Shaka kini hanya diam menundukan kepalanya, tangannya saling bertaut sama lain didalam selimut, rasa takut pada orang-orang membuatnya tak bisa berada di keramaian. Reyna hanya mempu mengelus surai halus milik Shaka, sudah beribu kali dia biacara tetapi hanya diacuhkan.
"Shaka, udah siang! Nggak mau makan?"Shaka menoleh ke arah Reyna, mengigit bibirnya kecil lalu mengangguk.
"Shaka nggak mau makan bubur,"ucapnya begitu lirih, matanya menelisik ke arah Reyna takut sang mommy marah padanya.
"Shaka ingin cake?"tanya Reyna.
Shaka menggeleng."Tidak jadi, Shaka mau bubur itu aja,"
Keringat dingin membasahi kening Shaka, Reyna yang paham akan situasi hanya mampu mengiyakan, tapi dia segera menghubungi Xavier agar membelikan Shaka cake dengan rasa kesukaan anak itu.
Reyna dengan telaten menyuapi Shaka, semenjak bangun Shaka hanya makan sedikit, Shaka akan memuntahkan semuanya karena terus mengingat banyak darah disekelilingnya.
"Mommy, Shaka ingin pulang,"
"Shaka coba liat mommy, nggak sopan kalau bicara tanpa melihat lawan bicaranya,"Shaka yang mendengar itu langsung terdiam, menidurkan tubuhnya dan menutup semua tubuhnya dengan selimut.
"Maaf,"Shaka bergumam.
Reyna menghela nafas, dia harus tetap sabar, bagaimana pun trauma yang dihadapi oleh Shaka begitu berat. Reyna membuka selimut yang menutup kepala Shaka, hanya membukanya sedikit agar Shaka tetap bernafas bebas.
"Buburnya masih banyak, Shaka nggak mau menghabiskan?"tanya Reyna, tetapi tidak ada jawaban dari Shaka walau hanya sebuah gelengan.
"Shaka mau pulang? Nanti mommy bilang ke daddy,"
Shaka langsung menggeleng, Reyna yang memang merasa lelah akhirnya keluar dari kamar rawat Shaka, dirinya tak mau jika nanti berujung memarahi Shaka.
Kini ruangan Shaka kosong, dia hanya diam menatap langit-langit kamar, semenjak Shaka asli masuk dalam mimpinya dia menjadi merasa aneh pada keluarganya.
"Shaka salah apa,"
Setelah mengucapkan hal itu, pintu ruangannya terbuka menampakkan sosok laki-laki tampan dan beberapa laki-laki dibelakangnya, mereka sedikit terkejut karena Shaka sedang tidak tertidur.
"Shaga....,"Shaka bergumam lirih.
Shaga yang disebut namanya langsung menoleh, dia mendekat ke arah Shaka lalu tersenyum, dengan kaku dia menatap wajah Shaga lalu ikut tersenyum. Shaka mencoba untuk duduk dan dengan sigap Shaga segera membantu kembarannya.
"Shaka minta maaf sama Shaga,"ucap Shaka seraya memeluk tubuh Shaga dengan erat.
"Lo nggak perlu minta maaf,"jawab Shaga membalas pelukan Shaka, anggota Eagle segera mundur membiarkan dua sejoli itu berpelukan.
"Shaga jangan tinggalin Shaka ya,"Shaga mengangguk, dia semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Shaka.
Shaka dan Shaga kini sudah berbaikan, Shaka juga sudah mulai tersenyum, keduanya sekarang sedang menikmati cake rasa dark chocolate pemberian Xavier.
Senyum manis Shaka juga sangat jelas, Travisc merasa bahagia dengan perkembangan kesehatan Shaka, tekanan darahnya juga mulai naik, yang awalnya 70/90 kini berganti menjadi 110/80. Tinggal menunggu luka Shaka kering maka anak itu akan diperbolehkan pulang.
"Mommy dimana?"tanya Shaka saat tidak melihat wanita itu diruangannya.
"Mommy sedang dirumah,"jawab Hergana, tak mungkin juga dia mengatakan jika Reyna sakit, yang ada Shaka merasa bersalah, lagi.
Shaka memandang cake-nya yang tersisa setengah, Shaga yang melihat raut sedih dari Shaga menarik cake itu dari tangan Shaka lalu menyuapkannya pada bibir kecil itu.
"Aaa!"Shaka terkekeh lucu, dia membuka mulutnya lebar lalu memakan cake-nya kembali.
_
Malam ini Shaka diperbolehkan pulang, anak itu sedang merebahkan tubuhnya disofa bersama Karel, anak itu memaksa Shaka untuk duduk sambil menyenderkan kepalanya dibahu Karel, karena hal itu sedikit tidak mungkin akhirnya Shaka tiduran dengan paha Karel sebagai bantalannya.
"Hati-hati ya,"ucap Karel seraya mencium pipi bulat nan tembam Shaka.
"Maksud Karel? Shaka nggak paham,"jawab Shaka, alisnya saling bertaut karena bingung.
"Ntar juga tau!"ujar Karel lagi.
Shaka hanya mencebikan bibirnya, tangannya meraih botol dot yang berada diatas nakas, menyesapnya kuat membuat Karel tertawa, dia mengapit pipi besar Shaka lalu tertawa gemas.
"Karel punya hp nggak?"tanya Shaka, Karel segera mengambil benda pipih yang Shaka maksud lalu memberikannya pada Shaka.
Shaka dengan senang hati menerimanya, dia membuka ponsel itu dan menekan aplikasi berwarna merah. Setelah mendapat apa yang ingin dia tonton laki-laki itu memberikannya pada Karel agar dia dapat melihat pororonya sambil meminum susu.
"Lo kaya nggak cocok buat anak SMA!"ujar Karel pada Shaka yang acuh tak acuh pada perkataan Karel.
"Tuan muda, tuan besar sudah menunggu anda,"Shaka tak menggubrisnya, dia masih fokus pada layar ponselnya.
"Kok pororo-"
"Ayo pulang!"ajak Karel sebelum Shaka protes.
"Let's go! L E T aphostrope S G O!"pekik Shaka dengan riang.
Dengan langkah senang Shaka berjalan menuju parkiran, dia segera berlari saat melihat Xavier menjemputnya, Shaka menatap sekeliling mencari keberadaan Reyna.
"Mommy nggak jemput Shaka?"tanya Shaka, Xavier mengusak kepala Shaka lalu mengajaknya pergi ke toko kue untuk membeli brownis kesukaan Shaka.
Dengan antusias Shaka mengiyakan lalu masuk ke dalam mobilnya, badannya bersender lalu menyesap kembali botol dot betgambar dino itu.
_
Kita uwu-uwuan dulu baru nyelesein teka-teki kematian Syela sebenarnya yang bener bener sebenernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY ME [TERBIT]
أدب الهواة[BABY BOY VERS] Shakala Hergio Travisc, laki-laki yang mengakhiri hidupnya karena terlalu lelah dengan keluarganya yang begitu kasar dan kejam. Bukannya menjadi arwah dirinya malah tertarik kedalam sebuah novel yang berjudul IT'S ME, dimana ia menja...