istirahat 𝟙⊘

1.4K 240 36
                                    

Senandung lirih terdengar dari Helia yang asik dengan ponsel di tangannya. Di sampingnya ada Malvian yang ikut bersandar pada headboard ranjang dengan pandangan lurus ke tv dan tangan kiri memegang pod.

Hari ini Helia memutuskan untuk diam di hotel setelah kemarin lelah dengan aktivitas air. Malvian pun juga hanya mengiyakan karena ia juga lelah, apalagi harus mengendarai mobil dua jam perjalanan pulang ke hotel.

Helia mengganti posisi menjadi tengkurap dengan wajah serius menatap ponsel, gerak gerik itu hanya Malvian lirik, tidak ingin lama-lama melihat gumpalan padat milik Helia.

"Aahh."

Otak Malvian memproses suara yang biasanya terdengar biasa saja, kini terdengar vulgar di telinga Malvian setelah kejadian loker.

"Ngapain sih?"

"Lo tau pak Jefi pacaran sama mba Dina?" Tanya Helia dengan mata memicing.

"Dina temen lo?" Helia mengangguk cepat.

"Tau."

Wajah Helia langsung berubah sebal, dengan gerakan cepat ia duduk bersila menghadap Malvian.

"Kok lo ngga ada bilang ke gue? Udah berapa lama mereka pacaran?"

Malvian menghembus asap pod dengan alis terangkat menatap wajah sebal sahabatnya.

"Empat tahun? Dari tahun pertama mba Dina masuk kerja."

Mendengar jawaban Malvian, dengan tersungut Helia kembali sibuk dengan ponselnya.

"Kenapa sih? Bukannya lo udah tau?"

"Gue ngga tau! Baru tau sekarang, Cerin sama mba Wendy ngga sengaja mergokin mba Dina sama pak Jefi di toko emas."

"Yaudah biarin aja. Mungkin mereka butuh privasi hubungan mereka, apalagi kan mereka satu kantor, satu divisi juga." Jelas Malvian.

"Bukan masalah hubungan mereka yang butuh privasi, anjir." Kata Helia dengan wajah frustrasi, keningnya ia taruh pada bahu lebar Malvian dengan isak dibuat. "Gue sering ngomongin pak Jefi di depan mba Dina. Apalagi gue sering bilang pengen punya laki kayak pak Jefi, kalau bisa pak Jefi nya gue nikahin."

"Selama ini gue ngomong di depan calon istrinya. Malu banget!" Rengek Helia.

Malvian menaruh podnya, tubuhnya ia tegakkan dengan tangan kanan menggenggam pergelangan tangan Helia. "Lo mau punya suami kayak pak Jefi?"

"Iya." Jawab Helia pelan.

"Kenapa?"

Helia menegakkan wajahnya yang kusut. "Kenapa? Ya karena pak Jefi definisi sempurna, gila. mukanya ganteng parah, anak tunggal kaya raya, dimplenya kalau lagi senyum bikin meleleh. Apalagi dia ngga pernah marah, teruus perhatian banget, udah suami able pokoknya. Oh satu lagi! Badannya itu loh, bagus banget, pasti mantep di ranjang." Jelasnya dengan antusias berbisik di akhir kalimat. Namun, sedetik kemudian wajahnya kembali murung.

"Cocok banget emang sama mba Dina. Walaupun mba Dina galak, dia tuh keibuan banget. Kalau gue dibandingin sama mba Dina, gue cuma remahan kerupuk kan ka?"

"Iya."

"Ngeselin." Helia kembali memainkan ponselnya, bersandar di bahu Malvian lagi.

"Kalau gue?"

"Huh?"

"Gue gimana?" Tanya Malvian dengan wajah tertunduk melihat Helia yang juga tengah mendongak menatapnya. "Suami able juga ngga?"

Tawa Helia langsung menggema di penjuru kamar hotel, lucu mendengar pertanyaan sahabatnya. "Lo suami able?" Tanya Helia kembali dengan berusaha menghentikan tawanya.

UnnaturalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang