Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
~
~
~
~~~
*** PERHATIAN!
Terdapat adegan menyakiti diri sendiri (self harming).
***
Tubuhnya menggigil.
Giselle sudah menyadarinya sejak beberapa menit yang lalu. Namun kedua tangannya memilih acuh. Alih-alih memasangkan jaket yang terlipat asal di pangkuan, dua telapak tangannya malah mencengkran erat ujung kursi taman yang sedang ia duduki saat ini.
Wajah pucat dengan cekungan hitam yang terlihat dengan jelas di bawah mata itu menampilkan ekspresi datar. Sorot matanya redup, tidak menunjukkan asa dan antusias sama sekali.
Panggilan berkali-kali dari Ryujin sang sepupu yang meminta Giselle untuk pulang, sama sekali tidak ia hiraukan.
Ada yang lebih penting dari itu.
Ia tidak peduli dengan keadaan orang tuanya sekarang. Tentang papanya yang jarang pulang karena tugas di luar kota, juga sang mama yang lebih banyak menghabiskan waktu di luar bersama teman-teman sosialitanya.
Giselle dan adik laki-lakinya terbiasa hidup bersama para pengasuh daripada bersama dengan kedua orang tua mereka. Gadis itu sama sekali tidak keberatan karena sudah terbiasa. Tapi satu hal yang masih membuat trauma adalah ketika orang tua mereka bertengkar.
Sang mama memang memilih lebih banyak diam. Tapi saat papanya pergi, wanita itu akan melampiaskan kemarahannya kepada Giselle. Sering kali gadis itu menerima tamparan dan pukulan berkali-kali, dengan alasan bahwa wajah Giselle sangat mirip dengan suaminya.
Sangat tidak masuk akal.
Gadis itu mengembuskan napas panjang. Kini menggerakkan tangan kanannya perlahan, merogoh saku jaketnya, lalu mengeluarkan benda kecil yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi.
Kedua mata bulatnya bergerak menjelajah sekeliling untuk mengamati keadaan sekitar. Setelah dipastikan aman, ia menatap benda kecil yang berkilat itu sejenak, disusul dengan salah satu sudut bibir yang sedikit tertarik ke atas lalu menempelkan benda dingin itu ke bagian dalam tangan kirinya.
Kini, Giselle langsung memejamkan mata, meringis kecil menahan sakit saat pisau itu mulai menggores kulitnya. Ketika ia membuka mata, sebuah sayatan panjang dengan cairan merah gelap yang merembes keluar langsung menyambut.
