Keadaan Fano kritis musuh menggunakan racun bernama ricin. Ricin merupakan salah racun paling berbahaya di dunia. Ricin sering digunakan untuk senjata biologis untuk membunuh seseorang.
Kemungkinan seseorang selamat dari racun Ricin sangat kecil. Menurut laporan medis keracunan Ricin berakibat fatal terhadap organ-organ vital manusia. Bahkan racun ricin bisa menewaskan seseorang dalam 32 sampai 72 jam sejak terpapar.
Stevan terduduk lemas setelah mendapatkan penjelasan dari dokter tentang kondisi Fano. Rimba tidak terlihat di sekitar rumah sakit membuat Argo khawatir mengenai Rimba. Beberapa jam lalu Rimba marah besar terhadap Stevan mengenai keadaan Fano yang kritis. Argo tidak bisa menghubungi Rimba sama sekali mungkin dia mematikan ponselnya secara sengaja.
Argo sebagai anak tertua hanya bisa menenangkan Lusiana saja. Stevan melirik kearah Argo tanpa mengucapkan satu katapun. Argo membiarkan kedua orangtuanya menghabiskan waktu berdua. Stevan memeluk istrinya Lusiana sangat erat bahkan Lusiana memukul dada bidang Stevan berulangkali menyalahkan tentang kejadian yang menimpa Fano saat ini.
"Firasatku semakin memburuk," batin Stevan.
Argo memilih pergi ke kantor mengalihkan fokus mengerjakan tumpukan dokumen. Berbeda dengan Rimba yang menyesap batang nikotin di ruangan pribadinya di samping dia ada sosok Leon.
"Cara lu salah Rim," ujar Leon.
"Diem lu!" desis Rimba.
"Gua tahu keluarga lu salah mengenai peristiwa ini. Tapi coba lu pikir pasti mereka juga sedih tentang kondisi adek lu saat ini," nasihat Leon.
"Ck bereskan saja antek-antek dia!" kesal Rimba.
"Telah kubereskan semua," ucap Leon.
"Cari penawar racun untuk adikku," Rimba menghembuskan asap rokok ke wajah Leon. Leon merebut rokok dari tangan Rimba membuat ekspresi Rimba akan perbuatan Leon. "Lu jangan kurang ajar! lu bawahan gua!" kesal Rimba menunjuk wajah Leon.
"Gua tahu mengenai posisi gua Rimba!" desis Leon.
"Jalanin tugas gua buruan!" perintah Rimba.
"Lu emang di masa lalu menyelamatkan nyawa gua dari dia." Leon menepuk pundak Rimba yang lebih tinggi darinya. "Jenguk adek lu sana masalah penawar biar jadi urusan gua," lanjut Leon.
Leon keluar dari ruangan Rimba. Dia akan mencari penawar racun demi nyawa Fano. Rimba menutup matanya untuk menahan air mata dia yang turun. Rimba sering melakukan kejahilan bersama Fano setiap harinya sekarang tidak bisa melakukannya lagi. Fano itu partner Rimba untuk berbuat usil.
"Bertahan adeknya kakak." Rimba menghapus air mata yang turun dari kedua pipinya. "Kita buat Stevan merasakan kejahilan yang telah direncanakan waktu itu dek," lanjut Rimba.
Rimba duduk di lantai lalu memeluk kedua lututnya. Hanya ada suara isakan terdengar dari ruangan pribadi Rimba. Di depan ruangan Rimba ada sosok Argo mendengar tangisan dari pertamanya. Argo berniat mengajak Rimba makan siang karena sejak kemarin Argo tidak melihat Rimba makan sesuap nasi sama sekali.
"Bukan kamu saja yang merasakan ini Dan. Abang juga sama sangat menyakitkan melihat orang yang kamu sayangi di ranjang pesakitan," lirih Argo.
Argo memilih duduk di depan ruangan Rimba tidak jadi masuk ke ruangan Rimba. Berbeda dengan keadaan kedua bersaudara yang menangisi sosok adik bungsunya.
Di rumah sakit tepatnya di ruangan rawat VVIP sosok kedua orang dewasa menatap dalam dia sosok pemuda yang belum membuka matanya sama sekali sejak kemarin.
"Dek bangun." Lusiana mengelus pipi Fano yang tidak sehangat seperti biasa. "Abang dan kakak marah sama papa. Adek buat mereka memaafkan papa ya. Anak mama pasti kuat," ucap Lusiana.
Stevan tidak mengatakan apapun. Stevan menatap dalam diam semua alat penunjang kehidupan yang terpasang di tubuh Fano. Stevan tidak bermaksud mencelakai putra kandungnya sendiri dia hanya ingin Fano sedikit berlatih tentang mafia saja.
"Sadarlah nak. Papa kangen nasi goreng buatanmu." Stevan memalingkan wajahnya tidak mau Lusiana melihat air matanya yang jatuh. "Papa tidak masalah dijahili olehmu setiap harinya," batin Stevan.
Di bawah alam sadar Fano dia malah duduk terdiam di hamparan rerumputan hijau. Fano memandang bingung kedua anak kecil yang tengah bermain bersama-sama hanya ada canda tawa dari mereka.
Fano mendekati mereka tapi saat akan menyentuh malah menembus. Fano menghela nafas kasar sementara anak yang disentuh Fano sebelumnya melirik kearah belakang.
"Kenapa dek?" tanya anak kecil yang lebih tua kepada adiknya.
"Aku merasakan kehadiran seseorang kak," jawab sang adik.
"Perasaanmu saja," ucap sang kakak.
Sang adik mengganggukkan kepalanya. Mereka kembali melanjutkan bermain. Fano tersenyum tipis melihat interaksi mereka berdua. Fano merindukan keluarganya namun entah kenapa malah terdampar disini.
Di ruangan Fano dia mengalami kejang-kejang hebat dan keadaan Fano membuat panik kedua orangtuanya. Dokter menangani Fano untuk menstabilkan kondisi Fano. Lusiana semakin histeris menangis karena keadaan Fano semakin memburuk. Tubuh Fano telah membiru racun Ricin telah menyebar di seluruh organ tubuh Fano.
Sudut lorong rumah sakit ada sosok Rimba menatap dalam diam keadaan adiknya. Rimba tetap saja seorang kakak yang sangat khawatir akan keadaan adiknya. Rimba memutuskan menjauh sementara dari keluarga hingga Fano siuman.
"Bertahan dek. Kakak janji akan menyelamatkan nyawamu. Apapun resiko yang perlu ditempuh asal dirimu selamat kakak rela melakukannya bahkan mengorbankan nyawa kakak sendiri," janji Rimba.
Rimba berlalu pergi dari rumah sakit. Rimba belum mendapatkan kabar dari Leon mengenai penawar racun untuk Fano. Rimba memutuskan ikut turun tangan agar segera menemukan penawar racunnya.
Argo sebenarnya ingin menyapa Rimba namun melihat wajah tidak bersahabat Rimba mengurungkan niat Argo. Beberapa jam yang lalu Argo bertengkar dengan Rimba saat Rimba membuka pintu ruangan pribadinya. Rimba mendorong bahu Argo sedikit perkelahian terjadi antara kedua kakak beradik tersebut.
"Sosok yang kehilangan saat adik menghilang adalah dirimu Dan," sedih Argo.
Argo menghapus air matanya saat melihat kondisi Fano yang semakin pucat. Argo juga memilih pergi untuk membantu Rimba mencari penawar racun untuk Fano.
Stevan tidak menghubungi kedua putranya membiarkan mereka menenangkan diri. Stevan tahu mereka membutuhkan waktu sendiri. Stevan mengerahkan seluruh anak buahnya di seluruh dunia untuk mencari racun paling ampuh untuk menyembuhkan putra bungsunya.
Jangan lupa tinggalkan vote, komentar, dan kritikan bagi penulis agar semakin bersemangat menulis
Sampai jumpa
Selasa 27 Desember 2022

KAMU SEDANG MEMBACA
Stefano Mahardika (END)
Fiksi UmumStefano Mahardika, atau yang akrab disapa Fano, adalah remaja tengil yang gemar bolos sekolah dan menjalani hidup keras di jalanan. Hidup sebatang kara, ia bertahan dengan mengamen dari pagi hingga malam demi sesuap nasi dan sekedar bertahan hidup. ...