Alara akan langsung melengos saat mendapati suaminya keluar dari kamar mandi hanya menggunakan bokser. Selain karena belum terbiasa, Zafer juga terlalu frontal mempertontonkan bagian tubuhnya yang pribadi. Baiklah, mereka sudah menjadi pasangan suami istri, seharusnya Alara tidak perlu risi akan hal itu, tapi anehnya, selama seminggu mereka menikah, belum pernah Zafer mendekatinya untuk meminta hak. Padahal dari sejak awal keduanya sudah berbagi tempat tidur.
"Kamu siap-siap, ya. Kita jemput Darren sekarang."
Suara lelaki itu membuyarkan lamunannya. Darren, Demi Tuhan Alara sangat merindukan bayi kecilnya itu. Terbiasa bersama, hari-hari Alara menjadi sangat hampa tanpa tangisan sang buah hati. Tapi ibunya kekeuh meminta Darren untuk tinggal di rumah, alasannya cukup masuk akal, ibunya ingin memberi waktu bagi pasangan suami istri ini untuk saling mengenal tanpa direcoki dengan urusan bayi.
"Baby sitternya nanti terlalu lama nganggur kalau Darren nggak buru-buru diajak ke sini. Kemarin aku masih sibuk sama kerjaan, sekarang lowong. Yuk, kita jemput dia sekarang!"
Yang membuat Alara cukup tersentuh adalah saat ada dua perempuan berseragam pengasuh berada di rumah ini. Zafer benar-benar membuktikan omongannya untuk memberikan kehidupan terbaik buat putranya.
"Baik, Mas. Saya ganti baju dulu." Alara segera membereskan kertas-kerta tugas kuliah dan menurut laptop, sebelum beranjak dari sofa menuju ke ruang ganti.
Alara tidak paham apakah Zafer memang sebaik itu? Ruang ganti yang disebut walk in closet dan biasanya hanya ia saksikan di sosial media artis-artis, terpampang nyata di hadapannya. Lemari-lemarinya sudah terisi pakaian wanita dengan ukuran yang pas di tubuh Alara. Lengkap dengan aksesories berupa perhiasan emas dan segala macam alat make up. Alara benar-benar penasaran, sejak kapan Zafer mempersiapkan semua ini?
Ruangan ini dibagi menjadi dua tempat untuk barang-barang milik Zafer berada di dalam dengan nuansa ruangan yang manly, sedangkan milik Alara serba putih dan feminin.
Alara berdiri di depan cermin, terusan polos warna matcha menjadi pilihannya kali ini. Rambutnya seperti biasa dikuncir kuda. Alara tidak terlalu jago make up, sehingga ia hanya menggunakan bedak dan mengolesi bibirnya dengan lipstik kalem. Ia melewatkan aksesories, karena tidak terbiasa menggunakannya. Cincin yang tersemat di jari manisnya ini saja sudah cukup mencolok.
"Darren kamu tinggal di rumah orang tuamu itu karena ide kamu sendiri atau orang tuamu yang memintanya?" Tanya Zafer saat kendaraannya sudah keluar dari pelataran rumah.
Sebenarnya rumah orang tuanya hanya berjarak sepuluh menit, tapi mungkin lelaki ini tidak terbiasa mengemudikan roda dua. "Ibu yang minta, Mas." Jawab Alara jujur.
"Kamu nggak masalah jauh dari Darren?"
Jauh dari buah hatinya adalah hal terberat bagi Alara. "Baru kali ini sih, Mas, jauh dari Darren."
"Ya kalau gitu kenapa kamu tinggal? Setahuku memang nggak ada ibu yang betah jauh dari anaknya."
Alara diam, bingung menanggapinya. Sebenarnya ia tidak pernah punya masalah pada public speaking, selama menghadapi nara sumber bahkan orang penting sekalipun, semua berjalan lancar. Tapi kenapa saat menjalin komunikasi dengan lelaki ini rasanya beda? Daya kerja otak berubah lambat dan mulutnya yang terbiasa cerewet seperti terkunci rapat.
"Aku lumayan suka sama anak-anak kok. Jadi kamu nggak perlu sungkan membawa Darren ke rumah. Lagian, seperti yang sudah aku janjikan dulu, aku akan memberi Darren pengasuh terbaik supaya dia nggak kekurangan perhatian saat kamu tinggal kuliah."
Tidak ada yang bisa Alara katakan selain, "Iya, Mas. Terima kasih banyak sudah perhatian sama Darren."
"Ya harus dong! Sekarang aku sudah jadi orang tuanya juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Kedua (TAMAT)
RomanceKekasih Alara yang seorang prajurit TNI dikabarkan tewas saat bertugas di Afrika. Meninggalkan Alara yang kala itu tengah hamil muda. Rencana pernikahan yang sudah matang dipersiapkan harus kandas. Alara hancur. Percobaan bunuh diri berulang kali te...