"....Gue titip adek gue.... Jangan... lo sakitin dia.... Bikin dia hepi... Paham...?"
Alvian meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit dan Calvin pun dipenjara dengan tuntutan berlapis.
2 hari kemudian Alvian dimakamkan tidak jauh dari makam orangtuanya. Dengan memaksa Dani untuk meminta ijin dokter, Alin bisa ikut menyaksikan pemakaman kakaknya.
Setelah pemakaman, Dani membawa Alin kembali ke rumah sakit. Beruntung janin yang dikandung Alin masih bisa bertahan, namun ia harus tetap dirawat untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Peristiwa yang melibatkan RD Corp dan HS Group menjadi berita besar. Berita tentang peristiwa kematian David pun juga terangkat kembali. Tapi keluarga Reinaldi terlihat lebih siap daripada 5 tahun lalu saat David meninggal dunia. Apalagi saat ini fokus utama mereka adalah kesembuhan Alin. Dani juga meminta Shanaz dan Jeanny untuk bekerja di RD Corp, termasuk memberi mereka tempat tinggal baru.
Setelah 2 minggu di rumah sakit, Dani membawa Alin ke rumah keluarga Reinaldi karena permintaan Mama Arshinta dan Papa Jimmy. Shanaz dan Jeanny juga ikut menunggu Alin disana, yang kemudian menemaninya didalam kamar.
"So, kalian sekarang di RD Corp?" tanya Alin.
"Yup, minggu depan kita mulai kerja. Sekarang nikmatin libur dulu." jawab Jeanny. "Tapi, Lin, jangan pikir aneh- aneh. Gue engga minta kerjaan ke Dani. Sumpah." Alin tersenyum.
Saham HS Group jatuh akibat peristiwa yang terjadi. Keluarga Sadriansyah melakukan press conference untuk permintaan maaf secara terbuka kepada keluarga Reinaldi. Hardi Sadrianyah bahkan mengakui kegagalannya sebagai seorang Ayah karena tidak mengetahui kejahatan putranya.
"Nass..." Alin memanggil sahabatnya yang sejak tadi terdiam. "Thank you. Dani udah cerita semuanya. Yang elo lakuin bisa jadi bahaya buat diri lo sendiri. Thank you, once againt."
"Itu gunanya sahabat, Lin. Dan elo lebih dari sekedar sahabat buat gue. Lo sodara gue." rasanya beban dipundak Shanaz terangkat.
"Ama gue engga? Gue ngapalin nomer plat mobil... itu butuh mata jeli." Jeanny membelalakkan matanya membuat kedua sahabatnya tertawa. Dani yang mengintip dibalik pintu merasa tenang melihatnya.
"Lo juga, Jen. Makanya gue dan syanas sayang banget ama lo. Apa jadinya gue dan syanas kalo ga ada lo." ujar Alin.
"Jangan ngomong gitu... Lo kan juga punya Dani. Jadi, sekarang giliran gue dan syanas yang cari suami." ujar Jeanny dengan senyum lebar. "Lin, apa ga ada temen atau sepupu Dani buat dikenalin ke kita?" Alin hanya tertawa kecil mendengar pertanyaan Jeanny.
Mama Arshinta tidak mengijinkan Alin untuk keluar dari kamar agar dapat beristirahat. Sehingga Shanaz dan Jeanny menemani Alin hingga malam tiba. Setelah makan malam, mereka pun pamit pulang.
Setelah mandi yang dibantu oleh Dani, Alin masih belum bisa tidur. Ia beranjak dari ranjang dan berdiri dekat jendela. Bayangan terakhir wajah Alvian masih membekas dipikirannya.
Pintu kamar terbuka dan Dani masuk dengan membawa segelas susu lalu meletakkannya pada meja kecil tak jauh dari Alin berdiri.
Perlahan Dani memeluk Alin dari belakang. Mereka berdua terdiam. Sejak bertemu kembali, Dani selalu berada di dekat Alin. Ia bahkan bekerja dari rumah sakit. Namun mereka belum pernah benar-benar mengobrol. Tidak tentang mereka berdua.
Alin tidak banyak bertanya, namun Dani yakin ia harus menjelaskan kenapa ia bisa bersama Alvian. Dan Alin hanya mendengarkan dalam diam. Sesekali Alin terlihat mengobrol dengan keluarganya atau sahabatnya. Namun dengan Dani, Alin seakan menutup rapat bibirnya.
"Kenapa belum tidur?" tanya Dani dengan lembut. Ia meraba tangan Alin yang memegang perutnya yang buncit.
Alin melepaskan pelukan dan berbalik menghadap Dani. Ia menatap dengan sendu wajah yang ia rindukan. Alin memeluk Dani. Sesaat kemudian isak tangis terdengar. Dani memeluk Alin dengan erat tanpa bersuara.
+++++
3 bulan setelah menikah. Dani pergi bersama Mika, Geffie dan Antoni. Mereka masuk ke sebuah gedung yang terlihat tua setelah memastikan 2 orang penjaga pergi darisana saat malam.
"Ton, lo yakin disini?" bisik Mika karena tidak melihat adanya tanda kehidupan disana.
"Yakin, Boss kecil." balas Antoni dengan berbisik juga.
Mereka memeriksa satu per satu kamar yang ada di gedung tersebut. Namun kosong. Geffie melihat sebuah tembok yang terlihat rusak, lalu mengetuknya pelan.
"Disini." ujar Geffie. Itu tembok sebuah ruangan, tapi dimana pintunya?
Diikuti oleh 3 orang lainnya, Geffie melangkah mencari pintu yang tersembunyi.
Saat mereka sibuk mencari, terdengar sebuah mobil datang dari luar. Mereka berempat dengan tenang bersembunyi.
Mata Dani terbelalak melihat sosok yang ia kenal dan meminta Mika yang juga terkejut untuk tidak mengeluarkan suara. Beruntung mereka bersembunyi di tempat yang berlawanan arah dengan yang dituju sosok itu dan anak buahnya.
Saat menunggu, mereka mendengar suara pria yang berteriak kesakitan.
"Niel...?" anggukan Dani menjawab pertanyaan yang terucap dari bibir Geffie.
Hampir 2 jam mereka menunggu hingga akhirnya sosok itu terlihat keluar.
"Apa kalian yakin Alina engga datang lagi ke sekitar sini?" tanya sosok itu ke anak buahnya.
Alina? Dani tidak salah dengar nama istrinya yang disebut. Geffie, Mika dan Antoni menatap wajah Dani yang tidak terbaca.
"Engga, Boss. Sudah lama." ujar salah 1 anak buahnya.
"Hhmmm... apa mungkin ia tidak cerita ke Reinaldi?" sosok itu bertolak pinggang dan mengetuk-ngetuk lantai dengan kakinya. "Kalian jaga yang bener, karena Reinaldi bisa bergerak tanpa kita tau. Paham?"
"Paham, Boss."
Sosok itu tidak salah, karena Dani sudah ada disana. Setelah mendengar suara mobil yang pergi. Dani dan Geffie menyusuri arah yang dituju sosok tadi, sedangkan Mika dan Antoni berjalan kearah jalur utama untuk menghadang siapapun yang akan menghalangi mereka.
Geffie menemukan sebuah pintu tak terlihat karena warna cat yang sama dengan tembok dan tanpa knop pintu. Telinga Dani menempel di tembok saat Geffie mencoba membuka pintu. Ada sebuah rintihan terdengar dari dalam.
Setelah hampir 10 menit mencoba, akhirnya pintu terbuka ke sebuah ruangan tanpa jendela. Dani melihat sesosok yang terikat dengan babak belur dan luka bakar diwajahnya.
Geffie memotong tali yang mengikat tangan dan kaki sosok itu. Sedang Dani merengkuh tubuhnya.
"Siapa... kamu?! Siapa... kalian?!" tanya sosok itu dengan tegas namun suaranya terdengar lemah.
"Alvian, saya Daniel. Saya suami dari Alina." ucap Dani.
"Suami Alin? Ga mungkin... ga mungkin. Adik saya ga mungkin menikah dengan pria kaya seperti kamu." ucap Alvian dengan lirih. Meski penampilannya biasa, tapi pria itu bisa melihat Dani dan Geffie bukan orang sembarangan.
"Niel, kita harus pergi. Disini ga aman." ujar Geffie yang dijawab dengan anggukan.
"Saya akan jelasin nanti. Sekarang kita harus pergi." ujar Dani yang menatap Alvian.
Alvian berdiri dibantu Dani dan Geffie. Mereka berjalan pelan menuju jalur utama. Mika dan Antoni sudah menunggu dengan 2 pria anak buah yang mereka lihat tadi dengan tangan terikat dan pingsan.
Didalam mobil, Alvian terbaring setelah menenggak air yang Antoni berikan. Ia berpikir keras dengan ucapan pria yang menolongnya. Alin, adiknya sudah menikah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Fallin' Slowly [COMPLETED]
RomancePernikahan adalah hal yang sakral. Sama halnya bagi Alin dan Dani. Menikah adalah keinginan mereka, hanya saja tak ada yang tau perasaan keduanya. Tujuan mereka untuk mencari kebahagian, atau jati diri mereka yang sebenarnya?