Dingin dan Hangat

1.3K 82 0
                                    

Apa alasan Alin mau menikah dengan Dani?

Sesuai dengan yang ia katakan pada kedua sahabatnya, Alin menggunakan ojek online dari kantor. Tapi, tujuannya bukan ke apartemen, melainkan ke RD Corp.

Sebenarnya bukan pertama kali bagi  Alin untuk datang ke perusahaan besar ini. Ia pernah datang untuk melakukan press conference pertunangannya dengan Dani disini. Setelah itu ia tidak pernah datang lagi.

Dani tidak pernah memaksa Alin melakukan sesuatu, begitupun ia meminta pada orangtuanya. Bahkan Dani datang sendirian untuk bertemu dengan banyak orang yang ingin mengucapkan selamat atas pernikahan mereka. Kecuali untuk bulan lalu saat Alin memang setuju untuk datang acara RD Corp. Bagaimanapun juga mereka adalah pasangan suami istri dan Alin harus mendampingi suaminya.

Turun dari ojol, Alin berjalan masuk ke lobby utama dan menghampiri meja resepsionis. "Permisi, Bu. Saya ingin bertemu dengan Daniel Reinaldi." ucapnya.

"Sudah ada janji?" nada wanita resepsionis itu agak ketus pada Alin. Siapa juga yang mau diganggu menjelang jam kantor yang hampir selesai? Mau ketemu dengan Vice President, lagi.

"Belum. Tapi mungkin Ibu bisa info sek...."

"Maaf, Mba, tapi kalo mau ketemu Vi Pi harus buat janji terlebih dahulu, karena beliau orang sibuk." bibir Alin langsung  terkatup saat ucapannya dipotong oleh resepsionis itu.

Alin enggan berdebat, mungkin wanita itu melewati hari yang kurang baik.
"Baik, Bu. Mohon maaf sebelumnya. Selamat sore."

Alin berjalan ke kursi bundar di tengah lobby. Ia memutuskan untuk menunggu. Masalahnya, tadi ia membeli chinese food sebelum kesini dan yang ia tau Dani tidak menyukai makanan yang sudah dingin.

Alin memainkan handphone dalam diam. Entah jam berapa Dani akan selesai meeting dan lebih baik ia tidak menggangu. Terkadang meski ia hanya mengirimkan chat, Dani akan langsung menelponnya. Bahkan Dani pernah menghentikan meeting hanya karena Jeanny yang menghubunginya untuk menjemput Alin di rumah sakit setelah  terjatuh karena sepatunya yang patah.

Sebenarnya Alin bisa menghubungi Antoni, asistennya Dani. Atau, Nesya, sekretarisnya. Tapi, ia merasa tak perlu.

Daripada ia merasa bosan, lebih baik mendengar musik dan membaca novel online. Alin pun memasang headset ditelinganya. Ia tidak menyadari adanya rombongan kendaraan yang tiba di lobby dan membuat semua staff bersiap, begitupun si resepsionis.

Dani keluar dari mobil yang pintunya dibukakan oleh asistennya dan berjalan dengan wajah tanpa senyum. Wajah tampannya memang terkenal dingin tanpa ekspresi. Saat berjalan masuk ke lobby semua staff pun memberikan hormat padanya.

Tiba-tiba Dani berhenti berjalan di tengah lobby. Antoni yang berada dibelakangnya ikut berhenti dengan sejuta tanya. Dani berbalik dan memandang sosok yang sedang duduk di tengah lobby. Itu Alin, ia tidak salah.

Antoni ikut kaget melihat istri Bossnya duduk disana. Ia menggeleng pada Dani setelah memastikan tidak ada info mengenai kedatangan Nyonya barunya itu, bahkan Alin juga tidak ada menghubunginya.

Perlahan Dani berjalan mendekati Alin yang belum menyadari kedatangannya. Ia berdiri dalam diam dihadapan istrinya.

Alin melihat sepasang kaki dengan sepatu mengkilap berdiri dihadapannya. Ia mengangkat kepalanya dan mendapati Dani memberikan pandangan yang hangat. Ia melepas headset dan langsung berdiri sembari tersenyum tipis.

"Dani..." Alin cukup gugup karena banyak mata memandang mereka.

"Kok ga bilang mau kesini?" suara Dani terdengar lembut saat bertanya, hal yang sudah diketahui Antoni kalau nada tersebut hanya ditujukan untuk istrinya. Sangat berbeda jauh dengan keseharian Dani yang dingin dan tegas.

"Sori, aku ga mau ganggu."

"Ga akan ganggu. Kenapa nunggu disini, ga tunggu di ruanganku?"

"Hape yang kamu kasih ga aku bawa, jadi aku bingung mau kontak Ka Antoni dan Ka Nesya. Terus...." Alin merasa ragu untuk melanjutkan jawabannya.

"Terus...?" Dani memiringkan kepalanya untuk menatap Alin yang menunduk.

"Terus... aku ke resepsionis, tapi katanya  harus buat janji dulu." Ia berucap pelan, namun Dani langsung berjalan ke meja resepsionis.

Antoni dengan sigap langsung mengikuti. Alin langsung menarik tangan Dani dan menggeleng pelan saat Dani hendak berbicara pada wanita resepsionis. Ia merasakan tangannya digenggam lembut oleh suaminya.

"Boss, saya aja yang ngomong, ya?" Antoni menyela dihadapan pasangan itu. Dani pun mengangguk.

"Siapa nama kamu?" Antoni bertanya pada wanita resepsionis itu.

"Me... Megi, Pak." wanita itu terlihat gemetar dipandangi mata dingin Dani.

"Berapa lama kamu sudah bekerja disini?

"Du... dua bulan, Pak." Antoni memandang Dani yang dibalas dengan anggukan kepala.

"Baik,Megi, perkenalkan. Ini Nyonya Muda Reinaldi, istri dari Bapak Daniel. Kalau Nyonya Muda datang, kamu bisa mengijinkan masuk. Atau, kamu bisa hubungi Ibu Nesya kalau saya pergi bersama Bapak."

Megi terperanjat, namun langsung menunduk lagi. "Ma... maaf, Bu,,,maksud saya... Nyonya...Saya benar benar tidak tau. Mohon maaf, Pak." Siapa sangka, wanita berpenampilan biasa layaknya seorang karyawan itu adalah istri Vice President RD Corp. Ia merutuki dirinya sendiri dalam hati.

"Gapapa. Saya juga minta maaf ya." ucap Alin.

Dani mengajak Alin langsung menuju ruangannya di lantai paling atas. Namun sebelum meninggalkan lobby, Alin kembali ke tempatnya duduk untuk mengambil tas dan bungkusan makanan yang ia tinggal di kursi bundar, yang kemudian diambil alih oleh Dani.

Dani dan Alin hanya berdua saja didalam lift Ekaekutif, karena Antoni memilih untuk menggunakan lift staff bersama manager yang lain. Dani masih menggenggam tangan Alin dan melirik sebelah tangannya yanh membawa bungkusan makanan.

"Kamu beli apa, Lin?" tanya Dani memecah keheningan.

"Chinese food. Tapi... kayanya udah dingin."

"Gapapa, ada microwave diatas." Dani membalas dengan senyum tipisnya.

Tiba di lantai Direksi.
"Kok ga bilang mau kesini, Lin?" sapa Nesya yang ternyata masih di kantor. Selain sebagai sekretaris, Nesya juga sahabat Dani sejak lama.

Dani bukan tipe orang yang mudah percaya dengan orang asing. Saat Nesya membutuhkan pekerjaan, Dani meminta Papanya untuk memberikan Nesya pekerjaan. Lalu ia memilih Nesya  sebagai sekretaris saat menjabat Vice President.

"Maaf, Kak. Hape yang itu lupa dibawa." Nesya hanya tersenyum paham. Dani memang pernah memintanya untuk membelikan Handphone mahal dengan nomor baru untuk digunakan Alin dan memasukkan kontak-kontak penting, termasuk kontaknya dan Antoni. Tapi sepertinya Alin bukan tipe wanita yang suka barang mahal sehingga tidak pernah menggunakan handphone itu.

Dani mengajak Alin masuk ke ruangan kerjanya dan meminta Alin duduk di sofa.

"Lain kali telpon aku aja, jadi kamu ga akan nunggu lama." ujar Dani yang melepas jas, lalu duduk dihadapan istrinya.

"Aku ga mau ganggu, kan kamu bilang kalo lagi ada meeting."

Dani tersenyum hangat dan meraih tangan Alin, "Kamu lebih penting, Lin. Bukannya kita udah sepakat untuk jalanin hubungan?"

Fallin' Slowly [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang