tengkar Ӡ

1.6K 252 8
                                    

Suara helaan napas berat terdengar sangat lelah. Pemilik suara beberapa kali berdecak dan memijat pelipisnya yang mulai berdenyut. Tubuh yang masih dibalut pakaian kerja kini mulai bergerak untuk merapihkan kekacauan kamar yang pemiliknya masih tiduran di kasur nyamannya.

"Lo gimana ngga mau diputusin kalau kelakuan lo jorok gini!"

Mulutnya tak berhenti bicara begitu pun tubuh semampainya juga tak berhenti bergerak merapihkan.

"Duhh anjing, lo jorok banget! Ini makanan dari kapan?!"

Helia, pemilik suara nyaring itu menutup hidungnya dengan raut jijik saat menemukan sisa pizza di dekat nakas.

"Lo ngerokok abis berapa bungkus?!" Kini Helia berdecak dengan banyaknya sisa putung rokok di dekat jendela yang gordennya masib tertutup rapat.

"Lo nyusahin banget kalau lagi galau." Suaranya terdengar lelah, memutuskan untuk berhenti bersuara dan menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat.

Setelah merasa kamar yang ia bersihkan sudah bersih dan wangi, Helia menarik lelaki yang sedari tadi tidak berkutik dari tempat tidurnya.

"Apaan sih Hel! Lepas, anjing."

"Ya elo! Ini kamar sumpek, banyak makanan basi, setan jadi pada kumpul di kamar lo semua Ian!" Saut Helia dengan kembali membentak. "Minggir dulu, biar gua ganti spreinya."

Dengan pasrah, Malvian melangkah gontai menuju bangku kerja di dekat jendela yang sudah sempat dibuka dan membiarkan sahabatnya mengganti sprei kasurnya.

Pergerakan Helia tak luput dari pandangan Malvian, gerakan yang sangat cekatan itu membuat Malvian berdecak kagum sesaat.

"Iia." Panggilan Malvian dibalas dehaman malas oleh Helia.

"Beneran deh, lo nikah aja sama gue. Nanti pasti keluarga kita harmonis banget. Gue bakal jadi suami siap siaga buat lo, janji. Gue pasti bantuin lo di dapur buat masak sarapan, gue gak akan bangun telat karena ada alarm alami dari lo." Racau Malvian dengan mata berbinar bak anak kucing.

Helia menepuk bantal terakhir yang sudah disarung, tubuhnya berbalik menghadap Malvian dengan kedua tangan berkacak di pinggang.

"Udah?" Tanya Helia dengan malas.

"Udah apa?" Alis camar Malvian terangkat bingung.

"Udah selesai gak jelasnya? Lo masih demam kayaknya, sini..." Helia menepuk kasur bermaksud untuk Malvian duduk di sampingnya.

"Gue serius, babi." Ucap Malvian setelah bokongnya mendarat di kasur.

"Oh, udah sembuh ternyata." Ucap Helia saat mendengar ucapan kasar dari sahabatnya.

"Hel" Malvian menatap Helia dengan raut tak percaya.

"Apa sih?! Lo tuh, ck."

"Lo ngga masuk kerja setelah kita ketemu Silvia, kata team divisi lo sakit. Sehari, dua hari gue diemin lo ya. Ini udah lebih dari seminggu, sakit lo udah sembuh di hari ke-tiga dan lo masih ngga mau masuk kerja. Lo keterlaluan sih..."

"Gue tau lo kecewa, tapi dengan lo terus-terusan galau dan nyiksa diri sendiri, ngga akan bikin Silvia mau balikan sama lo lagi! Hidup lo tuh bukan cuma berputar di Silvia doang Ian, lo punya kerjaan yang jadi tanggung jawab lo. Lo punya keluarga dan temen yang harus lo kasih kabar ada apa sama diri lo sekarang ini, mereka khawatir sama lo. Lo itu bukan cuma hidup sendiri."

Helia kembali berdecak saat Malvian kini justru memposisikan dirinya berbaring telentang dengan lengan kanan menutup mata.

"It's oke kalau lo ngga jadi nikah di umur dua enam, keluarga lo juga nggak ada yang maksa. Cewek bukan cuma Silvia doang! Masih untung lo dikasih petunjuk kalau dia emang bukan jodoh lo."

"Gue lagi patah hati loh Hel. Kalau lo dateng cuma mau ceramahin gue, mending pulang aja." Balasan Malvian tak suka dengan kalimat Helia.

"Gue ngga lagi ceramahin lo, gue lagi ngasih tau yang baik buat lo, biar lo ngga keterusan nyiain hidup lo!"

Helia berdiri dengan kasar, menatap jengah dengan tingkah Malvian.

"Team lo nanyain ke gue terus, kenapa lo gak bisa dihubungi. Kantor kita lagi hectic, lo jangan mempersulit kerjaan teman-teman lain dengan tingkah gak waras lo ini." Tangan rampingnya mengambil tas yang ia gantung di gagang pintu.

"Gue juga ogah nikah sama lo kalau tingkah lo aja childish gini. Introspeksi diri sendiri dulu deh Malv kenapa Silvia nyelingkuhin lo."

Ucapan terakhir Helia sebelum pergi menyadarkan Malvian dari kekosongannya. Kepalanya tertoleh pada pintu yang sudah tertutup kembali. Helaan napas kasar kembali ia hembuskan.


💍💍💍


Hari kamis Malvian sudah kembali bekerja, sudah kembali menjadi atasan yang tegas dan cekatan walaupun wajah lusuhnya masih kentara.

Seperti kebiasaannya sejak awal Helia bekerja, setelah jam pulang kerja Malvian sudah menunggu sahabatnya di depan pintu divisi umum. tangannya yang sejak tadi memainkan kunci mobil berhenti saat Helia keluar bersama tiga temannya.

Langkah ke-empat wanita itu berhenti, hingga suara Helia memecah sunyi yang membuat ke-tiga temannya pamit untuk pulang lebih dulu.

"Duluan ya semua."

"Mari mas." Pamit ke-tiga teman Helia yang hanya di balas senyum oleh Malvian.

"Tadi gue ke rumah, kenapa udah jalan?" Tanya Malvian saat mereka berjalan beriringan.

Helia mengangkat bahu acuh. "Gue kira lo masih mau diem di kamar sampe mati."

Malvian berdecak mendengar perkataan Helia yang tidak pernah disaring lebih dulu.

"Makan pecel lele dulu ya, sekalian ada yang mau gue omongin." Ucap Malvian setelah mereka sudah duduk di dalam mobil.

"Kalau yang mau lo omongin itu masih seputar patah hati lo, gue gak mau. Langsung pulang aja." Tolak Helia.

"Lo belum tau apa yang mau gue omongin." Kesal Malvian.

"Terus? Mau ngeyakinin gue lagi buat nikah sama lo?" Tebak Helia.

Melihat Malvian yang hanya terdiam memandang ke depan, Helia tau bahwa tebakannya benar.

"Ka..." Helia mengambil satu tangan Malvian yang sedari tadi mencengkeram kuat stir mobil.

"Dengan lo yang terus cecer gue buat nikah sama lo, bikin gue makin ngga mau nikah sama lo." Helia usap tangan berurat Malvian dengan tempo pelan.

"Pelan-pelan aja, semua butuh proses, ada saatnya nanti lo nikah, nemuin bahagia lo, nemuin cewe buat jadi pendamping yang cocok."

"Gue ngga percaya cewek lagi, selain lo sama mami. Gue nggak bisa, gue... Takut." Malvian menggeleng gusar.

Helia menghela napas kasar saat tangan Malvian semakin kuat meremas tangannya.

Memberitahu Malvian yang sedang kalut dan hilang arah adalah yang terburuk. Pria itu tidak akan bisa mencerna dan memahami apa yang Helia ucap. Tidak mau mendengar apapun karena yang ada di otak Malvian hanya rasa sakit yang ditorehkan mantan-mantan kekasihnya.

―〃

Maaf ya gaes telat banget upnyaa huhuu, besok bakal aku up lagii

UnnaturalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang