Di part ini ada sedikit bawa bawa tentang hal menyeramkan bagi gue, yaitu cinta. Tapi emang dasarnya ini cerita tentang persahabatan, jadi ga usah khawatir ttg hal numpang lewat yg udah ada sejak beberapa part kemaren.
---------------------
Author Pov.
Keringat bercucuran dari kening Teresa. Sinar mentari yang menyengatnya membuatnya kelelahan. Sementara Ardy hanya duduk dibawah pohon mangga dengan tenangnya. 'Dasar kakak kelas, mau enak sendiri aja. Bukannya bantuin malah enak enakkan duduk gitu.' Teresa terus menggerutu sambil menyabuti rerumputan kering.
Tatapan mata Ardy kosong. Ia hanya memikirkan satu hal saat ini.
Reisfas.
Layaknya seorang remaja lainnya yang tengah dimabuk asmara, Ardy terus saja mengingat hal hal yang telah ia lewati bersama Reisfas. Mulai dari menemaninya setiap ke tempat perbelanjaan, jalan jalan ke taman, sampai makan malam di restoran yang Reisfas inginkan. Tapi, sesungguhnya sadarkah Ardy? bahwa ia telah dimabukkan oleh cinta palsu yang merupakan jerat Reisfas. Cinta? tak mungkin sepertinya, ini bukanlah cinta, tapi kebodohan.
"Woy! bengong mulu lu KeSis! Bantuin kek!" Sepertinya Tere benar benar lelah hingga mau meminta bantuan Ardy.
"Hah? Lo manggil gue apa? KeSis? Paan tuh Jin?"
"Ah, kudet banget lu! Itu artinya KEtua oSIS, dodol!" Ardy manggut manggut sambil mulutnya membentuk huruf O.
"Eh, tadi lu manggil gue apa?! Jin kata lo?!" Ardy nyengir, sepertinya dia sudah tak marah pada Teresa.
"Iya, lo kan Jin. Cewe terajaib yang pernah gue temuin di sekolah ini. Udah nyolot, tengil, suka ngelawan, matanya ada empat, ceroboh banget lagi!" Mata Tere melotot. 'Ni cowo kerjaannya bikin emosi orang mulu.' Belum sempat Tere membalas perkataan Ardy, cowo itu bersuara lagi. "Tapi pinter sih.. itu doang yang bisa dibanggain dari lo. Kalau gue... ga ada yang bisa dibanggain dari gue." Suara Ardy melemah. Emosi Tere memudar begitu mendengar Ardy.
"Maksud lo apa? Lo ga ngebanggain gimana?" Sifat keponya kumat ternyata.
"Gue.. Gue kembar." Tere kebingungan.
"Kembar? Kembaran lo mana?"
"Gue akan cerita. Tapi lo ga boleh motong, oke?"
"Oke."
"Gue anak pertama yang ada didalam keluarga gue. Gue punya kembaran alias adek gue, namanya Argy. Argy Hermawan. Ga seperti gue, Argy adalah anak jenius dan berbakat, Argy juga orangnya baik dan ga asal ceplas ceplos kaya gue. Ayah gue sayang banget sama Argy dari kecil. Sampe kayanya gue di lupakan, untung aja ada Ibu gue yang selalu ngelindungin dan ngasih gue kasih sayang." Ardy berhenti sejenak, ia menggambil nafas dalam dalam.
"Sampai umur gue 7 tahun, Ibu gue tiba tiba sakit keras, saat itu gue ga tau apa itu serangan jantung. Ya, umur gue baru tujuh tahun, jadi gue ga kenal tuh nama penyakit penyakit. Ibu gue sering sakit didada sebelah kiri. Akhirnya seminggu sebelum umur gue genap 8 tahun, Ibu gue menghembuskan nafasnya yang terakhir. Gue yang merasa paling kehilangan, gue kehilangan sosok yang menyangi gue, yang ngelindungin gue dari sikap berat sebelah ayah gue. Yang ngejaga gue dari keras dan dinginnya perlakuan ayah ke gue. Gue.. kehilangan satu satunya motivasi dalam hidup gue." Tere menatap lekat lekat mata Ardy, disana ada kesakitan, kepahitan dan kesedihan. Hingga detik ini, Tere selalu bersyukur karena masih bisa menikmati kasih sayang kedua orang tuanya.
"Dy?" Tere berusaha menyadarkan Ardy dari kesedihan yang menggeluti fikiran Ardy sekarang.
"Gue.. gue ngejalanin hidup gue sampe sekarang tuh ga mudah, Ter. Gue selalu disisihkan, gue ga dapet perlakuan yang sama kaya Argy. Ayah selalu ngehina gue. Iya, gue ngaku kok Ter, gue emang ga sejenius Argy, gue ga sehebat Argy dalam bidang apapun. Argy juga murid akselerasi, dan sekarang dia udah kerja di perusahaan ayah gue. Lah gue Ter? Gue emang ketua osis, gue selalu dapet rank 1 dan menangin banyak olimpiade, tapi ga satu pun dari hal itu yang bisa ngebuat ayah gue ngeliat gue tuh sebagai ananknya juga, Ter. Dimatanya gue ga berharga, cuma Argy yang berharga. Gue udah mati matian belajar, tapi apa? yang ngambil raport gue aja sekertaris Ayah gue. Argy? Ayah gue sendiri yang ngambil raport dia dulu. Lo tau rasanya jadi sampah Ter? Gue rasa lo ga akan pernah ngerti perasaan gue." Bahu Ardy bergetar dan ia menyembunyikan wajahnya dibalik lipatan kedua tangannya, Ardy menangis?
"Jangan sembunyiin air mata lo, Dy. Menangis ga akan bikin lo jadi banci." Ardy mendongakkan kepalanya, ia menghapus air matanya dan pura pura tersenyum.'Sok tegar lo, Dy. Gue tau lo rapuh.'
"Ibu gue emang udah ga ada, tapi ada Reisfas didekat gue, Ter. Gue ngerasa dia kaya ibu gue. Dia gadis cantik, secantik ibu gue. Sekarang cuma dia motivasi hidup gue Ter." Mata Ardy menatap gue menjadi tajam. "Itu sebabnya lo ga boleh ngapa ngapain dia. Bahkan ngehina dia. Ngerti lo?"
'Gue kasian sama ni anak, terjebak dalam gejolak masa muda yang perlahan lahan ngancurin dia sendiri. Bodoh, lo bodoh Dy.'
"Gue ga akan ngapa ngapin Reisfas kok, asal dia sendiri ga nyari masalah sama gue, Dy." Ardy menunduk, dia kembali berfikir.
"Gue boleh minta tolong sama lo, Ter?"
"Enggak, karena gue tau lo minta apa. Lo pasti nyuruh gue un-"
"Yaudah ga usah." rasa bersalah menyelimuti Tere setelah ia melihat wajah Ardy kembali murung.
"Seandainya Reis ga berusaha ngancurin persahabatan gue sama Tiff dan Tan, gue ga akan musuhin dia, Dy." Tere setengah berbisik.
"Maksud lo apa, Ter?" Tere menggeleng, 'Cowo goblok ini ga boleh tau, kalau enggak dia pasti bantuin Reisfas. Dan kalau dia udah bantuin Reisfas, kekuatan Reisfas akan bertambah, itu akan ngebuat gue susah.'
"Lo ga perlu tau maksud gue, dan gue cuma pengen ngingetin, Lo jangan jatuh terlalu dalam, Dy. Lo bisa diperalat sama cinta monyet lo itu" Tere menaiki tangga untuk kembali ke gedung sekolah.
"Dan satu lagi.." Tere menggantung kalimatnya. Ardy menaikkan satu alisnya. "Gue baru tau kalau ternyata, KETUA OSIS SMA AIRLANGGA ITU CENGENG DAN RAPUH TINGKAT DEWA." Tere berlari sambil tertawa, sepertinya ia puas dengan curhatan Ardy. Dan Ardy mengejar Tere sambil mengumpat.
-Pythagoras-
"Lo yakin?" Gadis kuncir kuda itu maju selangkah kearah gadis didepannya.
"Gue selalu yakin dengan langkah yang gue ambil, Rik. Gue ga takut meski harus gunain cara ini."
"Tapi Rei, Ardy itu serius banget sama lo. Lo tega gitu?" Reisfas tersenyum.
"Gue tau dia serius, tapi gue ga pernah nganggep ini serius kan? Dia nya aja berlebihan."
"Lo ga kasihan sama Ardy Rei? dia udah pernah lo sakitin, dan dia tetap bertahan sampe sekarang. Itu semua kar-"
"Gue ga peduli! itu bukan urusan gue! siapa suruh dia jatuh? dia sendiri yang terlalu bego sampai jatuh terlalu dalam!" Reisfas menghentakkan kakinya dan meninggalkan Erika disana. Memory tentang Dirga kembali terputar, permainan licik yang membawanya dan Ardy masuk kedalam kesedihan. Akhir yang menyakitkan. Semua tersakiti karena permainan Dirga. Semua. Tak terkecuali dirinya sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pythagoras
Teen FictionTrio T. Tiffany, Teresa, Tania. Mereka bertiga sangat berbeda. Tapi itu bukan penghalang mereka untuk bersahabat. Sayangnya dalam hidup tidak ada yang mulus. Termasuk cerita persahabatan mereka. Saat mereka terpecah, cara apa yang akan mereka gunaka...