Arsen & Axelle Mallory

162 24 3
                                    

Di salah satu sudut taman terlihat dua orang yang duduk bersampingan namun saling terdiam. Keduanya bingung untuk saling memulai percakapan.

Nevan mulai mencuri pandang pada pemuda yang lebih tua darinya itu. Dia mulai memperhatikan dan ya memang dia merasakan ada ketertarikan yang berbeda.

Eshaal yang merasa diperhatikan mulai menatap Nevan.

"Evan"

Nevan masih menatap Eshaal.

"Boleh aku memanggil dengan nama itu?" Tanya Eshaal sedikit ragu.

"Huum tentu"

Nevan yang menjawab sambil tersenyum membuat Eshaal juga ikut tersenyum lembut.

Merasa keadaan sudah mencair Eshaal mulai mengeluarkan isi hatinya.

"Boleh aku bercerita tentang sesuatu Van?"

"Boleh, aku akan mendengarkan."

Eshaal kembali tersenyum dan mulai menerawang mengingat tentang kenangan dia dan adiknya.

"Aku punya seorang adik yang sangat lucu, tampan dan pintar."

"Saat dia lahir usiaku berumur 7 tahun. Aku masih ingat saat dia lahir bagaimana dia membawa kebahagian padaku dan kedua orang tuaku."

"Suara tawanya, pipi gembul, mata bulat bening yang sangat tajam dan genggaman tangan mungilnya masih sangat ku ingat."

"Dia sumber kebahagiaan keluargaku. Dia yang membuat kami sempurna. Aku sangat menyayanginya. Dia segalanya untukku. Jika dia sakit akupun ikut merasakannya."

"Saat dia kecil dia sudah sangat pintar. Dia tidak sering menangis seperti kebanyakan bayi lainnya. Dia tidak pernah rewel ketika orangtuaku sibuk dengan beberapa urusan."

Eshaal terus bercerita sambil tersenyum bahagia. Nevan masih terus mendengarkan dengan sabar.

"Aku sangat suka tidur disampingnya. Aku suka ketika menyentuh pipi bulatnya. Sangat lucu. Ketika dia tertawa karena sentuhan ku membuat matanya berbinar dan pipinya bersemu merah."

"Ketika dia menangis karena sakit aku sangat sedih. Aku berjanji pada diriku sendiri aku tak akan membiarkan dia menangis lebih lama. Aku akan menjaganya. Aku akan pastikan hanya kebahagiaan yang ada di hidupnya."

"Lalu bagaimana dia sekarang kak?"

Eshaal menoleh sesaat ketika mendengar pertanyaan Nevan.

"Aku tidak tau." Eshaal mulai menunduk.

"Kami terpisah saat dia berumur 2 tahun."

Nevan mulai merasa sedikit gugup dia masih menyambungkan semua cerita yang dia dengar.

"Saat itu aku dan kedua orang tuaku mengalami kecelakaan. Kedua orang tuaku meninggal malam itu dan malam itu juga adalah malam terakhir aku melihat adikku."

"Aku tidak ingat jelas tentang semuanya yang aku ingat setelah kecelakaan itu aku dikirim kesebuah panti asuhan. Disana aku mengenal Jonah dan mulai berteman dengannya."

"Ibu panti selalu bilang bahwa dia akan membawa adikku kembali tapi itu tidak pernah terjadi. Saat itu yang ada di pikiranku hanya bagaimana keadaan adikku. Hingga suatu hari aku dan Jonah kabur dari panti. Aku ingin menemukan adikku bagaimanapun caranya."

Eshaal tidak bisa membendung tangisnya dia mulai meneteskan air mata.

Nevan yang melihat itu merasa ikut sakit dia lalu memberanikan diri menggenggam tangan Eshaal dan mengusap air matanya.

"Kak jangan sedih. Aku juga merasakan sakit yang kamu rasakan. Percayalah kak dimanapun dia pasti akan baik-baik saja. Dia pasti akan sekuat dirimu."

"Bolehkah aku menganggapmu seperti adikku? Aku seperti melihat adik kecilku di dalam dirimu Nevan."

TRUE STORY || HEESUNSUNG [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang