Bagian - 16

773 112 5
                                    

"Ngapain lagi sih dia? Sudah punya istri bukannya happy-happy di rumah malah nyamperin mantan. Hahahaha. Istrinya kurang memuaskan apa gimana?" Morah meletakkan segelas susu hangat di hadapan Briana.

Sepergian mantan suaminya, Briana langsung terduduk lemas. Kepalanya pusing nyaris meledak memikirkan tingkah laku mantan suaminya yang semakin hari semakin tidak benar.

"Sudah, nggak usah terlalu dipikirkan. Diminum gih susunya, biar kamu sedikit rileks." Lanjut Morah.

"Aku capek loh, Mor, kalau tiap hari harus beradu urat sama dia. Kamu lihat sendiri kan kelakuannya. Mau sampai kapan dia terus-terusan kayak gini? Bisa mati muda aku kalau sering marah."

"Ya gimana lagi, Beb. Namanya juga masih cinta. Segala cara bakal dilakuin demi bisa bikin kamu nyerah. Beberapa bulan yang lalu sebelum dia nikah, aku masih berada di pihak dia."

"Kamu sama Siti selalu berada di pihak dia." Ralat Briana sambil meletakkan cangkir susunya di atas meja bar. Manager dan asisten pribadinya selalu bersekongkol dengan Zafer, memberi informasi pada mantan suaminya mengenai jadwal kegiatan Briana. "Kalau sudah disodorin duit, tunduk kalian!"

"Ya, gimana lagi, Beb. Kami wanita mata duitan. Nggak dipungkiri. Dan karena aku sama Siti tahu seberapa besar cintanya Zafer sama kamu, Beb. Dan soal kemandulannya, itu takdir, dia juga nggak minta ditakdirkan sebagai laki-laki yang nggak sempurna, terlebih nggak bisa ngasih keturunan pada istrinya. Poin itu saja sudah bikin dia kesakitan, Beb. Apalagi dia harus menerima keputusanmu bercerai? Dia kehilangan perempuan yang dicintainya. Aku sama Siti terenyuh banget. Ikutan nangis pula pas kalian memutuskan berpisah."

"Kita sudah berulang kali ngebahas ini ya, Mor. Kamu bicara seperti itu seakan-akan hanya dia yang jadi korbannya. Pengorbananku selama sepuluh tahun bertahan menerima kekurangannya nggak kamu perhitungkan? Sampai usiaku udah hampir uzur untuk hamil."

"Iya, aku tahu, Beb. Aku juga nggak nyalahin kamu kok."

"Banyak yang nuduh aku istri nggak berperasaan karena udah mencampakkan suami yang mandul. Coba mereka yang bilang begitu, kuat nggak di posisiku? Saat teman-temanku datang ke acara arisan dengan membawa buah hati yang lucu-lucu. Kamu hanya bisa menatapnya tanpa harapan."

"Aku paham banget. Awalnya hati nurani aku nggak tega sama Zafer. Aku sama Siti sering ngomong, bisa saja adopsi bayi dari panti asuhan kalau memang kehadiran bayi itu sangat penting buat keutuhan rumah tangga kalian. Tapi, setelah dikoreksi ulang, kemandulan Zafer bukan satu-satunya masalah yang bikin kamu memutuskan cerai. Zafer yang tidak mau jujur pada orang tuanya tentang kondisinya, dan membiarkan Mamanya terus nekan kamu. Itulah pokok masalah kalian yang sebenarnya."

Briana masih merasakan kesakitan itu di dalam hatinya. Saat mantan ibu mertuanya menanyakan perihal keturunan dan mantan suaminya hanya diam dan tidak berniat membelanya.

"Dan, dengan sembrono dia malah nikah lagi, dengan alasan pengin bikin kamu cemburu. Ini laki-laki bodoh apa gimana sih? Dia pengin menyelesaikan masalah dengan mendatangkan masalah baru. Meskipun yang dia nikahin itu anak sopirnya sendiri, tapi itu juga manusia yang punya perasaan. Parah banget!"

"Itulah, Mor, aku juga nggak habis pikir. Perasaan dulu dia lulus kuliah teknik dengan predikat cumlaude. Kenapa sekarang jadi dangkal banget cara berpikirnya?!"

"Dia pikir dengan menikahi perempuan yang dari status sosial berada di bawahnya, dia bisa dengan gampang mendepak kalau misinya sudah terwujud? Nggak mungkin orang yang jadi mertuanya bisa melaporkan ke polisi dengan tuduhan penipuan. Selain karena kondisinya yang tidak mendukung, posisinya pernah menjadi sopir. Heh, aku benar-benar nggak nyangka Zafer bisa senekat itu."

"Yang dinikahi bocah pula." Siti, asisten pribadi Briana tiba-tiba muncul ikut nimbrung. "Usianya masih 24 tahun. Selisih 10 tahun loh sama Mas Zafer."

"Tapi kan sudah punya anak." Sambar Morah.

"Hamil di luar nikah." Sambung Briana. "Aku masih ingat waktu itu lumayan geger. Zafer yang cerita kalau anak sopirnya dihamili pacarnya yang TNI lagi tugas di Afrika. Sudah siap-siap tuh acara nikah, eh ternyata pacarnya di sana meninggal. Termasuk Mama ikut ngurusin itu cewek yang depresi berat. Dibawa ke Psikiater kenalannya gitu."

"He? Berarti waktu hamil usia dia masih 22 tahun dong. Emang dasar bocah, kenapa nggak biasa aja sih pacaran?!" Pungkas Morah tak habis pikir.

"Bocah usia segitu kebanyakan bahlul. Banyak yang masih pacaran sudah tidur bareng, tapi mereka pinter tuh, pakai kondom dong biar nggak bunting. Padahal dia anak kuliahan loh. Meskipun anak seorang sopir, soal pendidikan top banget." Siti menyambung percakapan.

"Ya kan Mamanya Zafer yang sudah biayai semua pendidikan dia. Makanya waktu dapat kabar dia hamil di luar nikah, wah, geger tuh, Mama kecewa banget."

"Aku juga heran, kenapa kalau sama orang luar Ibu baik banget? Giliran sama My Bos, yang menantunya sendiri, dituntut ini itu."

Pelangi Kedua (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang