Shaka bangun dari tidurnya, tubuhnya sudah terlihat segar daripada kemarin, niatnya ingin bersekolah tapi Xavier tidak mengizinkannya membuatnya terdampar dikamarnya menikmati waktu luang.
Karena bosa Shaka mengutak atik kamar Shaka asli ini, dia ingin menyelidiki kasus kematian Syela yang begitu aneh, banyak yang menjadi tuduhan.
Saat asik-asiknya membuka satu-satu lemari kecil matanya tak sengaja menemukan sebuah kertas dengan lumuran darah yang sudah mengering.
Shaka mengeryitkan dahinya, merasa aneh dengan tulisan tersebut. "Dalam suatu proyek, ada seseorang singa yang sedang membuat penjara, dan ada satu kelinci yang menjadi pekerjanya, upah si kelinci adalah dari suatu deret aritmatika yang diketahui suku keenam adalah 17 dan suku sepuluh adalah 33, jadi jumlah 30 suku pertama mencari nilai a dan b. Jika dia melanggar peraturan maka 3.^(2)log y-^(2)log y^(2)+^(2)log (1)/(7).
Shaka mencoba mencerna kata-kata itu, tapi kepalanya yang memang sedang sakit membuatnya susah untuk berpikir keras.
Shaka menghela nafasnya karena tidak bisa memecahkan hal tersebut, dia hanya melipat kertas itu dan memasukannya ke dalam sakunya.
Sekarang ia menjadi bosan karena tak tau apa yang harusnya dia lakukan, Shaka melangkahkan kakinya untuk menuju kamar sang mommy, dia ingin menghubungi Shaga agar cepat-cepat pulang ke rumah.
"Mommy, Shaka mau menelefon Shaga boleh?"tanyanya dengan tatapan penuh binar agar dapat dikabulkan.
Reyna terkekeh lalu segera mencari kontak anaknya, menyambungkan sambungan video pada nomor Shaga, Shaka segera berbaring, mengambil dotnya dan menyesapnya kuat.
"Shaga!!!"tanpa sadar Shaka merengek, dan disebrang sana anak Eagle sedang menahan gemas melihat pipi bulat itu naik turun.
"Shaga kapan pulang? Shaka bosen sendirian dirumah,"Shaka menatap harap Shaga agar laki-laki itu izin dan pulang.
"Masih lama,"
Shaka mencebikan bibirnya, merasa tak puas dengan jawaban Shaga, segera ia memberikan ponselnya ke arah Reyna, mood-nya langsung turun drastis karena Shaga tidak peka.
"Pulang kek, gue mau akting lagi nih!"
"Mommy mau Shaga!!!"Shaka sengaja mengeraskan suaranya agar Shaga mendengarnya, dan yang berada disekolah terkekeh.
"Mommy Shaka mau Shaga,"Shaka menumpukan pipinya dibantal guling sehingga pipinya terhimpit, Shaka menatap memelas kearah kamera yang sedang menampakan wajah datar kembarannya.
Reyna yang tak tega melihat Shaka segera menghubungi kepala yayasan dan kepala sekolah agar menyudahi sekolah mereka, ia tersenyum lalu mengelus surai hitam Shaka.
"Shaka bosen!"keluhnya.
Ia masih menggerutu tidak jelas, tanpa tau kelakuannya tersebut membuat seringai-an tipis dari seseorang.
Karena terlajur kesal Shaka mematikan sambungan tersebut secara sepihak, dia tidak peduli, intinya dia kesal dengan Shaga, kenapa kembarannya tidak peka sekali.
Saat sedang asik memainkan ponsel Reyna kedatangan Shaga membuat Shaka hendak berdiri, tetapi ketika mengingat sikap Shaga tadi membuatnya mengurungkan niatnya untuk memeluk tubuh itu.
Dia menatap sinis Shaga lalu menatap kearah lain, Shaka sibuk dengan posel Reyna dan susunya, Shaga yang melihat kelakuan Shaka menjadi gemas, dia segera mendekat lalu menerjang tubuh kecil itu kepelukannya.
"Awas! Shaka kemusuhan sama Shaga, jangan deket-deket!"pekik Shaka saat Shaga semakin mengeratkan pelukannya.
Shaga tak menggubris teriakan Shaka, diam melihat apa yang dilakukan oleh kembarannya, dirinya tersenyum kecil saat melihat apa yang dilakukan oleh Shaka, sebuah foto selfie yang Shaka ambil dan diunggah di instagram milik mommy-nya.
Kini postingan tersebut memuat banyak komentar dan suka, Shaga yang melihat dari intragamnya juga ikut terkekeh, bayak yang mengira itu dirinya.
"Shaga!"
"Tadi Shaka nemu ini di lemari kecilnya Shaka!"ujarnya sambil memberikan kertas yang tadi sempat ia ambil, memberikannya pada sang kembaran untuk mengeceknya.
Shaga membaca kertas itu dengan seksama, kerutan didahinya menandakan bahwa laki-laki itu juga bingung.
"Shaga?"Shaka melambaikan tangannya didepan wajah Shaga karena tidak direspon.
Shaga tersadar lalu mengajak Shaka keluar agar mengalihkan atensi Shaka, mereka menuju taman belakang untuk bermain sepeda karena keduanya telah lama tidak bersepeda.
"Shaka nggak mau capek, jadi Shaga yang boncengin Shaka ya?!"
Shaga mengangguk saja mendengar permintaan sang kembaran, menaiki sepedanya baru Shaka naik duduk didepan Shaga.
Mereka berkeliling taman yang penuh bunga tulip itu, Shaka tertawa senang apalagi wajahnya yang berseri tertimpa cahaya matahari.
Setelah puas bermain sepeda, sekarang keduanya sedang memberikan makan ikan yang ada dikolam dekat tanaman stroberi, Shaka tertawa keras membuat hati Shaga menghangat, dari dulu Shaka tak pernah tertawa lepas seperti ini, dia selalu menunjukan wajah penuh ketakutan.
"Udahan,"
Shaka memberenggut tidak suka, dirinya sedang bersenang-senang, dia enggan beranjak dari atas jembatan itu, tangannya didekap depan dada tak lupa alis yang menukik dan bibir yang dicebikan.
Shaga hanya diam, niatnya ingin mengerjai Shaka dengan meninggalkannya, ternyata respon yang diberikan Shaka membuat Shaga segera menghampiri kembali kembarannya.
"Shaga hiks Shaka jangan ditinggal!"
Tangannya yang awalnya bersedekap didada kini sedang mengusap air matanya yang tiba-tiba turun, tekanan batin yang dia rasakan membuat hatinya gelisah dari awal dia bangun tidur.
"Jahat hiks!"
Walau berkata seperti itu Shaka tetap memeluk tubuh Shaga yang lebih tinggi darinya, meremat erat jas sekolah yang digunakan oleh Shaga, tubuhnya bergetar karena menangis.
"Shaga jangan hiks kemana-mana! Sama Shaka aja hiks,"
Shaga mengangguk, menumpukan kepalanya diatas kepala Shaka, membawa anak itu ke dalam karena hari sudah mulai panas karena ini menunjukan pukul sebelas siang.
"Maaf,"
Shaka mengangguk kecil, dia duduk disebelah Shaga dan menyenderkan kepalanya dibahu Shaka, memainkan jari-jari Shaga yang lebih besar darinya. Shaga tersenyum kecil karena melihat kelakuan Shaka yang terlihat menggemaskan dengan wajah sembab sehabis nangis.
_
Jangan lupa follow ya^^ votenya juga yang banyak!
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY ME [TERBIT]
Fiksi Penggemar[BABY BOY VERS] Shakala Hergio Travisc, laki-laki yang mengakhiri hidupnya karena terlalu lelah dengan keluarganya yang begitu kasar dan kejam. Bukannya menjadi arwah dirinya malah tertarik kedalam sebuah novel yang berjudul IT'S ME, dimana ia menja...