Alin harus melalukan apa?
Malam itu Alin dan Jeanny menginap di apartemen Shanaz.
"Lin, lo harus ngasih tau Dani. Dia harus tau, Lin, itu anak dia." sejak dari rumah sakit Shanaz terus berusaha membujuk Alin yang menolak memberi tahu kehamilannya pada Dani.
"Anak gue, Nass. Gue yang hamil. Cukup gue, dia ga perlu tau." Alin masih tetap dengan pendiriannya.
"Tapi, lo ga bakal bunting tanpa dia. Lo ga mungkin gedein tuh anak tanpa laki lo. Apalagi lo baru ngajuin resign, emang lo bisa sendirian?" ujar Jeanny yang jarang-jarang sepaham dengan Shanaz.
"Gue bisa. Lagian gue ga sendiri, kan ada kalian juga... Kalian bakal bantu gue kan?" Alin tersenyum tipis pada kedua sahabatnya.
"Lo ga mau batalin surat resign aja?" Jeanny menghela nafas melihat Alin menggeleng.
"Lo tetep mau pisah ama Dani?" dengan mengelus perutnya, Alin menjawab pertanyaan Shanaz dengan anggukan yang mampu membuat kedua sahabatnya terdiam.
Baik Shanaz maupun Jeanny tidak mau beragumen dengan Alin. Entah apa yang dipikirkan Alin saat ini, mereka hanya bisa mendukung keputusan Alin. Paling tidak mereka harus memastikan untuk menjaga Alin hingga anak yang dikandungnya lahir.
+++++
2 minggu setelah mendapatkan hasil kehamilannya. Alin mulai mencicil merapikan mejanya karena dalam beberapa hari kedepan adalah hari terakhirnya bekerja di HS Group.
"So, lo uda mantap nihh cuma jadi Nyonya dirumah, Lin?" Reni salah satu rekan yang duduk di meja sebelah menegornya dan Alin hanya bisa tersenyum. "Lagian elo punya laki kaya, masih kerja aja. Kalo gue mending tidur."
Alin hanya tertawa tipis menanggapinya.
"Terus Ka Alin abis dari sini mau kerja kemana?" tanya Vita yang duduk didepannya.
"Hhmmm... ngikutin saran Reni kali ya... Nikmatin hidup, banyakin tidur." Alin dan Vita tertawa bersama Reni yang menatap mereka bingung.
Sore harinya Alin menunggu kedua sahabatnya di lobby karena mereka akan makan malam bersama.
Saat Alina melihat kedua sahabatnya tiba di lobby, ia pun beranjak berdiri. Tapi langkahnya dihentikan oleh 2 orang pria yang berpakaian formal layaknya karyawan dan tentunya tidak ada orang yang curiga kepada mereka.
"Kalian siapa?!" Alin memang bukan wanita penakut, jadi ia tak peduli dengan orang asing yang mengganggunya.
"Kalo Anda tidak mau kedua sahabat Anda dalam bahaya juga, Anda lebih baik ikut kami dengan tenang, Nyonya." salah satu pria mengeluarkan sebuah pisau yang pastinya hanya bisa dilihat oleh Alin.
Mereka mengancam Alin menggunakan kedua sahabatnya yang sedang menatap dari jauh dengan bingung. Tapi, tidak hanya itu, ia juga memikirkan janin yang ada di rahimnya.
"Oke, saya ikut kalian." Alin berjalan di antara kedua pria itu sembari melihat sekilas kearah 2 sahabatnya.
"Alin rujuk ama Dani? Tumben ada yang jemput." ujar Jeanny, namun Shanaz justru menariknya tangannya dan keluar dari pintu samping.
"Jen, ingetin nomer plat nya." ujar Shanaz dengan berbisik saat tiba diluar gedung.
"Hah? Apa?" tanya Jeanny bingung.
"Liat dan inget nomer plat mobilnya!!!" Shanaz seperti mencicit saat suaranya meninggi dan wajahnya dibuat sedatar mungkin, sedangkan tangannya terlihat sibuk dengan handphone.
"Oke, oke." jawab Jeanny meskipun masih bingung.
"Apa lo cinta ama Alin?!" ucapan Shanaz yang tegas membuat Jeanny berbalik sesaat setelah mobil yang membawa Alin pergi meninggalkan lokasi HS Group.
Jeanny tak pernah mendengar Shanaz marah. Ia mengenal sahabatnya sebagai orang yang selalu lebih banyak diam daripada mengeluarkan suara dengan emosi. Shanaz adalah tipe yang selalu dewasa dan berucap dengan elegan. Tapi entah dengan siapa yang Shanaz hubungi tanpa sapaan itu.
"Gue tanya, apa lo cinta ga sama Alin?!!" bahu Shanaz disentuh Jeanny yang berusaha menenangkannya.
"Apa lo masih ga bisa jawab?! Lo masih mau mikir berapa lama lagi? Apa lo bener-bener mau kehilangan dia?!!" Jeanny berusaha mendekatkan telinga ke handphone yang digenggam Shanaz.
"Fine, kalo lo ga mau jawab. Gue bakal pastiin lo ga bisa liat dia lagi!! Dan gue juga bakal pastiin lo menyesal seumur hidup!!"
"Gue cinta dia." suara pria terdengar saat Shanaz melepas handphone dari telinganya.
Shanaz menghela nafas menenangkan dirinya sendiri, "Seperti yang gue takutin, Alin dalam bahaya. Dia baru aja dijemput orang ga dikenal." ucapnya kemudian yang membuat Jeanny terkejut.
Jeanny melihat Shanaz yang mungkin terlihat tenang, tapi airmatanya sudah berlinang dan suaranya terdengar gemetar.
"Jen, berapa nomer plat mobil tadi?" tanyanya sembari menatap Jeanny.
"2.. 0.. 8 SG." Jeanny agak terbata saat menjawab. Banyak pertanyaan di kepalanya.
"Lo denger kan? Lo tau itu mobil siapa kan? Gue ga tau apa yang bakal lo lakuin. Tapi kalo lo cinta dia, lo harus bisa nemuin Alin. Selagi lo bergerak, kasih tau gue apa yang perlu gue dan Jeni mesti lakuin?"
"Jangan lakuin apa-apa, lo dan Jeni bisa dalam bahaya. Serahin ke gue." ujar pria itu dengan nada yang berwibawa, Shanaz pasti akan ciut karena sudah membentaknya kalau tidak memikirkan Alin, "Tunggu kabar dari gue."
"Satu lagi." Shanaz menghela nafas pelan, "Alin lagi hamil, usianya tiga bulan." Shanaz mematikan sambungan telepon.
"Nass... lo ngomong apa barusan? Alin dalam bahaya? Lo tau darimana? Siapa yang lo telepon barusan?" wajah Jeanny terlihat panik, namun Shanaz berusaha menenangkannya.
"Gue telepon Dani. Denger, Jen... gue akan cerita semuanya. Sekarang kita ke apartemen gue." Shanaz menarik tangan Jeanny menuju mobilnya.
Saat tiba di apartement, Shanaz mulai bercerita banyak hal pada Jeanny. Semua berawal dari tekad Alin untuk berpisah dengan suaminya, bahkan resign dari HS Group yang merupakan salah satu perusahaan yang diminati banyak orang sebagai tempat kerja. Shanaz juga mengingatkan Jeanny tentang peristiwa dimana Alin hampir diperkosa dan mereka menolongnya.
Dari cerita Alin, Shanaz berusaha mencari tahu hingga ia menemukan banyak hal yang membuatnya terkejut. Ia berusaha hati-hati hingga tidak bisa memberitahu Jeanny dan diam-diam menemui Dani.
"Lo yakin, Nas?" tanya Jeanny yang dijawab dengan anggukan oleh Shanaz.
"Gue minta lo ingetin nomer plat mobil tadi karena gue pengen mastiin gue ga salah liat." Shanaz melihat Jeanny yang mondar mandir di hadapannya.
"Apa aja yang uda lo laporin ke Dani?"
"Semua, Jen. Dari cerita tentang bokap Alin, kakak Alin yang hilang secara tiba- tiba. Alin yang minta tolong kita untuk masuk ke HS Group walaupun cuma jadi pegawai kontrak. Sampe hal yang membuat Alin ingin pisah karena dia akhirnya uda nemuin orang itu."
"Dan orang itu anak CEO kita?"
"Alin udah cari tau." jawab Shanaz.
"Alin bisa aja salah, Nas."
"Gue juga udah cari tau, Jen. Meskipun ga banyak, tapi cukup." ujar Shanaz. "Alin emang belum pernah ketemu orang itu sejak lama dan seperti lo tau 'putra mahkota' HS Group ga tinggal disini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallin' Slowly [COMPLETED]
RomancePernikahan adalah hal yang sakral. Sama halnya bagi Alin dan Dani. Menikah adalah keinginan mereka, hanya saja tak ada yang tau perasaan keduanya. Tujuan mereka untuk mencari kebahagian, atau jati diri mereka yang sebenarnya?