Bagian - 4

910 170 4
                                    

"Kok kebayamu sudah dilepas sih, Al! Kita kan pengin foto-foto bareng pengantin!"

"Orang kaya! Apa sih yang nggak bisa dilakukan?! Nyiapin pernikahan semewah ini hanya dalam waktu sebulan. Kalau bukan orang yang benar-benar banyak duitnya nggak mungkin bisa, Al. Yang punya WO nggak cuma ngurus satu klien doang."

Sekarang Alara sedang duduk di taman belakang rumah yang masih dihiasi dengan pernak-pernik dekorasi. Bilqis dan Elma harus absen karena jadwalnya bentrok dengan ujian akhir semester, sehingga kehadiran kedua kawannya ini menyusul beberapa jam setelah acara usai.

"Nggak semewah waktu nikah sama Briana sih, Al." Celetuk Elma yang sedari tadi sibuk mengamati sekitar.

"Ya beda lah, El! Briana kan artis, ya pastinya minta yang mewah banget. Diliput stasiun tv kalau nggak oke bisa jadi bahan ghibahan." Sambar Bilqis.

Berbicara tentang Bilqis, rasanya Alara ingin tertawa keras mengingat respon sahabatnya ini yang kaget saat ia memberitahukan tentang sosok yang melamarnya. Bilqis sempat memblokir nomornya dan tidak mau menyapanya hingga satu minggu.

"Beda saat nikah sama Bri. Zafer aja ngelamar Bri di Singapore. Di kapal pesiar gitu, pas dinner berdua." Elma melanjutkan.

"Sudah deh, El. Yang kamu lagi omongin itu sekarang suaminya Alara loh!" Tegur Bilqis yang langsung membuat perempuan di sebelahnya tersadar.

"Al, soriiii." Elma menampilkan paras menyesal. "Aku masih shock dan nggak nyangka kamu sudah jadi seorang istri."

Alara menggeleng maklum. "Bebas, El. Kamu nggak perlu minta maaf. Santai saja."

"Gila, rumah mertuamu gedhe banget. Taman belakang rumahnya aja seluas ini. Definisi orang kaya beneran." Bilqis masih terus berceloteh. Sementara itu tiga orang pelayan menghampiri mereka dengan membawakan beberapa menu makanan.

"Kamu bilangnya cuma akad doang, Al, ternyata ada resepsi juga?" Tanya Elma yang kini sudah berpindah tempat duduk sambil menikmati hidangan yang tersaji di hadapannya.

"Ijab qabulnya ya di sini ini, El. Dan memang cuma akad doang. Nggak ada resepsi, yang datang cuma kerabat. Tertutup banget acaranya." Jawab Alara menjelaskan.

"Oh i see, jadi emang cuma acara akad, tapi karena orang kaya makanya dekorasinya tetap aja yang paling mahal milihnya. Ya nggak sih?!" Bilqis menyahut.

Yang dikatakan Bilqis benar, Alara sendiri mengira jika pernikahannya akan digelar sederhana dan tidak perlu ada dekorasi.

"Kalau di kampung kayak gini sudah dibilang pesta gedhe-gedhean! Sayang dong, dekornya aja sekeren ini, masak cuma akad. Makanannya banyak dan lengkap pula, harusnya sebanding dengan duit buwuh yang didapat. Kenalan mertua dan suamimu pasti bukan orang sembarangan. Amplopnya nggak mungkin cuma diisi seratus-dua ratus, pasti jutaan."

Alara langsung awas ke sekitar. Mulut Bilqis benar-benar tidak memiliki rem.

"Al, aku pikir dulu kalau kita nikah, kita bakalan sering triple date gitu. Pupus sudah harapanku. Suamimu nggak bakalan mau juga. Sekarang aja kita datang ke sini dianya nggak mau nemuin." Elma mengutarakan kekecewaannya.

Alara buru-buru menjelaskan. Tadinya Alara sempat menganggap Zafer tidak akan peduli dengan teman-temannya, tapi dugaannya salah. Zafer justru menunggu kedatangan Bilqis dan Elma sampai harus terlambat bertemu klien. "Kliennya Mas Zafer ini bukan orang Indonesia, El. Besok orangnya sudah harus balik lagi ke negaranya. Ya memang kedatangan orangnya bisanya pas bertepatan dengan acara nikah kita. Itu di luar kendali."

"Lagian Alara kan sudah jelasin pas kita baru sampai tadi kalau suaminya sudah sempat nungguin kita. Sampai terlambat loh dia nemuin klien. Nggak percayaan banget sih, El!" Pungkas Bilqis.

"Iya, iya ... percaya kok!"

Di antara kedua temannya, Elma paling tidak antusias. Bilqis masih menunjukkan rasa senangnya meski awalnya kesal.

"Pas banget lagi laper habis ujian, disuguhin makanan enak. Lengkap pula." Celetuk Bilqis yang sudah sibuk dengan isi mulutnya.

"Nanti kita masih bisa nongkrong buat kulineran nggak sih, Al? Biasanya kalau perempuan sudah nikah ruang geraknya pasti terbatas banget. Belum lagi suamimu ini modelan sangar kayak Zafer. Pasti bakalan bossy, tukang ngelarang, dan ngatur."

Alara sontak menahan napas. Elma masih terlalu kaget dan belum siap menerima status baru Alara, sehingga terkadang kalimat penuh judgemental yang selalu keluar dari mulutnya. Alara harus bisa maklum.

"Nggak usah suuzan napa, El. Dari tadi omonganmu tentang Zafer nggak ngenakin banget sih?! Dia sekarang sudah jadi suami Alara loh. Jangan sembarangan."

"Loh, memangnya kenapa?" Elma menoleh pada Alara yang memilih diam. "Aku lebih dulu dekat sama Alara ketimbang suaminya. Zafer mana paham sih apa makanan kesukaan Alara? Ngelamar baru sebulan langsung nikah. Pacaran aja nggak. Mana tahu dia karakter, kebiasaan dan hobi istrinya. Dia itu cuma anak majikan ayahnya Alara, yang bisanya menggunakan kekuasaan ayahnya untuk menikahi Alara. Dari mana sisi hebatnya dia sih? Aku nggak nemu sama sekali."

"Aduh, lebay banget! Pengenalan secara bertahap saja. Kan mereka sudah jadi suami istri. Mandi, tidur, makan, semua dilakuin berdua."

"Aku memang belum kenal banget Mas Zafer, tapi sejauh ini orangnya baik kok, Guys! Nih, dia lagi chat nanyain apakah kalian sudah pulang? Aku jawab belum. Ini sekarang dia lagi otw pulang." Terang Alara.

"Serius?" Bilqis berbinar. "Yes,yes, yes! Kapan lagi bisa lihat orang ganteng dari dekat."

"Tapi jangan pada heboh, ya. Dan, tolong, El ... jangan ngomong aneh-aneh. Kita sama-sama belum mengenal aslinya dia. Nanti aku yang kena kalau sampai dia sakit hati."

Elma dan Bilqis serempak mengacungkan jempol. Tak lama lelaki dengan berkemeja polos biru dongker menghampiri mereka. Alara berdiri memperkenalkan kedua sahabatnya.

"Kenalkan, Mas, ini Bilqis, dan ini Elma."

Zafer mengulurkan tangannya sambil menyebutkan nama. "Teman satu jurusan?" Tanya lelaki itu.

"Iya, Mas, satu jurusan." Jawab Elma.

"Tapi sekarang sudah di fakultas pascasarjana, Mas." Imbuh Alara.

Lelaki itu mengambil duduk di sebelah Alara. "Berarti kenal dong sama Prof Komarudin. Dia sering ngisi kuliah tamu di pascasarjananya UB."

"Kebetulan beliau sering jadi nara sumber saya, Mas. Orangnya baik dan ramah banget sama mahasiswa, jadi anak-anak pada suka." Berbeda dengan Bilqis, Elma lebih aktif menjawab.

Tadinya Alara sempat khawatir Zafer tidak bisa berbaur dengan kedua temannya. Tapi ternyata lelaki ini sangat komunikatif. Sifat angkuh dan dingin sudah tertanam di kepala Alara tentang sosok Zafer, sehingga saat sisi lain itu muncul, sejenak Alara cukup terkesima.

Suara ponsel berbunyi dan lelaki itu pamit menyingkir.

"Tuh, kan, El ... apa aku bilang, Zafer itu baik. Buktinya dia welcome banget sama sahabat istrinya. So don't judge by its cover, okay?!" Celetuk Bilqis saat hanya tinggal mereka bertiga.

"Halah, tadi kamu ngapain diam aja pas ditanya? Katanya ngefan. Harusnya mumpung ada orangnya itu yang aktif dong. Ngomong apa gitu kek, jangan diem aja!" Elma tidak mau kalah.

"Sumpah, Rek. Aku grogi. Sori loh, Al! Aku beneran grogi sampai nggak bisa ngomong. Ganteng banget. Koen bejo temen tala, Al."

Pelangi Kedua (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang