"Ada apa sih, Al? Heboh banget nyuruh kita cepat-cepat ke sini? Sampai mikir kamu bunting lagi, tapi kan kamu nggak punya laki. Gimana bisa bunting? Eh, ya ampun Darren. Sini, Nak, gendong auntie!"
Kabar yang akan Alara beritahukan ke teman-temannya kali ini bahkan jauh lebih mengejutkan daripada saat ia mengakui kehamilannya. Dulu mereka sudah memperkirakan kemungkinan itu saat Alara menceritakan soal kecelakan terjadinya tidur bersama dengan sang kekasih. Saat itu keduanya sama-sama hadir di acara ultah teman dan hilang kesadaran karena kebanyakan minum alkohol.
"Sudah biarin, Darren lagi tidur, Qis!" Larang Alara saat salah satu temannya itu mau mengambil putranya dari stroller.
"Katanya mau ngomong penting. Mau ngomong apa sih, Al?" Elma mengembalikan tujuan Alara mengundang kedua kawannya datang ke rumah.
"By the way, si Darren meskipun di rumah tidurnya selalu di stroller gitu?" Bilqis justru masih membahas Darren.
"Iya soalnya tadi dia tidurnya pas lagi aku ajak jalan-jalan di depan rumah." Jawab Alara, mendadak berubah pikiran ingin mengurungkan niatnya memberitahu pada teman-temannya tentang permasalahan yang tengah dihadapi.
"Aduh, gemes banget. Darren nanti gedhenya pasti plek ketiplek Reynard. Kamu nggak kebagian sama sekali, Al." Ujar Bilqis masih sibuk mengamati paras damai si bayi yang tertidur lelap.
Elma jadi ikutan terhipnotis. "Iya, persis banget sama Reynard. Hidung sama bibirnya. Ganteng banget."
"Eh, siapa nih yang ganteng? Darren apa Reynard?" Todong Bilqis pada Elma.
"Terserah, yang penting ganteng." Sambar Elma terlihat kesal. Sejak baru saja datang, ekspresinya sudah kurang oke, mungkin sedang ada masalah.
"Paling kesel sama PMSnya Elma deh. Mesti gini. Senggol bacok banget."
"Eh, nggak cuma aku aja! Semua cewek kalau lagi PMS juga gitu kaleeee!"
"Yap, semua cewek bakal sumbu pendek kalau lagi PMS. Sudah, Qis, nggak usah didebat!" Alara menimpali. Kata orang perubahan hormon yang sering membuat emosi tidak menentu itu wajar.
"Ya iyaaaa, tapi kan nggak separah Elma." Kekeuh Bilqis. "Dia itu meski sudah aku baik-baikin. Aku traktir gelato sampai kenyang juga tetap aja mukanya kecut."
"Guys!" Alara mengembalikan fokus teman-temannya pada tujuan awal. "Alasan aku minta kalian datang ke sini karena aku mau ngasih tahu sesuatu. Kalian bisa saja shock dan nggak percaya. Tapi ini masalah yang sedang aku hadapi. Aku butuh pendapat kalian banget."
Alara terdiam sejenak. Menatapi ekspresi kedua temannya yang terlihat penasaran. "Kalian tahu kan kalau hampir seumur hidupnya bapakku kerja menjadi sopir?"
"Ya ya ya! Sejak pertama kali kenal kamu, aku tahunya bapakmu kerja jadi sopirnya pemilik pabrik rokok terbesar di Indonesia." Sambar Bilqis cepat. "Fyi, aku ngefans banget sama anaknya. Kalian tahu itu."
"Oke, terus hubungannya apa sama masalahmu, Al?" Beo Elma.
"Kalian bakalan percaya nggak sih kalau salah satu anak majikan bapakku mengutarakan niatnya buat ngelamar aku? Pasti kalian nggak percaya kan?"
Dua sosok yang duduk hanya dibatasi meja itu sontak melongo. "Apa kamu bilang?!" Serempak keduanya berteriak hingga membuat Darren bergerak kecil, namun tidak sampai terbangun.
Alara mengangguk kaku. Perasaan frustasi kembali menyerangnya.
"Maksudmu gimana, Al?" Elma menuntut penjelasan.
"Bentar, aku paham maksud Alara." Pungkas Bilqis. "Kalau aku sih harusnya nggak kaget. Nggak ada cowok yang nggak tertarik sama Alara. Dia cantik dan badannya bagus, tapi tunggu dulu, anak majikan bapakmu kan cuma dua? Jadi Shaga ngelamar kamu? Wah, Bravo! Beruntung banget kamu, Al!"
"Shaga, Al? Serius?"
Alara mengerjap beberapa kali. Mungkin akan lebih baik jika Shaga yang melamarnya. Selama ini Shaga yang selalu menyapanya lebih dulu saat Alara berkunjung ke rumahnya atau saat keduanya bertemu secara tidak sengaja di jalan. Meski motifnya hanya sekedar basa-basi karena Alara adalah anak dari sopir kepercayaan ayahnya, setidaknya Shaga sudah menganggapnya ada. Lain halnya dengan Zafer, sekali pun belum pernah Alara berkomunikasi dengan lelaki itu. Saat berpapasan, Alara lebih banyak menunduk karena lelaki itu juga tidak pernah repot-repot mau menatapnya.
"Iya, Shaga. Kan kemarin Alara cerita kalau Shaga perhatian banget. Pernah ngantar ke kampus." Lagi-lagi Bilqis menyimpulkan sendiri.
"Syukurlah! Aku setuju sih kalau yang jadi jodohmu Shaga. Dia dokter. Statusnya single. Tapi dia punya pacar dokter juga kan kalau nggak salah? Waktu itu aku stalking IGnya. berarti sudah putus ya mereka?" Imbuh Elma.
"Ya harus putus dong! Kalau sudah menentukan pilihan mana yang mau dijadiin pasangan sehidup semati. Nggak apa-apa, Al, kamu kelihatan gelisah banget sih. Sudah, nggak usah bingung-bingung. Shaga itu bibit unggul juga kok. Ya, meskipun nggak segurih Zafer tapi lebih baik Shaga ketimbang Reynald. Tajirnya itu loh. Status sosial dan derajat keluarga yang terpenting. Bayangin, kamu bakalan jadi bagian dari anggota keluarga konglomerat."
Yang membuat Alara sedih dan bercampur gemas itu omongan Bilqis yang tiada ujung. Elma juga seolah tidak memberinya kesempatan untuk meluruskan. Keduanya saling bersahutan seperti biasa.
"Ya mending Shaga kemana-mana lah! Zafer itu duda. Kabarnya dicerai Briana karena mandul. Selain itu juga nggak banget, Al. Tatonya itu loh yang bikin aku nggak suka. Kesannya jadi kelihatan urakan."
"Itu seksi, BEGO! Itu kelihatan cowok banget. Soal mandul itu juga masih gosip."
"Makanya tonton pas wartawan tanya soal hasil periksa mereka di Singapore. Eskpresinya kebaca banget."
"Itu karena Bri sudah pengin banget punya anak. Usianya kan sudah tiga dua. Makanya pas diwawancarai ketus gitu. Harusnya Zafer itu jodohnya sama cewek di bawahnya, bukan yang seumuran."
"Memang apa salahnya kalau seumuran? Kalau memang salah satu di antara mereka nggak ada yang bermasalah pasti Bri sudah punya anak dari dulu. Aku ngikutin Bri dari awal karir dia itu termasuk jaga kesehatan banget. Dia menolak keras konsumsi soda. Bayangin, masih muda nggak minum soda gimana rasanya tuh? Merugi banget kan?"
"Tetap saja alasan mandul itu jahat banget, kalau memang itu benar loh, ya. Berarti Bri cintanya nggak tulus sama Zafer. Memangnya kenapa kalau nggak punya anak? Di dunia ini banyak anak-anak yang kehilangan orang tuanya. Kalau memang keluarganya kurang sempurna karena nggak ada anak, mereka bisa mengadopsi satu dari panti asuhan. Apa sih yang nggak bisa dilakukan sama orang setajir Zafer sama Bri?"
"Bri itu cewek realistis, Qis! Karir dia sudah bagus dari sebelum kenal Zafer. Pisah sama Zafer nggak bakalan bikin dia miskin. Yang dia butuhkan sekarang itu cuma penerus."
"Guys! Kalian bisa diam dulu nggak? Biarin aku ngomong sampai selesai." Alara harus segera menghentikan kedua temannya ini sebelum topik yang mereka bahas semakin melebar.
"Eh, iya, jadi keterusan gara-gara Elma tuh!"
"Mas Zafer yang berniat ngelamar aku, Guys! Mas Zafer!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Kedua (TAMAT)
RomanceKekasih Alara yang seorang prajurit TNI dikabarkan tewas saat bertugas di Afrika. Meninggalkan Alara yang kala itu tengah hamil muda. Rencana pernikahan yang sudah matang dipersiapkan harus kandas. Alara hancur. Percobaan bunuh diri berulang kali te...