03. Sagara Langit Whirada

235 33 6
                                    

Bogor, Juli 2015

Sudah setahun berlalu, sejak pertemuan pertama Katara dan Saga di halaman sekolah, ketika kemudian Saga mengantarkan Katara ke UKS, dan memberikannya bakpao. Selama setahun pula, Katara menyimpan perasaan yang belum mendapat kesempatan untuk diucapkannya kepada Saga. Kendala kelas yang berbeda, membuat Katara tak bisa selalu melihat keberadaan Saga. Namun, ia sangat menikmati waktu-waktu singkat, yang kadang tak disengaja, ketika ia menangkap sesosok laki-laki yang disukainya itu, entah ia ada jauh di seberang halaman, sana, di pinggir lapangan, di pojok kantin, di ujung koridor, Katara dapat selalu tersenyum hanya dengan melihatnya dari jauh. Apalagi, ketika bisa bertemu dari dekat, berpapasan ketika jam istirahat, ataupun waktu pulang sekolah.

Kalau di luar sekolah, satu-satunya tempat Katara bisa melihat Saga adalah di lapangan futsal. Berkat Danes, Katara bisa mengetahui, Saga mengambil ekskul futsal, dan sebisa mungkin, ia selalu menyempatkan datang, hanya untuk menonton Saga berlatih atau bertanding futsal. Walaupun sampai saat ini, Saga belum mengenalnya, tidak apa-apa. Ia sangat menikmati hidupnya setahun belakangan ini, karena ada Saga di dalamnya. Karena Saga, hari-harinya yang sempat terasa redup dan kosong, akhirnya mulai hidup dan berwarna kembali.

Hari ini, hari pertama di kelas sebelas, Katara tiba di sekolah lebih pagi dari biasanya, untuk memeriksa Saga, Viola, juga dirinya sendiri, masuk di kelas yang mana. Katara memeriksa daftar murid, mulai dari yang ditempel di pintu ruang kelas XI IPS 1. Tidak sampai lima menit, ia segera beranjak menuju ruang kelas XI IPS 2, karena tidak menemukan ketiga nama yang dicarinya. Sementara membaca Daftar Murid Kelas XI IPS 2, matanya tiba-tiba membulat. Ini gue nggak mimpi, 'kan?

'Katara Mahla Arlandi'

'Sagara Langit Whirada'

'Viola Jasmine'

Ketiga nama yang dicarinya ada di kelas ini. Gue... Sekelas sama Saga..? Katara berteriak kegirangan dalam hati, kemudian melangkah masuk ke dalam kelas, dengan hati yang berbunga-bunga.

***

Viola memasang wajah kecut. "Kenapa, sih, teman sebangku mesti diatur cowok-cewek, segala..?" bisiknya. "Kelas sepuluh, kita masih lebih kecil, nggak pakai diatur-atur..! Ini kenapa...," Viola seolah tidak mampu berkata-kata lagi.

Matanya masih tertuju pada Saga, Katara tidak menghiraukan omelan Viola.

"Bisa-bisanya muka lo secerah mentari, gitu," lanjut Viola, protes melihat wajah Katara, yang tampak jelas tengah berbunga-bunga.

"Langit gue ada di depan mata gue, Vi, gimana gue nggak secerah mentari..?"

"Gentlemen, silakan maju ambil undian teman sebangku kalian," belum sempat Viola menjawab Katara lagi, aba-aba Bu Asla sudah lebih dulu membuyarkan percakapan mereka. "Langsung bawa tas masing-masing," tambahnya.

Kelas XI IPS 2 tengah melakukan pengundian untuk menentukan teman sebangku, yang diarahkan langsung oleh Wali Kelas mereka, Bu Asla. Sepuluh menit yang lalu, Bu Asla sudah berkeliling membagikan selembar kertas kecil, hanya kepada murid perempuan, untuk menulis nama mereka masing-masing, kemudian mengumpulkannya kembali ke depan.

Setelah dipersilakan oleh Bu Asla, murid laki-laki serentak maju untuk mengambil kertas undian di meja Bu Asla. Pandangan Katara terus mengikuti Saga, ke mana pun.

"Ladies, yang belum duduk di bangku sebelah kiri, silakan pindah ke bangku sebelah kiri," komando Bu Asla. "Ladies semuanya duduk di sebelah kiri."

Viola, yang duduk sebangku dengan Katara di bangku sebelah kanan, beranjak pindah ke bangku sebelah kiri di depan Katara, dengan berat hati. "Gue nggak mau pisah sama lo..," wajahnya seolah menahan tangis.

LANGITKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang