"Al ...."
Alara benar-benar jengah dengan sikap Zafer yang seperti ini. Tangan lelaki itu sedang mengusap-usap perut Alara, lalu beralih ke dada, kemudian merambat ke bagian sensitifnya yang lain. Padahal setengah jam yang lalu mereka baru saja selesai, tapi Zafer sudah berniat memintanya lagi.
Setelah menjadi istri seorang Zafer kurang lebih dua bulan, Alara paham bagaimana gelagat lelaki itu saat meminta seks. Cara lelaki itu mengkode dirinya, membuat Alara tidak percaya bahwa dua orang yang awalnya tidak saling mengenal bisa sangat luwes saat berada di tempat tidur. Keduanya paham dengan arti kata saling. Alara sebagai istri lebih banyak pasrah menghadapi sikap Zafer yang lebih dominan saat berhubungan intim, tapi di saat tertentu, lelaki itu juga akan menerima sentuhan Alara dengan senang hati.
"Mas, saya kan mau tidur." Alara menahan tangan lelaki itu yang hendak menjamah area tengah paha. Demi Tuhan, keduanya baru saja selesai dan masih dalam keadaan tanpa busana. Biasanya ia akan mengenakan kembali pakaiannya begitu kegiatan mereka selesai, tapi malam ini Zafer melarangnya dan memintanya untuk tetap rebahan. Oh, ternyata ini alasannya, lelaki itu menginginkan ronde kedua?
Astaga, geli sekali.
Tampil dengan gaun malam transparan di bawah tatapan lelaki itu membuat tubuh Alara terasa panas dingin. Zafer masih sempat memujinya dengan kalimat-kalimat yang membuat jantung Alara seakan jungkir balik.
"Memangnya capek banget ya? Besok kan tanggal merah, Al. Santai aja kali. Kita bisa bangun siang. Nggak usah terlalu memikirkan Darren. Dia sudah punya dua suster yang urus. Malam ini, nggak ada yang boleh ganggu kita. Oke?"
Alara merubah posisinya menjadi terlentang sambil memegangi selimutnya agar tidak melorot. Lelaki itu mendekap Alara dari samping, Alara sedikit menahan napas saat sesuatu yang sangat keras menekan pahanya. Terkadang Alara heran, bagaimana bisa barang sebesar dan sekeras itu dipaksa masuk ke miliknya? Dan bukannya merasa ngilu tapi malah nikmat. Astaga, pikiran Alara tidak pernah sevulgar ini sebelumnya.
Alara menoleh, tatapan mereka bertemu. "Mas, kenapa sudah tegang lagi?" Tanyanya lembut.
Lelaki itu tersenyum. "Kamu yang bikin tegang."
"Kok saya? Saya kan nggak ngapa-ngapain."
"Nggak ngapa-ngapain gimana? Itu tangan kamu pegang-pegang."
"Ya ampun, Mas, ini sudah tegang duluan sebelum saya pegang!" Alara geregetan, tapi juga tidak berniat melepasnya. Dan apa-apaan sih ini?! Kenapa mereka malah membahas beginian?!
"Terus gimana?" Beo lelaki itu polos.
"Ya gimana lagi, sudah terlanjur tegang."
"Kamu yang di atas?"
Alara terdiam sejenak. Paling was-was jika sudah disuruh berada di posisi tersebut. Zafer akan bebas memandangi tubuhnya yang tidak mengenakan pakaian sehelai pun, dadanya yang sedikit besar akan bergerak ke sana kemari, dan itu membuat Alara tidak sanggup melakukannya.
"Di atas? Bangun dulu, terus naik ke sini."
"Mas Zafer saja lah yang di atas."
"Kamu saja, sekali-kali."
"Nggak ah."
"Kenapa? Enak kok, cobain dulu aja yok!" Zafer benar-benar pemaksa.
Dengan secepat kilat posisi Alara sudah duduk di atas perut suaminya. Alara tidak berani menunduk. Kepalanya mendongak, matanya terpejam, merasakan sensasi aneh memenuhi organ intimnya.
"Tatap aku dong, Al."
Alara pura-pura tidak mendengarnya. Ia memilih fokus. Berusaha mengimbangi saat Zafer mengangkat pantat dan mulai menggerakkan pinggulnya. Satu desahan lolos. Alara menggigit bibir bawahnya sendiri untuk meredam rasa geli yang nikmat.
"Enak, Sayang?"
Mata Alara terbuka. Lelaki ini selalu bisa merusak suasana. Ada saja yang dikatakan saat keduanya masih sibuk bergerak.
"Begini ya cara nyusunya Darren? Bikin iri saja."
"Maaas ngomong apa siiiih?!" Desah Alara.
"Darren itu loh bikin iri." Suara Zafer teredam oleh kedua payudara istrinya.
"Kenapa ngomong kayak gitu sih, Mas?!" Nada suara Alara naik turun tak terkendali. Orgasme memburu. Kedua lengannya digunakan untuk mendekap leher suaminya. Alara mendesah panjang. Lelaki itu menunggu hingga beberapa menit sebelum membalikkan posisi istrinya berada di bawah.
Sepuluh menit berlalu, mereka sudah selesai dengan urusannya. Lelaki itu sudah tertidur, sedangkan Alara masih terjaga hingga waktu menunjukkan dini hari. Alara mendongak, menatapi paras suaminya yang terlelap. Terkadang Alara heran pada dirinya sendiri, mengapa dulu ia sangat segan, lebih ke takut saat tidak sengaja berpapasan. Ia menganggap Zafer itu menyeramkan karena tatonya. Pada kenyataannya, lelaki ini sama sekali tidak menyeramkan. Zafer memiliki nilai plus pada fisiknya, wajahnya tampan, tubuhnya bagus. Persis seperti yang dikatakan Bilqis.
"Kamu nggak tidur?"
Alara kaget. Takut tindakannya yang diam-diam memperhatikan lelaki ini tertangkap basah.
"Kenapa nggak tidur? Perlu pemanasan lagi supaya bisa tidur nyenyak?"
"Mas ah!" Alara buru-buru berbalik memunggungi lelaki itu. Menyebalkan sekali!
Lelaki itu mendekapnya dari belakang. "Kamu nyaman nggak tinggal di sini? Aku sudah bilang sama Mama mau ngajak kamu tinggal di apartemen. Aku berencana beli apartemen yang baru untuk tempat tinggal kita. Atau kamu lebih suka tinggal di perumahan? Tapi Mama minta kita tinggal di sini untuk sementara waktu."
Alara yang sudah bersiap untuk tidur harus membuka matanya kembali.
"Kalau aku sih ikut kamu saja. Kalau kamu memang nyaman tinggal di sini, aku oke-oke aja. Ketimbang sama aku, kamu malah lebih terbuka sama Mama kan? Kamu bahkan kelihatan lebih nyaman dekat Mama ketimbang sama suamimu sendiri."
Sebenarnya apa maksud lelaki ini? Membahas tentang rumah hunian yang seolah pernikahan mereka akan berjalan selamanya. Apa Zafer baru saja mengigau dan menganggap Alara adalah Briana? Apakah Zafer lupa alasannya menikahi putri dari sopir keluarganya untuk mengacaukan mantan istrinya? Kenapa seolah-olah Zafer menginginkan pernikahan ini berhasil?
Kisah cinta antara Zafer dan Briana sudah bukan rahasia lagi. Bahkan mereka memiliki fanbase garis keras yang beberapa waktu lalu salah satu dari mereka menerornya.
Apa lagi yang perlu Alara pastikan? Semuanya sudah jelas bahwa Zafer menikahinya karena ada maksud tertentu. Kemewahan, kenyamanan, dan kecukupan yang ia terima tidak gratis. Alara hanya sebagai alat untuk melancarkan misi. Ya, memang serendah itu dirinya di mata lelaki ini.
-TAMAT-
Baca kelengkapan ceritanya di aplikasi Karyakarsa. Terima kasih. 🫶
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Kedua (TAMAT)
RomanceKekasih Alara yang seorang prajurit TNI dikabarkan tewas saat bertugas di Afrika. Meninggalkan Alara yang kala itu tengah hamil muda. Rencana pernikahan yang sudah matang dipersiapkan harus kandas. Alara hancur. Percobaan bunuh diri berulang kali te...