18. Gara-Gara Dikta

96 29 14
                                    

Bogor, Februari 2029

Mobil Saga memasuki area swalayan di Bogor Timur. Setelah memarkirkan mobilnya dengan rapih, Saga dan Katara turun, kemudian berjalan menuju pintu masuk swalayan. Mereka berdua mengambil kereta belanja, yang kemudian didorong oleh Saga, dan mulai mencari apa yang mereka perlukan. Tidak sampai satu jam berbelanja, mereka berdua sudah berada di kasir. Beberapa saat setelah mereka keluar dari pintu swalayan, tengah berjalan menuju tempat parkir mobil, tiba-tiba entah dari mana datangnya, seorang ibu, bersama anak perempuannya yang terlihat masih berusia remaja, menepuk pelan pundak Katara, membuat ia dan Saga sedikit terkejut.

"Mba Katara sama Mas Saga, ya?" tanya si Ibu, tampak sumringah.

Katara tersenyum, bingung. "Iya..?"

"Iya, benar. Ada apa, ya, Bu?" tanya Saga, sopan, sembari tersenyum ramah.

"Nggak.. Saya udah lihat Mas Saga sama Mba Katara dari ujung sana, saya pikir: itu kayak Sagara Whirada sama Katara Arlandi, ternyata benar..," si Ibu tertawa kecil.

Saga ikut tertawa ramah, sementara Katara hanya tersenyum canggung.

"Sebenarnya, ada kemungkinan saya salah orang...," lanjut Ibu itu, lagi. "Tapi, saya beranikan diri, coba samperin, karena saya mau ucapin selamat untuk bakpao coklatnya, dan saya juga udah cobain, enak banget! Coklat Mba Katara memang favorit saya, udah dari lama, dan saya juga udah beberapa kali beli bakpao ayam Mas Saga," cerocosnya. "Oh, ya, dan selamat untuk pernikahan Mas Saga dan Mba Katara! Saya penggemar berat keluarga Mba Katara! Waktu awal heboh berita Mba Katara mau nikah, saya nggak pernah kepikiran, kalau 'pengusaha sukses di Indonesia' yang dimaksud itu, ternyata yang punya Legenda Bakpao! Saya jujur dan tulus ngomong ini: Mas Saga sama Mba Katara serasi banget! Semoga langgeng, dan sehat selalu Mas, Mba, sekeluarga."

"Wah, terima kasih banyak, Bu, atas ucapan, dukungan, dan doanya untuk kami sekeluarga," sahut Saga, tampak terharu. "Semoga Ibu sekeluarga juga sehat selalu."

"Iya, terima kasih banyak, ya, Bu," Katara menimpali. "Maaf, tadi saya agak kaget, waktu Ibu datangin saya," ia tampak merasa bersalah. "Ibu mau foto? Kita fotoan, yuk, Bu, sama anak ibu juga, supaya ada kenang-kenangan!" ajaknya, bersemangat.

Mereka akhirnya mengambil swafoto bersama, kemudian saling berpamitan. Saga dan Katara kembali berjalan menuju tempat parkir mobil.

"'Ibu mau foto'..?" ledek Saga, mengulangi pertanyaan Katara, sambil tertawa puas. "Lo artis, Ra? Ibunya itu tadi cuma mau ucapin selamat, bukan mau minta foto."

"Ya, gue ajak foto, karena gue sesenang itu ketemu orang yang suka sama bakpao lo dan coklat gue," sahut Katara, membela diri. "Lagian, 'kan, tadi Ibunya bilang sendiri, kalau dia penggemar berat keluarga gue, jadi, ya, nggak apa-apa, dong!"

"Iya, iya," balas Saga, lagi. "Gue juga sesenang itu, kita dibilang serasi banget."

Saga membuka kunci, ketika mereka sudah sampai di mobil. Setelah mengatur barang belanjaan, mereka berdua masuk, dan melaju keluar dari area swalayan.

***

Bel rumah berbunyi. Katara segera turun ke lantai dasar, mendapati pintu garasi sudah terbuka, dan Dikta yang tengah memarkirkan mobilnya di dalam garasi rumah, dipandu oleh Saga. Dikta turun dari mobil, kemudian mengambil satu tas ransel besar dan satu tas tenteng yang sama besarnya, dari kursi penumpang. Ia menggendong tas ranselnya, sementara Saga menawarkan bantuan untuk membawakan tas yang satunya. Katara menutup pintu garasi, kemudian mengajak Dikta masuk.

"Ini kamar lo," ujar Katara, ketika mereka bertiga sudah tiba di kamar tidur tamu. "Lo taruh barang-barang lo dulu, terus gue sama Saga mau ajak lo keliling rumah."

LANGITKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang