Malam ini mereka saling menyembuhkan.
Alin bangun dengan badan yang remuk. Tubuhnya masih tertutup selimut. Tapi tak ada siapapun disampingnya.
Pipi Alin merona saat mengingat pergumulan panas yang ia lalui bersama suaminya semalam. Ia sudah menjadi istri seutuhnya. Tapi kemana Dani sepagi ini? Bukannya ini hari sabtu?
Alin mencari pakaiannya, tapi hanya menemukan kaos dan celana yang biasa ia gunakan untuk tidur, sehingga Alin mengenakannya tanpa bra. Ia lalu melangkah keluar kamar mendapati suaminya yang toples berada didapur.
"Morning." ucap Alin dengan berjalan kearah dapur.
"Morning, sayang." Alin masih belum terbiasa, meski sepanjang malam tadi Dani selalu memanggilnya dengan sebutan itu.
Alin memberanikan diri mendekati Dani dan memeluknya dari belakang. "Bikin apa?" suaranya terdengar manja, hal yang tidak pernah didengar Dani.
"Pancake. Kamu suka kan?" anggukan Alin membuat Dani tidak fokus, apalagi tangannya meraba dada Dani yang bidang. Dani bisa merasakan puncak payudara Alin di punggungnya.
"Lin, jangan ganggu aku. Nanti aku ga kelar-kelar masaknya." Alin hanya tersenyum mendengar perkataan suaminya, lalu mencium lengannya dengan lembut.
Alin melepas pelukannya, lalu berjalan kearah lemari untuk mengambil piring.
Dani menyelesaikan masakannya dengan cepat. Setelah mematikan kompor, ia berbalik dan meletakkan pancake diatas meja island. Lalu menggendong istrinya untuk duduk.
"Kamu ganggu aku masak, jadi harus dikasi hukuman." ucap Dani dengan seringai nakal.
"Hukuman apa?"
"Morning kiss." Dani langsung mencium bibir Alin tanpa aba-aba.
Dani tetap dalam posisi berdiri dan menyuapi Alin menggunakan bibirnya. Kaki Alin merangkul pinggang Dani sehingga mereka berpelukan erat tanpa ingin terlepas.
Tangan Dani menemukan ujung kaos Alin dan mengangkatnya melewati kepala sehingga mereka sama-sama topless.
Alin melepas ciuman, menatap mata Dani yang dipenuhi hasrat, "aku ga nemuin bra dan celana dalem yang aku pake semalem." ujarnya.
"Kamu udah ga perlu pake kalo lagi berdua ama aku." Dani mengarahkan tangan Alin kedalam celananya, menyentuh kejantanannya yang tanpa celana dalam.
"...karena aku juga ga butuh untuk ini. Dia maunya masuk ke rumah yang ini." Dani meraba area sensitif Alin yang masih tertutup celana tidur.
Tangan Dani menarik celana Alin dan meraba area sensitif yang terbuka dengan lembut. Bibirnya mengulum payudara Alin seperti bayi. Desahan dikeluarkan bibir Alin tanpa henti dengan tangannya mengelus benda keras dibalik celana Dani yang sudah melorot dan ia turunkan dengan kakinya, sehingga mereka menjadi polos tanpa sehelai pakaian.
Alin merangkul erat leher Dani yang menggendongnya dari meja island menuju sofa. Mereka duduk dengan saling tatap. Alin mengelus rambut dan pipi Dani. Alin merasakan tangan Dani yang bergerak pada tubuh polosnya lalu berakhir dengan bibirnya yang menghisap puting kedua payudaranya secara bergantian.
"Dan..." desah suara Alin memanggil Dani yang tak kunjung berhenti mengulum kedua payudaranya, dengan tangannya yang meremas lembut pinggulnya.
"Panggil aku Niel..." potong Dani, dengan menurunkan sebelah tangan istrinya untuk meraba kejantanannya.
"Emang gapapa?" tanya Alin dengan ragu.
"Gapapa, karena kamu istriku, wanita yang hidup sama aku. Atau kamu mau panggil aku dengan nama lain?"
"Apa?"
"Sayang... Honey... Darling... Baby..."Alin tersenyum mendengar jawaban Dani.
"Gimana kalo 'Hubby'?"
"Dengan senang hati diijinkan untuk Nyonya Reinaldi." Dani mengecup bibir Alin. Lalu ia menarik bibirnya lagi dengan tangannya mengelus perut Alin. "Semalam aku buang didalam. Apa gapapa? Apa kamu mau hamil anak aku, anak kita?"
Alin terharu dan memberi anggukan pada Dani yang kemudian memeluknya. Tubuh polos mereka menempel tanpa jarak. Dani mencium telinga, leher dan pundak Alin terus menerus sementara istrinya meremas rambutnya hingga mengeratkan pelukan yang tak ingin mereka lepas.
Dani membaringkan Alin. Mereka berciuman dengan gelora panas yang memenuhi tubuh mereka.
"Apa masih sakit?" tanyanya dengan nada benar-benar khawatir karena permainan panas semalam adalah yang pertama bagi Alin, juga dirinya.
Alin menggeleng. Lalu Dani membuka kaki Alin dan meraba bagian intim yang masih memerah. Dengan perlahan ia memasukkan kejantanannya ke area intim istrinya. Ia mengawali dengan gerakan pelan, lalu secara seirama mereka mempercepat peraduan tubuh mereka.
Selama 4 jam mereka memenuhi semua perasaan mereka dalam penyatuan yang tak ingin mereka hentikan. Tapi, Dani tahu Alin kelelahan. Jangan sampai ia membuat istrinya tak bisa berjalan esok hari.
Alin berbaring disamping Dani dengan membuat lingkaran disekitar dada bidang suaminya dengan jarinya. Ia terdiam menikmati rasa nyeri pada bagian intinya akibat pergumulan nikmat yang baru saja ia lakukan dengan Dani, sedangkan kepalanya memikirkan banyak hal.
Dani merapikan rambut Alin yang berantakan dan mengelus lembut punggung Alin dengan menyentuh payudaranya yang bersandar manis pada tubuh Dani. Sedangkan sebelah tangannya mencubit lembut paha Alin yang berada diatas perutnya. Ia menyukai percintaannya dengan Alin. Kalau ia tidak mengingat istrinya yang sudah lemas, ia masih akan menuruti hasratnya yang membara karena sentuhan Alin mampu membuatnya terangsang.
"Niel..." panggil Alin.
"Ya, sayang?"
"Jangan tinggalin aku ya. Aku ga punya siapa-siapa lagi. Aku udah nyerahin diri aku ke kamu seutuhnya."
Dani langsung bangkit dan duduk. Ia mengangkat tubuh Alin dan mendudukkan diatas pangkuannya. Dani merengkuh wajah istrinya.
"Jangan pernah bilang kamu ga punya siapa-siapa. Ada aku, sayang. Kamu punya aku, Lin."
Alin memeluk leher Dani dengan erat.
"Soriii, aku lupa kalo aku punya kamu. Cuma kamu yang aku punya, Daniel. Jangan tinggalin aku."Dani membalas pelukan istrinya. Seakan mereka membagi rasa sakit dalam hati keduanya.
"Apa olahraga dari tadi malam sampai pagi ini masih kurang buat buktiin aku ada buat kamu, cuma buat kamu?" Dani mengeluarkan candaan agar Alin bisa menjadi rileks.
Alin melepaskan pelukannya. Senyum jahil terpasang pada wajah tampan suaminya. "Emang kamu baru pertama kali?"
"Pertama kali lahhh.... Kamu yang pertama dan terakhir, Nyonya Alina Reinaldi. Juniorku cuma maunya sama kamu." Dani mengelus hidung Alin dengan hidungnya.
"Bener ya? Awas, kalo berani masuk ke tempat lain. Aku potong junior kamu."
"Iya, Nyonya. Mana berani aku bawa dia ke tempat lain. Pengennya buang disini aja." Dani mengelus area intim Alin dan naik ke perutnya. "Cuma kamu ibu untuk anak-anakku, anak kita."
Dani mencium bibir Alin dengan mesra. Janjinya dalam hatinya masih sama seperti saat ia mengajak Alin menikah, menjaga wanitanya sepenuh hati.
Dani tidak akan membiarkan siapapun menyakiti orang-orang yang berada didalam hidupnya, terutama Alin. Tidak setelah ia kehilangan Davi yang mampu membuat keluarganya merana.
Hanya dia yang bisa melindungi Alin, pikir Dani.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fallin' Slowly [COMPLETED]
RomansaPernikahan adalah hal yang sakral. Sama halnya bagi Alin dan Dani. Menikah adalah keinginan mereka, hanya saja tak ada yang tau perasaan keduanya. Tujuan mereka untuk mencari kebahagian, atau jati diri mereka yang sebenarnya?