Akhir tahun.
Siang yang panas dan terik, namun entah mengapa petir disertai halilintar serasa bergemuruh di sekujur tubuh mungil Ezeyla Indanaoree Arletta. Bagaimana tidak, dirinya harus datang sendiri ke bandara menjemput musuh bebuyutan tujuh turunannya yang sedang ambil cuti kuliah dari negeri ginseng. Apalagi ini kali lamanya setelah terakhir dia datang ke landasan motor terbang alias pesawat itu, mungkin kisaran lima tahun yang lalu. Ia bahkan lupa mana kanan kirinya.
Jika saja ini bukan public place, tentulah ia akan menyambar segala sesuatu yang berada di sekitarnya, mewakili petir dan kawan-kawan yang tengah menjalar dari rambut hingga ujung tumitnya. Cowok itu, eh? Musuh bebuyutannya itu sungguh merepotkan.
"Buset? Berapa abad, sih, gue nggak ke sini? Bentar.. bentar, ini lobby buat nunggu kepulangan penumpang belok kanan apa belok kiri, ya?" gumam Ezey. Siapapun yang melihat, kini ia seperti orang linglung, kehilangan arah.
Ezey berjalan lima langkah ke kiri, berbalik arah kanan dan melangkah seperlima tujuan, namun berbalik lagi dan begitu seterusnya, hingga seorang cowok tak dikenal menegurnya. Cowok seumuran, berperawakan tinggi dengan paras yang begitu sempurna menurut penglihatannya. Tampan. Itulah gambaran dari cowok itu.
"Eh, lo mau ke mana, sih?" tegurnya.
Ezey berdecak sebal, mood-nya sedang tidak bagus. "Mau jalanlah, Bego!"
Cowok tersebut membuang nafas. "Cewek aneh, yang bego tuh elo. Gue nggak tanya lo mau ngapain, tapi lo mau kemana? Dari tadi mondar mandir nggak jelas, semua orang pasti bakal ngira lo itu orang linglung, cewek aneh, kurang kerjaan, stress-"
Ezey melipat kedua tangan di dada. "Kita tuh nggak saling kenal, tapi seenak jidat lo ngatain gue yang inilah, itulah-"
"Yang ngatain duluan elo."
"Hah?"
"Lo ngatain gue bego duluan."
"Oh? Be-berarti, kan, gue ngatainnya cuma dikit, kenapa lo tambahinnya banyak banget? Pake bilang gue linglunglah, anehlah, kukerlah, stresslah." tukasnya tak terima.
"Karena...." cowok tersebut menggantungkan kata-katanya, "Gue selalu membalas apapun dengan lebih." sambungnya. Bagaimana bisa ia mengucapkan kalimat seperti itu dengan begitu santai, sementara Ezey dibuat ngilu saat mendengarnya.
Ezey bergidik. "Ngeri gue." hendak melenggang pergi sesuai kehendak kaki, tapi tangannya terlebih dahulu dicekal.
"Sekali lagi gue tanya, lo mau ke mana? ATM? Toilet?"
"Hah? Apa lagi, sih?!" risih Ezey.
"Gue tanya, lo mau ke ATM atau mau ke toilet?"
Ezey masih tak faham dengan arah pembicaraan cowok itu, padahal dia nggak lola alias loading lama.
'ATM? Toilet? Apaan, sih? Nggak jelas. Orang gue mau jemput musuh bebuyutan gue, Bego!' batinnya. Kutukan khas itu tak jarang selalu menempel di setiap akhir kalimatnya.
Sementara Ezey yang masih memikirkan jawaban, cowok itu menunjuk kerumunan orang yang tak jauh dari mereka, memberi penjelasan, "Itu kerumunan orang yang mau ngantri ATM, lima meter di sampingnya ada toilet. Arah lo ke sana mau ke mana?"
ATM? Toilet? Bukan itu tujuannya.
Ezey menundukkan kepala. Di hadapan cowok menyebalkan ini, ia pasti terlihat sungguh aneh. "Tahu, ah."
Cowok itu berbalik arah dan memegang tangan Ezey agar mengikutinya ke suatu tempat.
Ezey tercengang ketika cowok itu mengantarkannya ke tempat yang ingin ia tuju sedari tadi.
"Lo mau ke sini, kan?" tanya cowok tersebut.
"Eh, lo cenayang, ya? Eh.. eh, bukan, lo pakar ekspresi? Psikolog? Kok bisa tahu?" tanya Ezey, membuat yang ditanya tersenyum tipis.
Ezey menggeleng kecil. "Ya udahlah, by the way, thank you."
"Ngapain makasih?"
"Kan lo udah nolong gue."
"Gue nggak ada niatan buat nolong lo, kok. Gue cuman mau buktiin, kalau gue itu nggak bego sesuai omongan nyelonoh lo, gue yang jenius ini bahkan bisa tahu maksud dari gerak gerik aneh lo tadi di sana itu apa," jawabnya santai.
Ezey berkacak pinggang. "Lo ngatain gue? Aneh? Apa?!"
"Kalo nggak bego, lo pasti tahu jawabannya, kan?" cowok itu melenggang pergi setelah mengatakannya.
"Bego? Haha.. kayaknya dia nggak tahu aja gue baru dapet juara satu olympiade fisika dua bulan lalu!" Emosi Ezey memuncak. Ah, tidak.. tidak, dia masih harus menyimpan tenaga untuk bertarung dengan musuh bebuyutannya yang sebentar lagi turun dari pesawat.
"Kayak apa, sih, wajah cowok rese itu? Resek banget sumpah. Pengen gue cakar, deh, rasanya."
Ezey mengencangkan rambut yang ia kuncir itu. "Mimpi apa, sih, gue semalam bisa ketemu sama cowok resek kayak dia? Mana pakai topi sama masker segala lagi, udah kayak mata-mata aja!"
"Sabar, Ezey, ini ujian, cobaan, sekaligus musibah buat lo," rutuknya.
***
⁶⁹⁶ words
KAMU SEDANG MEMBACA
TAGARES: JAY ENHYPEN (END)
Genç Kurgu"Lo.. jadi perawat gue." "HAH?! Gila Lo?! Atas dasar apa Lo nyuruh gue jadi perawat Lo?!" "Lo.. orang yang udah nabrak gue." "Please, berhenti bilang gitu, bisa?! Ngeri gue dengernya!" Karena sebuah kecelakaan, Ezey terpaksa menjadi perawat dadakan...