20. Serangan Balik

93 25 0
                                    

Bogor, Maret 2029

Ruangan itu memang tidak terlalu besar, dan menjadi semakin sempit lagi, karena dipenuhi oleh para wartawan. Mereka menunggu kedatangan Saga dan Katara untuk memulai konferensi pers yang diselenggarakan pagi ini.

Saga dan Katara memasuki ruangan, dan langsung berdiri di depan awak media.

"Selamat pagi, semuanya," sapa Saga, membuka konferensi pers. "Saya dan istri sangat berterima kasih atas kehadiran rekan-rekan media pada pagi hari ini. Perlu diketahui bersama, bahwa di sini, saya tidak akan membahas mengenai perusahaan keluarga istri saya, tetapi saya hanya akan menyampaikan pengumuman mengenai perusahaan saya dan istri saya, yaitu Legenda Bakpao dan Katara's Healthy Chocolate. Atas kasih dan kemurahan Tuhan, hari ini saya umumkan, bahwa kami berdua sedang dalam proses pendirian perusahaan company, Whirada Group, yang di dalamnya akan menaungi Legenda Bakpao dan Katara's Healthy Chocolate, yang saat ini juga sedang dalam proses akuisisi. Menurut perhitungan, dalam waktu dekat, kurang dari seminggu, semuanya akan rampung, dan Whirada Group akan resmi berdiri. Ini merupakan sesuatu yang ingin kami lakukan setelah menikah, jadi dengan rendah hati, kami memohon doa dan dukungannya. Terima kasih banyak atas perhatiannya, dan dimohon kesabaran dari rekan-rekan media, nanti akan dibuka sesi tanya-jawab, tapi sekarang saya akan beri kesempatan kepada istri saya, Katara Whirada, untuk menyampaikan sesuatu."

Katara maju mendekati mikrofon, setelah Saga mempersilakannya. "Selamat pagi, rekan-rekan media, terima kasih atas kehadirannya. Di sini, saya tidak akan membahas lagi mengenai perusahaan, karena sudah sangat jelas tadi, disampaikan oleh suami saya. Tapi, saya akan menyampaikan sesuatu hal penting, yang selama ini tidak diketahui oleh publik, mengenai keluarga saya," Katara merasakan tangan Saga menyentuh pundaknya, kemudian mengusap punggungnya. "Saya bukan anak kandung dari Dilara Arlandi."

Reaksi para awak media sudah tak mampu mereka tahan lagi. Tadi mengenai Whirada Group, dan sekarang mengenai Dilara Arlandi.

"Rekan-rekan, mohon tenang dulu, ya," Saga mengambil alih mikrofon. "Nanti rekan-rekan bisa bertanya saat sesi tanya-jawab. Biar istri saya selesaikan dulu ini."

Ruangan kembali tenang, dan Katara melanjutkan penuturannya. "Dilara Arlandi bukan Ibu kandung saya, seperti yang semua orang tau sampai saat ini. Mama Dilara adalah Ibu sambung saya, karena dia istri kedua Ayah saya. Ibu kandung saya adalah Kirana Danintyari Ganesha, atau Kirana Arlandi, istri pertama Ayah saya, yang sudah berpulang, ketika saya masih berusia sembilan tahun. Ayah dan Ibu kandung saya tidak bercerai. Setahun setelah Ibu saya meninggal, Ayah saya menikah lagi, dan tahun berikutnya, kami menyambut kelahiran Dikta," Katara menarik napasnya sejenak. "Sudah sejak lama saya ingin memberitahukan hal ini. Saya hanya merasa sedih, karena orang-orang tidak mengetahui sosok Mama saya, yang sebenarnya memiliki peran penting dalam perintisan perusahaan-perusahaan Arlandi. Mungkin, rekan-rekan ada yang sudah mengetahui, bahwa saya adalah orang yang tidak suka bersinggungan dengan media. Jadi, rekan-rekan bisa lihat usaha saya hari ini, berdiri di sini, ingin semua orang tau, sosok Mama saya yang hebat, yang selama ini tidak pernah diceritakan oleh siapa pun. Mungkin, nanti saya kirimkan juga, foto Mama saya dan foto keluarga kami dulu."

***

Dikta segera turun ke lantai dasar, ketika mendengar bel rumah dibunyikan berulang kali, dengan tidak sabar. Ia terkejut, mendapati Ayah dan Ibunya berdiri di depan pintu rumah Saga dan Katara. "Papa, Mama? Ngapain di–"

"Kakak kamu mana?" potong Marvino, wajahnya merah padam.

Dikta melirik Ibunya, yang mengisyaratkannya untuk menjawab saja pertanyaan Ayahnya. "Ada...," jawabnya, gugup. "Di atas."

LANGITKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang