrak gue." "Please, berhenti bilang gitu, bisa?! Ngeri gue dengernya!" Karena sebuah kecelakaan, Ezey terpaksa menjadi perawat dadakan...