Bogor, Oktober 2028
Katara memarkirkan mobilnya, kemudian menginjakkan kaki di rumah yang seperti istana itu. Ia melihat sekitar ke halaman rumahnya, seolah ditarik kembali ke masa kecilnya. Ia mengingat hari-hari di mana dahulu, ia dan mendiang Ibunya, Kirana, menghabiskan waktu bersama, memetik buah coklat di halaman rumahnya, yang dahulu dijadikan kebun coklat oleh Ibunya, menanam benih, merawatnya bersama-sama, dan melihat mereka bertumbuh sampai menjadi pohon coklat yang baru. Sekarang, halaman rumah itu sudah sangat berbeda. Sepertinya, sudah ditata ulang dengan pohon-pohon yang baru, tanpa ada lagi pohon coklat.
"Non Katara! Ya ampun! Bibi kaget, Non datang! Apa kabar, Non?" sapaan gembira Bi Una memecah lamunan Katara.
"Bi Una! Katara kangen banget sama Bibi! Katara baik, Bi, Bibi gimana kabarnya?" balas Katara, tak kalah gembira.
"Bibi baik, Non. Syukurlah, Non Katara baik-baik. Kalau gitu, ayo masuk, Non. Bapak ada di dalam," Bi Una mempersilakan Katara masuk, kemudian mengantarkannya sampai ke depan pintu ruang kerja Marvino, Ayah Katara. Ia mengetuk perlahan.
"Permisi, Pak. Ada Non Katara datang, Pak," ucap Bi Una, hati-hati.
"Suruh masuk," balas Marvino, datar.
"Baik, Pak," Bi Una kemudian menoleh ke arah Katara. "Silakan masuk, Non."
"Makasih, ya, Bi."
"Sama-sama, Non. Bibi permisi balik ke dapur," Bi Una tersenyum, seraya berlalu.
Katara memasuki ruangan kerja yang lumayan luas, dipenuhi rak-rak buku, dengan buku yang sangat banyak, tertata rapi. Ruangan kerja Ayahnya masih sama. Pandangan Katara kemudian beralih pada sosok Ayahnya, yang duduk di sofa bersama istri keduanya, Dilara, Ibu tiri Katara. Katara berjalan mendekat ke arah mereka, dan kemudian berdiri diam, tak mengucapkan sepatah kata apapun.
"Katara–" Marvino hendak memulai percakapan.
"Papa udah lihat internet? Aku bakal menikah sama salah satu pengusaha sukses di Indonesia...," potong Katara tanpa basa-basi. "Yang aku nggak tau siapa."
Marvino berdehem. "Kamu pikir, Papa senang harus naikkan berita nggak benar, hanya supaya kamu datang ke rumah? Nggak perlu begini, kalau sejak dua minggu yang lalu kamu datang," tegasnya.
"Siapa yang mau datang ke rumah, yang nggak seperti rumah?" tantang Katara. "Ini bukan lagi rumah, tanpa Mama."
"Anak kurang ajar!" Marvino berdiri dari tempat duduknya.
Dilara ikut berdiri, kemudian mengusap punggung Marvino, berusaha menenangkannya. "Udah, Pa..," ia kemudian menatap Katara dengan pandangan sinis.
"Nggak perlu bahas masa lalu! Hargai Mamamu, yang sekarang ada di depanmu!" Marvino mengusap wajahnya kasar, kemudian berusaha untuk berkata-kata dengan lebih tenang. "Papa meminta kamu datang ke sini bukan untuk mengajak kamu ribut," ia kembali duduk, diikuti oleh Dilara, yang juga kembali duduk di sampingnya. "Ada sesuatu hal yang penting, yang harus Papa bicarakan dengan kamu."
"Oke," Katara melangkah dengan angkuh, mendekati sofa, kemudian duduk berhadapan dengan Ayahnya. "Kita bicara berdua aja, 'kan?" Matanya melirik Dilara.
"Mama akan tetap di sini, selama Papa bicara dengan kamu," tegas Marvino.
Katara menyandarkan tubuhnya dengan santai. "Oke, no problem.. You can talk."
"Kamu tau, selama ini, Papa sudah membiarkan kamu pergi dan hidup mewujudkan kemauanmu sendiri, memakai ilmu kuliah bisnis, yang Papa rencanakan untuk kamu pakai bekerja di perusahaan kita, tapi malah kamu pakai untuk membangun perusahaanmu sendiri," Marvino memandang wajah putrinya, yang balas memandangnya dengan wajah datar, tanpa ada rasa bersalah sedikit pun. "Dan, Papa akui, kamu membangun perusahaanmu dengan sangat hebat, menjadi anak yang mandiri, tanpa bergantung lagi pada kami, orangtuamu. Tapi, kamu harus ingat, kamu punya tanggung jawab sebagai anggota Keluarga Arlandi, yang selama ini sudah kamu abaikan. Oleh karena itu, Papa rasa, sudah cukup kamu abaikan. Kamu anak sulung, putri Papa dan Mama satu-satunya. Saatnya kamu kembali pada tanggung jawabmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGITKU
Fanfiction"Mengisi kekosongan setelah Cahayaku pergi, Langitku datang dalam wujud Sagara Langit Whirada.." THE BOYZ Kim Sunwoo x ITZY Hwang Yeji fanfiction. Bahasa Indonesia.