S1. Ningning

202 16 0
                                    

Playlist:
• ICU - Aespa •

.

Cast:
Aespa Ningning

Cast:Aespa Ningning

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~

~

~

~~~

Sore yang berangin.

Pasukan awan putih telah menutupi langit, menghalangi cahaya matahari yang kian meredup di sudut barat cakrawala.

Untuk yang kesekian kalinya, Ningning membiarkan angin yang bertiup kencang menerbangkan helai rambut yang sengaja dibiarkan terurai hingga menutupi wajah.

Gadis itu menghembuskan napas panjang, mencoba menenangkan dadanya yang penuh dengan rasa sesak.

Harusnya ia menangis saja agar rasa ini sedikit mereda.

Tapi ia tak bisa.

Ia harus terlihat tegar sampai dia menyelesaikan semua masalahnya.

Di sini.

Pemandangan di depannya saat ini membuat memori masa lalu kembali muncul, berputar, dan memenuhi isi kepalanya.

Bukit hijau dengan danau di tengahnya ini adalah tempat yang sering ia kunjungi dengan seseorang yang ia cintai waktu itu. Bertukar kisah, mengerjakan tugas sekolah, menekuni hobi keduanya: cowok itu bermain gitar dan ia menyanyikan lagu-lagu favoritnya.

Jika bosan, keduanya hanya duduk merenung dan menunggu senja tiba di atas batu besar yang menghadap ke arah danau tanpa berbicara apa-apa.

Senja.

Cowok itu pernah berkata bahwa senja selalu membawa ketakutan bagi orang yang melihatnya. Tetapi bagi Ningning, senja tidak menakutkan. Senja itu menenangkan. Perpaduan warna jingga dan nila membuatnya merasa tenang.

Terang dan gelap.
Sama, namun kegelapan yang akan berkuasa.

Kebahagiaan dan kesedihan.
Seimbang, namun kesedihan yang akan datang pada akhirnya.

Dan pada akhirnya keduanya akan membahas hal itu, berdebat di sepanjang jalan pulang.

Ningning tersenyum kecil mengingatnya.

Itu adalah hal yang menyenangkan, sebelum peristiwa besar lainnya terjadi.

Gadis itu menepuk dahinya pelan, berkali-kali. Itu adalah kebiasaannya untuk menyadarkan diri dari masa lalu yang masih mengurungnya seperti sekarang. Dan begitu tepukan di dahinya terhenti, dadanya kembali terasa sesak.

Ningning menunduk, melihat jam tangannya yang menunjukkan sudah lewat pukul lima sore. Ia berjongkok, meraih batu-batu kecil yang ada di sekitarnya. Dilemparkannya sebuah batu kecil ke arah danau, berharap bisa menghilangkan rasa sesak itu. Dua kali, tiga kali, berkali-kali hingga ia lelah melakukannya.

SKAETZYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang