4. Musuh baru (?)

63 3 2
                                    

Teresa Pov

Aku menghampiri kakak kelas menyebalkan itu. Sudah terlihat jelas diwajahnya bahwa ia bukan gadis baik baik. Dia baru SMA tapi penampilannya? Udah kaya emak emak yang lagi arisan.

"Kenapa kak?" Ujarku datar.

"Bengong mulu lo. Beliin minum buat gue sana!" Kening ku berkerut. Kakak kelas ini ngajak ribut ya? Berani banget nyuruh seorang Teresa Hardinka?

"Maaf ya kakak kelas, saya bukan babu kakak. Jadi kalau mau minum, silahkan beli sendiri." Aku sengaja menekankan kata kakak kelas. Enak saja dia nyuruh nyuruh.

"Apa? Lo berani nentang gue? Lu tuh cuma anak baru ya! Jadi lebih baik lo dengerin gue" Dua tangannya ia simpan didepan dada. Berlaku seperti bos, bukan berarti kau pantas dan bisa jadi bos. Kakak kelas seperti dia akan mudah ku kalahkan dalam olimpiade fisika atau matematika.

"Saya enggak mau. Kakak ga bisa nyuruh saya seenaknya." Aku menantangnya. Ia maju kedepan hingga ia berada tepat dihadapan wajahku.

"Siapa sih nama lo? Berani banget sama gue? Lo tau ga gue siapa?! Gue ini wakil ketua osis!" Aku memandangnya dari kepala sampai kaki.

"Nama saya Teresa. Kakak wakil ketua osis? Kok ga pantes?" Aku tidak takut sama dia, sekali pun dia wakil presiden juga aku ga bakal takut. Aku cuma takut sama Tuhan.

Dia mengumpat pelan, tapi aku masih bisa mendengarnya. "Oh, jadi elo yang namanya Teresa? Katanya lo cantik? Mana buktinya lo cantik, Teresa Farania?" Hah? Ngelantur lagi nih kakak kelas? Sejak kapan aku ganti nama? Akte ku diganti?

"Saya bu-"

"Halah, ga usah banyak bacot! Gue tau segalanya tentang lo! Lo itu gadis murahan! Katanya lo cantik?! Kok kaya kutu buku gini?" Ini orang kesambet apa sih? Emang kalau namaku Teresa, udah pasti Teresa Farania? Dasar gila. Dan apa dia bilang? Gadis murahan? Ga salah tuh? Kaca mana kaca.

"Ga gue sangka. Dirga bisa ngehianatin gue cuma demi lo? Dih, jijik." Dirga? Hello.. aku aja ga kenal siapa Dirga. Aku melirik kebelakang dari sudut mataku, ada sosok gadis berambut merah dan tiga temannya yang sedang tertawa. Aku yakin, itu Teresa yang kakak kelas aneh ini maksud.

"Maaf ya, tapi sepertinya anda salah orang. Nama saya memang Teresa. Tapi saya Teresa Hardinka. Saya yang menerima beasiswa utama untuk sekolah disini." Sudah terlihat jelas, raut wajahnya berubah. Percampuran antara malu dan kaget.

"Oh, kamu Teresa Hardinka ya? Kamu dipanggil sama kepala sekolah. Ayo, ikut aku." Salah satu teman kakak kelas pemarah itu mengajakku untuk ke ruang kepala sekolah. Wakil ketua osis itu cuma melongo sambil pura pura ga tau apa yang tadi terjadi. Aku pastikan dia malu besar.

"Maafin Michelle ya, dia emang gitu. Oh, ya kenalin. Aku Firma."

"Aku Tere, kak."

"Ga usah manggil kakak. Panggil nama aja" baik amat sih. Ga kaya si Michelle - Michelle itu tuh.

"Nah udah sampe, kamu masuk aja ya. Kakak tungguin kok." Aku tersenyum sekilas lalu masuk kedalam. Didalam pak Hardi menyambutku. Ia sangat senang karena bisa menerima murid seperti aku disekolah ini.

Setelah beberapa saat berbincang dengan pak hardi selaku kepala sekolah, aku keluar dari sana. Katanya kak Firma nungguin? Lah ini mana? Eh, siapa tuh? Itu kakak kelas nyebelin yang tadi kan? Ada cowo disampingnya. Kayanya itu pacar dia. Ckckck, aku kasihan sama cowo itu.

"Tere? Udah nunggu lama ya? Maaf ya, tadi aku keruangan Ardy untuk ngasih berkas."

"Gapapa kok, Fir. Ardy itu siapa? Pacar ya?" Aku menggodanya.

PythagorasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang