Jam kerja kantor baru saja dimulai dua jam yang lalu, namun Helia rasanya sudah sangat suntuk meilhat file menumpuk di meja kerjanya. Tiga minggu sudah ia kembali bekerja setelah masa cuti menikahnya berakhir, semua berjalan dengan lancar dan semestinya.
Namun, akhir-akhir ini Helia merasa kinerja otak serta tubuhnya menurun. Ia sering kali pusing menatap layar komputer serta ponsel, dirinya juga sulit untuk fokus dan mudah sekali lelah. Sebenernya Helia pun tau gejala yang ia alami, tapi belum bisa percaya sepenuhnya.
"Hel, ayo udah mba izinin ke Jefi."
Helia mengangkat wajah dari lipatan tangannya, menatap si pemilik suara dengan wajah sayu.
"Mba udah bilang belum jangan kasih tau Malvian?" Tanya Helia dengan wajah khawatir.
Selama menikah, Helia memang sangat sulit untuk bergerak bebas ke mana pun yang ia mau. Malvian selalu membatasi dirinya, pun jika ingin keluar harus dengan izin serta pria itu yang harus ikut juga. Helia tidak masalah dengan kekhawatiran pria itu pada dirinya, namun hal sesepeli ke rumah orang tuanya pun menjadi besar jika izin dengan Malvian.
"Udah, ayo buruan. Katanya janjian sebelas kan?"
Helia mengangguk lemah, segera mengambil tas dan keperluan lainnya. Ia berjalan pelan keluar dari gedung kantu dengan Dina yang menuntun tubuh lemasnya.
"Nanti kalau abis check up masih lemes, pulang aja ya." Suruh Dina menatap Helia kasihan.
"Iya, mba."
Hari ini Helia membuat janji temu dengan dokter kandungan. Bukannya dia gede rasa, namun mengingat gejala yang ia rasakan seperti orang hamil, dirinya harus segera memeriksa jika tidak ingin hal buruk terjadi.
"Mba tunggu di luar aja ya, Hel."
Helia mengangguk, kemudian masuk ke sebuah ruangan saat namanya dipanggil. Ia duduk dengan rasa gugup saat dokter menanyakan keluhan yang dialaminya.
"Kapan terakhir ibu Helia datang bulan?"
"Kapan terakhir berhubungan intim?"
"Sudah mencoba pakai test pack?"
Setiap pertanyaan coba Helia jawab dengan mengingat ingat lagi. Ia menatap sang dokter wanita yang tidak pernah melunturkan senyum sejak pertama ia masuk ke dalam ruangan.
"Ibu pagi ini sarapan apa?"
"Bubur." Jawab Hellia seadanya.
"Dicoba test pack dulu ya. Kamar mandinya sebelah sini."
Helia mengambil test peck yang disodorkan oleh dokter, kemudian mencobanya dengan rasa gugup luar biasa. Ia menunggu beberapa saat sampai garis pada test pack berubah samar.
"Dok..."
"Selamat ya ibu, garis dua." Ucap sang dokter ikut bahagia. "Kita ke pemeriksaan selanjutnya ya."
Helia digiring untuk pemeriksaan usg dengan dibantu dua orang perawat. Air matanya menggenang saat janin yang belum terbentuk sempurna terpampang di depan matanya.
"Karena ini anak pertama untuk ibu Helia, harus lebih hati-hati ya bu. Nanti saya akan memberikan obat penguat janin dan beberapa vitamin. Jangan terlalu stress karena tadi tekanan darah ibu tinggi." Ucap sang dokter dengan ramah.
Helia berpamit dengan perasaan membucah. Ia meremat buku yang akan menemani dirinya selama sembilan bulan, di halaman pertama tertempel hasil usg di bulan pertama kehamilan.
"Gimana?" Tanya Dina dengan rasa penasaran yang tinggi.
"Positif mba."
Helia serta Malvian memang tidak ada niat menunda untuk mempunyai anak. Tapi, Helia juga tidak menyangka akan secepat ini dititipkan seorang anak oleh Tuhan di pernikahan mereka yang belum genap satu bulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unnatural
Fanfiction●Markhyuck Banyak orang bilang kalau menikah dengan sahabat sendiri akan membuat pernikahan menjadi awet karena, sudah saling mengerti dan memahami satu sama lain. Akan jarang terjadi pertengkaran dalam rumah tangga nantinya. Dulu Helia juga berpiki...