Teresa Pov
"Kalian kenapa masih disini?!" Seorang laki laki berbadan tegap menghampiri kami. Mukanya 'sok sangar', aku tidak takut sama sekali.
"Maaf kak." Tania sepertinya ketakutan.
"Udah cepet sana ngumpul dilapangan bareng yang lainnya!" Dasar kakak kelas! ga usah teriak kan bisa. Aku menatap tajam kearah kakak kelas itu. Dia melotot kearahku. Sepertinya matanya akan keluar dari tempatnya. Tiffany menyenggolku, memberikan tanda aku harus patuh. Ah, masa bodoh dengan itu.
Ya, ini hari pertama kami di SMA Airlangga. Aku, Tiff dan Tan memutuskan untuk masuk SMA Favorit ini. Kami sudah bosan dengan sekolah Fradais. Sepanjang tahun kami harus selalu berurusan dengan Jessica, sekarang tidak lagi. Aku sangat muak melihat wajahnya.
"Ter, bersikaplah lebih baik. Kita tidak akrab dengan kakak kelas disini. Ini bukan di Fradais, Teresa Hardinka."
"Yayaya, aku mengerti Tiffany Zallwehon." Aku sangat benci ketika aku Tiff sudah menyebutkan nama lengkapku. Seakan akan dia ingin mengingatkan ku tentang statusku. Ah, fikiran apa ini? Tiff kan sahabatku
Aku tidak seperti Tiffany dan Tania, yang dengan mudah masuk kesekolah mana pun yang mereka inginkan. Aku harus berjuang agar bisa masuk SMA favorit ini. Tiffany berasal dari keluarga kaya raya. Zallwehon? itu bukan marga keluarga. Zall adalah nama panggilan ayahnya dan Wehon adalah nama kakeknya. Tania? Tania Kiranti, tidak sekaya Tiff memang tapi uang jajannya cukup untuk ke mall tiga kali seminggu. Aku? setiap jalan jalan bersama mereka, segalanya mereka yang bayar jadi aku tidak perlu bersusah payah untuk menabung. Aku bukannya ingin memanfaatkan mereka, itu adalah keinginan mereka sendiri.
Aku sempat berfikir kalau mereka sangat baik padaku hanya karena ingin memanfaatkan kepintaranku. Aku tidak ingin sombong, tapi aku tidak pernah turun dari ranking 1 sejak TK hingga saat aku lulus dari SMP aku juga meraih nilai tertinggi. Ya, itu hal biasa.
5 Tahun lalu. SD Fradais.
Aku harus belajar dengan keras. Tahun depan aku akan jadi anak kelas 6. Itu berarti aku akan segera lulus dari SD. Aku harus memperoleh nilai yang tinggi agar tidak menyusahkan mama dan papa.
"Hey 'Dinka', serius banget belajarnya?" Kenapa harus ada gangguan sih? bikin kesel aja.
"Enyahlah kau dari sini Penyihir!"
"Ow, kau harus menjaga kata katamu itu Tere."
"Aku tidak bisa menjaga kata kata ku kalau kau terus saja menggangguku, Jess"
"Oh, maafkan aku. Aku lupa kalau kau harus belajar dengan giat agar kau bisa meningkatkan nilai kedua temanmu juga." Oh, terserah padamu gadis tengik.
"Yayaya, sekarang pergilah, Jess!"
"Kasar sekali.." ia memasang wajah sok imutnya. Ia menekat dan membisikkan sesuatu ke telinga ku. "Tidak kah kau lelah, Teresa? dimanfaatkan oleh mereka yang kau sebut sebagai sahabat? aku kasihan padamu!" Ia pergi sambil mengerling padaku. Menjijikkan! dia kira aku apa?
Aku bukan orang bodoh yang bisa termakan ucapan Jessica. Tapi ada yang membuatku goyah. Semalam, aku, Tiff dan Tan kerja kelompok. Kami hanya bertiga. Aku terus sibuk mengerjakan hingga selesai. Tapi, Tiff dan Tan hanya sibuk memainkan ponsel mereka. Menyebalkan! apa benar ya kalau mereka hanya memanfaatkanku saja?
Hal itu terus terputar diotakku seperti kaset rusak. Tanpa aku sadari, aku menjauh dari Tiff dan Tan. Setiap perkataan mereka aku balas dengan tajam.
"Kamu kenapa sih Ter? aneh banget belakangan ini?"
"Itu bukan urusan kalian!" Tiff menahan tanganku.
"Sejak kerja kelompok 3 hari yang lalu kamu jadi begini. Apa karena hal itu?"
"Kalian hanya memanfaatkanku!"
"Kami tidak memanfaatkanmu, Ter."
"Apakah aku harus percaya dengan kata kata kalian?"
"Tapi, kamu sendiri yang bilang waktu itu. Kami tidak usah membantumu. Kau ingin mengerjakannya sendiri." aku tersentak. Memory di otakku terlihat jelas dan itu memang benar. Jadi aku termakan kata kata Jessica?
"Ter? Maafkan kami kalau kami memang salah. Kami tidak ingin trio T hancur."
"Ini salahku. Aku termakan omongan Jessica"
"Huh, Gadis sok bekuasa itu lagi rupanya. Tidak ada habisnya ya, keinginannya untuk menghancurkan kita?" Muka Tania memerah. Dia sangat unik. Pipinya memang sudah merah seperti buah cherry. Tapi kalau marah atau kesal, wajahnya akan lebih merah lagi.
Aku akhirnya sadar. Tiff dan Tan memang berbeda. Mereka tidak ingin memanfaatkanku seperti yang lainnya. Mereka tulus. Aku benar benar kesal pada Jessica! suatu saat nanti aku akan melemparinya dengan cairan kimia!
"Heh lo!" Suara nyaring itu menyadarkanku. Kakak kelas ditaktor itu rupanya. Rambutnya yang kecoklatan ia kibas kibaskan. Aku menunjuk diriku sendiri. "Iya lo! Sini!"
Apa lagi ini? Baru lepas dari Jessica sekarang harus berhadapan dengan penyihir lainnya.
*
Thanks :)

KAMU SEDANG MEMBACA
Pythagoras
किशोर उपन्यासTrio T. Tiffany, Teresa, Tania. Mereka bertiga sangat berbeda. Tapi itu bukan penghalang mereka untuk bersahabat. Sayangnya dalam hidup tidak ada yang mulus. Termasuk cerita persahabatan mereka. Saat mereka terpecah, cara apa yang akan mereka gunaka...