Tania pov
Aku sempat mendengar pertengkaran Tiff dan Tere. tapi yang tadi itu bukan pertengkaran karena usil seperti biasanya. Sepertinya ada unsur perdebatan hebat. Ah, aku mulai seperti Tere.
"Tere.. Tiff.. Temenin ke ruang osis. Aku disuruh gambar ini tadi sama Kak Jordy." Ya, aku benar benar berbakat soal seni. Sampai aku disuruh ngegambar wajah salah satu osis. Jordy Jonatan.
"Gue mau ke-" masa bodo dengan apa yang ingin Tere lakukan. Aku menarik tangan Tere dan Tiff.
"Taniaaa!" Mereka berteriak lagi. Aku tidak perduli.
Aku mengetuk pintu. Tidak ada jawaban. Oke, apa osis pada ketiduran di dalam? Masa bodo, ku buka pintunya dan..
Oh my god, gosh, got apapun itu. Aku nggak salah liat kan? Itu..
"Hai Tan."
"Rio? Lo..." Rio ada disini?! Iya! Dia lagi nyerahin hasil gambarnya juga.
"Iya, gue keterima disini."
"Bukannya-"
"Ekhem.." ternyata kak Jordy tidak ingin di abaikan. "Kalian.. dari sekolah yang sama? Punya bakat yang sama?" Aku dan Rio mengangguk. Yeah, aku dan Rio memang pandai seni. "Cocok." Satu kata! Satu kata yang ngebuat seluruh rasa hormat dan kagumku ke kak Jordy menghilang. Kami cocok dari mana coba?!"Maaf, kakak ga salah?" Aku memakai nada yang pedas.
"Enggak" singkat, padat, jelas, dan nyebelin. Oke, kayanya mereka kembaran soal sikap nyebelinnya itu. Iya, Rio dan kak Jordy.
Tiba tiba kak Jordy tertawa. "Kamu lucu." Ini osis gila lain, hah?! Aku yakin nya pake banget kalau aku lagi kesel yang ada mukaku serem. Bukan lucu.
"Maksud kakak apa ya? Saya bukan badut ancol lho kak." Aku melipat tangan didepan dada dan menaikkan satu alisku. Gaya Tere banget.
"Em, aku bilang kamu lucu. Bukan ngatain kamu badut ancol." Kak Jordy mendekat. "Jadi jangan salah faham, manis." What? Manis? Dikira gue si manis? Yang meong meong itu?
"Tuh, kamu makin lucu." Kak Jordy mengambil alih gambar ditangan ku. "Hm, kalian cocok jadi patner."
"Enggak!" Kok aku teriak?
"Kenapa? Rio terlihat tidak ada masalah? Kenapa denganmu? Aku fikir kalian pernah satu sekolah ditambah kalian punya bakat yang sama. So, kalian bakal aku masukkin ke ekskul lukis." Tadi ngomongnya irit banget. Sekarang malah panjang kali lebar. Doh.
"Oke, ga ada pembelaan. Sampai ketemu di ekskul yang aku ketuai." Aku memandang benci kearah Rio. Sementara dia malah menatap tajam kak Jordy. "Loh, kalian masih mau disini?" Idih, ogah.
Aku menghentakkan kakiku kesal. Dua sahabatku sudah mengerti. Mereka hanya memandangku dengan tatapan biasa.
"Kenapa dia bisa ada disini, sih?! Bukannya dia dapat beasiswa di singapur? Kenapa dia masih disini?!"
"Oh, ayolah Tan. Jangan biarkan dia menghancurkanmu lagi."
"Dia menolak beasiswanya." Aku membelalakkan mata.
"Kenapa? dia ga mau ke singapur? Maunya ke afrika?! Gue kirim kesana sekalian, biar kena virus ebola."
"Entah.. yang gue tau dia nolak beasiswanya. Sama kaya gue. Cuma kalau gue kan alesannya kalian."
"Mungkin dia ngikutin lo." Aku menatap Tiffany garang.
"Eh.. eng.. kan mungkin, Tan. Mungkin."
"Tiff.." Tere nampak mengkode Tiff. "Kami pergi dulu ya, Tan. Gunain waktu lo sendiri." Nah, bagus. Mereka sadar akhirnya.
'Mungkin dia ngikutin lo' sekarang kata kata Tiff malah muter muter kaya lagu diradio di otakku. Oh, ayolah. Buat apa sih seorang Rionallendra ke SMA biasa kalau dia bisa SMA di singapura? impossible banget dia ngikutin aku.
"Lo itu kaya bayangan tau gak?! Ngikutin gue mulu! Gue tuh udah pengen ngebuat lo jadi masa lalu! Kenapa lo masih jadi bayang bayang dalam hidup gue?"
"Lo selalu ada. Tapi lo ga nyata! Lo ga bisa gue raih. Kadang lo menghilang saat gue dalam kegelapan. Lo nyebelin! Nyebelin! Dasar Mr. Nyebelin!"
2 Tahun lalu. Sekolah menengah pertama Fradais.
"Psst.. aku dengar dia baru putus."
"Benarkah? Ah, ga mungkin."
"Itu benar. Jessica yang memutuskannya."
"Sayang banget ya, padahal mereka hampir setahun."
"Jangan nguping mereka terus, Tan." Sekejap saja Tere sudah ada di hadapanku. Ah, anak ini.
"Kamu udah dengar beritanya?"
"Aku rasa kamu tahu jawabannya."
Aku mengehela nafas. "Ini kesempatan.. but, ini hampir ga mungkin."
"Kan hampir, dan.. apa yang ga mungkin?"
"Buka matamu, Tere. Lihat aku! Ibarat angka, aku tuh -100 dan Jessica tuh 100! Jaraknya jauh Ter. Dia ga akan mau sama aku. Yang ada aku dipermalukan."
"Aku tau. Tapi segalanya mungkin kan?"
"Baiklah, akan ku coba fikirkan caranya dulu."
"Hati hati, Tan. Jangan terkena jaring nelayan. Jauhi perahu nelayan." Tere apalagi sih? Ga ngerti.
"Aku bukan ikan, Tere." Ia hanya tersenyum.
"Aku dipanggil bu Rossa. Semoga sukses." Ia pergi. Susah ya punya temen aneh.
Aku melihat Rio diujung lorong. Oke, ga ada orang. "Rio." Aku menyodorkan surat itu. Ia menaikkan satu alisnya. "Baca sendiri ya." Aku pergi. Tidak berani menengok kebelakang.
Tidak lama, besoknya aku sudah dibicarakan satu sekolah. Surat yang aku tulis untuk Rio ditempel di mading. Mading yang tertutup kaca yang terkunci. Malu. Itu yang kurasakan sekarang.
Semua orang mencemoohku. Mereka terus berkata aku 'tak tahu diri'. Dan yang paling membuatku sesak adalah kabar Rio dan Jessica balikan hari itu juga. Pengen banget ngubur diri dalem lubang ular kobra.
Kenapa Rio harus ngelakuin itu? Dia bisa kan cuma nolak aku? Ga usah pake ngasih tau satu sekolah. Suratku ditempel dimading kaca pula. Dan dia langsung balikan sama Jessica. Ibarat pasir, hatiku sudah hancur seperti itu. Hiks.
Kamu adalah siksaan dunia, Rionallendra.
Anehnya dia bilang itu bukan ulahnya. Dia menyangkal semuanya dengan gaya santainya. Sepertinya aku benar benar tak berharga.
"Argh! Kenapa masa lalu itu bangkit lagi?!"
"Karena ada yang ingin menyelesaikan masalah di masa lalu itu." Sosok yang bagikan bayangan ini pun datang. Oh, bagus.
"Ngapain disini?! Pergi sana!" Dia malah duduk disebelahku. "Kalau ga mau gimana?"
"Lo tuh nyebelin banget sih!" Ia menatapku teduh. Bahkan emosi ku jadi turun. Ayo Tania! Pertahankan dirimu!
"Aku akan tetap jadi bayanganmu sampai engkau menghilangkan goresan dariku dihatimu. Saat kau sudah menghilangkannya, aku akan menjadi lilin kecil."
"Jangan main kata kata."
"Jalan menuju goa emas ternyata tak mudah. Demi berlian yang jauh aku harus menolak perak didepan mata. Tapi, demi mutiara dalam lautan aku akan melakukannya." Ia pergi setelah membuat kepalaku pusing tujuh keliling. Hadoh.
Lilin kecil? Emang mati lampu?
Emas? Berlian? Perak? Mutiara? Dia mau buat perhiasan bukan?
Tau ah. Pusing pala Spongebob lah ini.
*
Maafkan aku yang berdosa ini.. hiks. Belakangan ini sibuk luar biasa. Kemaren sih libur. Tapi sempet megang hp aja enggak π_π.Thanks ya. Minta bintangnya dong, hehe.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pythagoras
Teen FictionTrio T. Tiffany, Teresa, Tania. Mereka bertiga sangat berbeda. Tapi itu bukan penghalang mereka untuk bersahabat. Sayangnya dalam hidup tidak ada yang mulus. Termasuk cerita persahabatan mereka. Saat mereka terpecah, cara apa yang akan mereka gunaka...