"Alin emang belum pernah ketemu orang itu sejak lama dan seperti lo tau 'putra mahkota' HS Group ga tinggal disini."
Di tempat lain, Dani menghentikan meeting online yang ia jalani di RD Corp secara mendadak. Membuat Antoni yang duduk dibelakangnya dan Nesya yang baru saja masuk membawakan kopi menjadi terkejut. Tangannya masih memegang handphone setelah menutup telepon dari Shanaz.
++
Bulan lalu Shanaz menghubungi Dani dan meminta bertemu. Mereka bertemu di tempat tertutup yang di pesan oleh Nesya.
"Gue yakin dia." ucap Shanaz pada Dani beberapa bulan lalu. "Dia penyebab Alin ingin pisah sama lo."
"Gue ga ngerti." Dani menatap wanita dihadapannya, yang tiba-tiba menghubunginya sore tadi.
Shanaz memberitahu Dani kalau ia memaksa Alin bercerita alasan keinginannya ingin berpisah dengan Dani. Termasuk memberi informasi bahwa Alin juga mengajukan resign dr HS Group, hal yang tidak diketahui oleh Dani.
Shanaz menceritakan tentang mendiang orangtua Alin dan juga Alvian, kakak kandung Alin yang tiba-tiba menghilang. Serta bagaimana Alin memintanya agar memasukkanya ke program pegawai kontrak HS Group.
"Alin tau dari wanginya?" tanya Dani untuk meyakinkan yang ia dengar.
Shanaz mengangguk. "Pliisss, Dan. Lo doang yang bisa bantu. Alin ketakutan waktu itu. Dia ngerasa harus pergi sejauh mungkin, sembunyi kaya dulu. Selama ini dia coba cari orang itu. Sampai waktu Alin bawain makanan buat gue dan Jeanny, dia liat mobil yang dipake orang yang dateng mukulin Ayahnya masuk ke lokasi HS Group. Dia coba cari itu mobil, tapi seperti lo tau orang itu jarang ada disini, jadi Alin seperti kehilangan jejak."
"Lalu?" tanya Dani kemudian.
"Ini." Shanaz menyerahkan sebuah flashdisk ke Dani. "Ada beberapa hal yang gue temuin, terutama tentang catatan keuangan HS Group yang judulnya 'credit'. Lo bisa cek nama Luthfi Pratista, Karina Isvara dan Alvian Evano Pratista. Juga ada nama Alin disitu."
Dani mengambil flashdisk yang Shanaz berikan, ia melihat sahabat istrinya yang ingin menangis meski terlihat tenang.
"Disitu ada rekaman kamera mobil. Ada satu tempat yang sering didatengin kalo dia lagi disini, selain rumah dan kantor. Belum banyak informasi yang bisa gue dapetin, tapi..." tangan Shanaz terkatup seakan berusaha menguatkan dirinya.
"Tapi, apa?"
"Tapi, meskipun gue ga terlalu yakin, gue mikir Alvian masih hidup." ucapan Shanaz tidak membuat Dani terkejut, ia tetap tenang mendengarkan lanjutan. "Gue belum info Alin karena dia bisa aja dalam bahaya, apalagi kalau orang itu tau kalian akan pisah."
++
"Ton,,, Nes..." setelah berdiam lama Dani akhirnya membuka suara kepada Nesya dan Antoni.
"Lo ga mau lapor polisi, Dan?" tanya Nesya.
"Gak, Nes. Gue punya cara sendiri." Nesya merinding mendengar ucapan Dani yang tajam.
Dani bangkit dari tempat duduknya dan menatap jendela dengan memegang handphonenya dan menelepon.
"Pa, udah waktunya. Aku ga mau kehilangan Alin seperti kehilangan Davi." ucap Dani melalui handphone. "Aku janji. Jangan kawatir, Pa."
"It's time. Alin dalam bahaya." Dani menghubungi orang yang berbeda. "Oke, lo siap-siap aja."
Dani berbalik menuju mejanya sembari melepas jas dan melonggarkan dasinya. Raut wajahnya tidak terbaca dan aura yang ia keluarkan mampu membuat siapapun bergidik, termasuk Nesya dan Antoni. Handphone masih menempel di telinganya.
"Gef, where are you?" Dani menatap Nesya saat menghubungi seseorang lagi. "It's time. Nesya otewe bareng Antoni." Dani menutup panggilan dan melepas dasinya.
"Nes, lo balik sekarang juga, Gefi otewe, dia tau apa yang harus dilakuin." Dani merujuk ke suami Nesya, Geffie Refal Adhitama, rekan bisnis sekaligus sepupu Dani.
Lalu Dani beralih ke Antoni. "Ton, lo pergi sama Nesya. Stay di rumah utama sampe gue hubungi."
"Got it, Boss." jawab Antoni.
"Niel, lo bakal bawa Alin pulang kan?" ujar Nesya sebelum keluar dari ruangan bersama Antoni.
Dani hanya mengangguk dalam diam.
+++++
Di tempat lain, Alin terdiam di sebuah kamar yang terkunci dan juga tanpa jendela. Ia hanya menemukan ventilasi kecil yang cukup memperlihatkan hari yang sudah mulai gelap.
Di tengah perjalanan tadi mata Alin ditutup kain gelap. Ia tak bisa melihat kemana ia pergi. Tapi, ia tau dimana ia sekarang karena ia pernah mencari tahu sebelumnya.
Alin mengingat hal yang terjadi hampir 2 tahun lalu. Alvian menjemput Alin dari kampus. Ia terlihat kacau dan terburu-buru. Kakaknya itu membawa pergi Alin ke tempat tersembunyi.
"Lin, untuk saat ini kamu harus tinggal disini. Pindah secepat mungkin kalo kamu merasa udah ga aman, pastiin ketemu sama orang- orang yang bisa nolong kamu. Pastiin sedikit orang yang tau tentang kamu, keluarga kita. Kamu harus bergerak dengan hati-hati dan jaga diri kamu. Kakak akan kontak kamu secepatnya." ucap Alvian saat itu.
"Kakak mau kemana?" ujar Alin dengan cemas. Ia tidak ingin ditinggal oleh kakaknya, hanya Alvian yang ia punya saat ini.
"Lin, cuma ini yang bisa Kakak lakuin, saat ini. Jangan cari kakak sampai kakak kontak kamu. Paham?" Alvian kecup kening adiknya dengan cepat dan pergi meninggalkan Alin didalam kamar kost yang pengap.
Alin terus menerus berpindah ke banyak tempat dengan bantuan Jeanny dan Shanaz. Ia berpikir menginap di apartement Shanaz adalah salah satu tempat yang aman untuknya. Tapi Alin salah, tidak sampai ia sadar beberapa waktu lalu, karena tidak menyadari situasi yang sebenarnya dan ia tidak mungkin membahayakan kedua sahabatnya.
Pintu kamar terbuka. Dari wangi yang tercium, ia tahu siapa yang datang. Ia berbalik dan menatap dingin sosok yang datang.
"Hai, Alina." pria itu menyapa dengan senyum yang tidak pernah Alin lupa.
Alin tidak merasa perlu menanggapi sapaan itu. Matanya menatap pria itu dengan dingin.
Calvin Alterio Sadriansyah yang ternyata adalah putra dari CEO HS Group. Kenapa Alin tidak menyadarinya sejak awal?
"Kamu keliatan makin cantik dari terakhir yang saya lihat. Apa mungkin karena status kamu yang berubah sebagai Nyonya Muda Reinaldi?" Alin sama sekali tidak tertarik menjawab pertanyaan pria dihadapannya.
"Anda juga tidak berubah, tuan muda kelvin yang terhormat. Anda masih terlihat seperti bajingan." Calvin bersiul mendengar ucapan Alin.
"Sekarang kamu seperti macan betina yang galak. Padahal dulu kamu seperti kucing betina yang mudah menangis karena ketakutan. Apa menjadi bagian keluarga Reinaldi sudah mengubah kamu?" Alin tidak meladeni kata-kata Calvin.
"Ngomong-ngomong, ada info yang saya terima, kalau kamu meninggalkan apartemen Daniel Reinaldi. Apa kalian berencana untuk berpisah? Kalo benar, saya bisa menampung kamu seperti dulu. Dan juga....." Calvin tersenyum nakal yang mungkin membuat banyak wanita tergoda, tapi tidak untuk Alin.
"...saya bisa memberikan servis lebih baik daripada Reinaldi. Servis yang sudah tertunda sejak lama, yang tidak akan membuat kamu berpaling dari saya." Alin memutar matanya tak peduli dengan ucapan Calvin.
"Apa Anda sudah selesai berbasa-basi, tuan muda kelvin yang terhormat? Saya tidak ingin bertele-tele. Dimana Anda menyembunyikan kakak kandung saya?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Fallin' Slowly [COMPLETED]
RomansaPernikahan adalah hal yang sakral. Sama halnya bagi Alin dan Dani. Menikah adalah keinginan mereka, hanya saja tak ada yang tau perasaan keduanya. Tujuan mereka untuk mencari kebahagian, atau jati diri mereka yang sebenarnya?