Namun, Alin ternyata tidak langsung menghubunginya dan Dani dihubungi setelah beberapa bulan kemudian saat ia sudah hampir lupa.
Sekitar 5 bulan sebelum pernikahan saat Dani baru tiba dari perjalanan bisnis. Ia ingin segera mengistirahatkan tubuhnya yang lelah. Handphonenya berbunyi, tapi menampilkan nomor asing. Meski enggan, ia tetap menjawab panggilan itu.
"Anda bilang saya bisa menghubungi bila saya membutuhkan bantuan Anda, kan? Saat ini saya membutuhkan bantuan Anda." Dani bingung saat mendengar kata-kata itu bahkan kata 'Halo' belum terucap dari bibirnya.
Suasana hati Dani menjadi buruk saat menjawab telepon itu. Siapa yang menelponnya dengan nada tidak sopan. Tapi ia langsung terdiam dan membuka matanya saat wanita diseberang sana melanjutkan perkataannya, "Ini Alina."
Malam itu Dani langsung meminta Antoni pulang setelah mengantarnya ke apartement. Setelah mengganti pakaian yang lebih santai, Dani menemui Alin yang sudah menunggunya di cafe tempat mereka pernah mengobrol sebelumnya.
Hening menyelimuti Dani dan Alin yang duduk berhadapan. Sudah hampir 30 menit sejak Dani datang, namun Alin masih saja diam.
"Alina." Dani memanggilnya pelan. Entah kenapa Dani merasa bahwa Alin terlihat sangat rapuh malam itu. Matanya terlihat merah seperti habis menangis dan Alin juga terlihat lebih kurus dari terakhir kali Dani melihatnya, meski ia tetap terlihat cantik dengan tampilannya yang sederhana.
Alin menatap Dani, namun langsung berpaling lagi. Ada keraguan dalam hatinya. Kenapa juga ia menghubungi pria yang sama sekali tidak ia kenal ini?
"Alina." panggil Dani lagi.
"Maaf, saya sepertinya salah. Maaf, karena sudah menghubungi Anda." Alin beranjak dari tempat duduknya.
"Kamu bilang butuh bantuan saya. Apa yang bisa saya bantu?" ucapan Dani menghentikan langkah Alin.
"Mohon dilupakan saja. Tidak perlu dilanjutkan, Pak."
"Kalo kamu tidak bicara, mungkin kedepannya kesempatan ini tidak akan datang lagi." langkah Alin terhenti lagi karena ucapan pria itu.
Benar, kesempatan ini tidak mungkin datang 2 kali. Alin memejamkan mata dengan erat. Ia membutuhkan bantuan, tapi apa ia yakin untuk meminta bantuan pria itu? Lalu akhirnya Alin memutuskan kembali duduk.
Alin membuka pembicaraan dan menceritakan hal yang menurutnya bisa diinformasikan. Dani hanya mendengarkan dalam diam, walaupun dari semua hal yang ia dengar ada beberapa hal yang sudah ia ketahui.
"Terdengar sulit. Saya bisa bantu kamu untuk menyelesaikannya. Lalu, apa yang bisa saya dapatkan dengan membantu kamu?" tanya Dani.
"Apapun, tapi juga masuk akal." Alin menjawab dengan tegas.
Setelah berpikir sesaat, Dani akhirnya berbicara dengan nada yang sangat tenang, "Pernikahan. Kita harus menikah."
"Menikah?? Anda gila ya??!!" tanya Alin yang terkejut dengan solusi yang diberikan pria itu.
"Hanya itu solusi satu-satunya."
"Tapi kenapa?!!"
"Saya membutuhkan pernikahan dan kamu membutuhkan bantuan saya untuk menyelesaikan masalah kamu. Win win solution."
Dani melanjutkan kata-katanya sebelum Alin membuka suaranya, "Kalo kamu ingin berhenti diperlakukan buruk oleh orang-orang seperti Nyonya Viska, serta pergi dari tempat tinggal yang membuat kamu ketakutan karena diganggu pria hidung belang. Kita perlu menikah dan saya pastikan semua itu akan lepas dari hidup kamu."
Alin terdiam mendengar penjelasan Dani. Apa mungkin terbebas dari semua itu? Kesulitan yang menimpanya akan hilang bila ia menikah dengan pria ini?
Alin terdiam cukup lama. Sejujurnya, ia selalu ingin menikah dan membangun rumah tangga. Ia hanya belum bertemu dengan pria yang tepat. Dan saat ini, ia benar-benar tidak pernah menyangka hal yang suci seperti pernikahan menjadi jalan keluar dari masalahnya.
Dani menyadari Alin bukan wanita yang mudah. Terlihat bagaimana ia berpikir keras dengan tawaran yang Dani berikan.
Pernikahan memang bukan hal yang mudah, Dani pun sadar nilai sakral dari sebuah pernikahan. Ia mendambakan pernikahan dengan wanita yang bisa menerimanya dengan tulus, bukan karena nama keluarganya.
Sejujurnya, ada ragu dalam hati Dani dengan mempertanyakan solusi yang ia berikan? Tapi, untuk membantu wanita dihadapannya, hanya itu solusi yang menurutnya tepat. Meskipun mereka harus menikah tanpa adanya cinta dalam hati mereka.
Pada akhirnya, Dani memberikan kesepakatan yang kemudian disetujui oleh Alin. Dengan harapan semoga hal tersebut menjadi pilihan tepat untuk keduanya.
++++++++++
Dani meminta Antoni untuk segera pulang tanpa perlu mengantar mereka. Ia menyetir dalam diam dengan sesekali menggenggam tangan Alin yang duduk tertidur pulas disampingnya.
Tiba di apartement, Dani menggendong Alin dan langsung menempatkannya di ranjang. Tanpa mengganti pakaian, ia berbaring di ranjang menghadap wajah istrinya.
Dani menyentuh pipi Alin dan meraba keningnya pelan. "Lupain yang bikin kamu sulit. Ada aku disini." ucap Dani.
"Boleh peluk?" tanpa balasan Dani menarik kepala istrinya keatas lengannya, tangannya mengelus pelan punggung dan bibirnya mencium pelan pucuk kepala Alin. "Mimpi indah ya."
Dani memejamkan matanya. Ia tidak menyadari saat nafasnya mulai tenang, mata wanita yang dipeluknya justru terbuka.
Sejujurnya bukan pertama kalinya Alin berpura-pura tidur. Pada awalnya ia selalu merasa khawatir kalau saja Dani akan melewati batas dan menggunakan kesempatan saat ia tertidur pulas.
Tapi, Alin salah. Dani selalu menjaga dirinya dan memastikan untuk tidak menyentuh Alin lebih dari yang ia lakukan pada malam ini.
Memang bukan pertama kali bagi Alin dipeluk oleh Dani seperti malam ini. Suatu malam ia pernah mendapat mimpi buruk hingga membuatnya menangis dan Dani berusaha membuat ia bangun. Pada akhirnya ia justru yang meminta Dani untuk memeluknya sepanjang malam.
Dan malam ini, Alin tidak menyangkal bahwa ia merasakan kehangatan dari sentuhan tangan Dani. Ia merasa nyaman dan terlindungi.
Sikap Dani mungkin terlihat dingin, namun ia selalu bersikap lembut dan hangat saat berhadapan dengan Alin. Hal ini yang sering ia dengar dari mertua dan iparnya, Mika, adik laki-laki Dani. Bahkan ia pernah juga mendengar dari Antoni dan Nesya tentang Dani yang memiliki temperamen tinggi, tapi tidak pernah ditunjukkan pada Alin.
Alin memejamkan matanya lagi. Ia menggeser kepalanya hingga terselip pada ceruk leher suaminya yang sudah terlelap. Alin menarik selimut, lalu tangannya menyentuh dada Dani yang bidang.
Dani adalah pria yang baik. Alin sadar akan hal itu. Suaminya tidak pernah memaksa dan selalu berusaha membuat Alin nyaman, bahkan saat mereka harus tampil bersama pada acara yang diadakan RD Corp.
Tapi masa lalu selalu membuat Alin selalu tersadar bahwa mereka berbeda, hingga membuatnya tidak berani melangkah lebih jauh.
Cukup seperti ini, pikir Alin. Mungkin ini semua hanya mimpi indah yang ia inginkan sejak lama. Ia ingin seperti ini terus. Ada rasa tenang, nyaman dan juga... bahagia.
Tapi, apa Alin boleh untuk tidak bangun dan menikmatinya saja?
![](https://img.wattpad.com/cover/325623941-288-k493885.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallin' Slowly [COMPLETED]
RomancePernikahan adalah hal yang sakral. Sama halnya bagi Alin dan Dani. Menikah adalah keinginan mereka, hanya saja tak ada yang tau perasaan keduanya. Tujuan mereka untuk mencari kebahagian, atau jati diri mereka yang sebenarnya?