Bagian - 8

819 142 6
                                    

"Halo, kakak ipar?" Seorang laki-laki yang merupakan putra bungsu dari keluarga ini menghampirinya. Dia baru muncul setelah hampir satu bulan Alara menjadi istri Zafer. Selama ini Shaga tengah menjalani pendidikan spesialis di luar negeri.

"Mas Shaga, apa kabar?" Tanya Alara seraya menyambut ularan tangan lelaki itu.

"Ya, gini-gini aja, Al. Eh, aku manggilnya gimana nih? Mbak Alara?" Lelaki itu mengerling jenaka. "Nggak cocok banget kamu dipanggil Mbak. Masih imut begini."

Tak urung Alara tersenyum malu. "Sehat ya, Mas?"

"Alhamdulillah. Meskipun tiga kali aku kena covid, tapi nggak yang parah banget sampai sesak napas. Cuma hilang bau dan nyeri sendi doang." Lelaki itu duduk menyebelahinya.

"Sama seperti saya. Beberapa kali flu dan batuk-batuk, tapi saya nggak pernah cek. Lebih ke irit ongkos. Hehehehe." Alara menutup laptopnya. Tidak sopan jika ia tetap sibuk mengetik sementara di sebelahnya ada orang yang mengajaknya mengobrol.

"Kenapa ditutup? Lanjutin aja nggak apa-apa. Aku duduk di sini nggak akan ganggu kok."

Alara menggeleng. "Nggak kok, Mas. Dilanjut nanti saja, masih ada banyak waktu."

"Tadi aku sempat ngintip si kecil di kamarnya. Siapa namanya, Al? Sekarang aku kan sudah jadi unclenya."

"Panggilannya Darren, Mas."

"Oh iya, Darren."

Suara ponsel Shaga berbunyi dan lantas terlibat obrolan lumayan serius. "Aku tinggal bentar ya, Al. Padahal baru sampai pengin santai-santai dulu di rumah. Ini malah dapat kabar kalau bapaknya temanku kena serangan jantung dan butuh saran dariku. Aku harus ke rumah sakit sekarang."

"Iya, Mas. Hati-hati di jalan."

Tak lama setelah adik iparnya pergi, dua sahabat Alara datang ke rumah. Memang sudah sejak tadi Alara sengaja menunggu Bilqis dan Elma di ruang keluarga. Biasanya ia lebih banyak menghabiskan waktunya di kamar untuk mengerjakan skripsi. Entah mengapa Zafer semakin murah hati, tak jarang lelaki itu minta Alara untuk mengundang teman-temannya ke rumah.

"Darren mana? Kok nggak kelihatan." Tanya Bilqis setelah mengeluarkan laptop dan mulai menekurinya.

"Lagi diajak jalan-jalan keluar." Jawab Alara sambil meletakkan beberapa toples berisi camilan dan tiga gelas jus alpukat.

"Pak Mulyadi belum bisa ngasih ACC, katanya masih banyak yang perlu diperbaiki." Ungkap Elma tiba-tiba. Ekspresi wajahnya terlihat keruh dan banyak pikiran.

"Revisi lagi dong?" Sambar Alara.

"Tapi aku nggak bisa mikir, Al. Mama Papaku neror mulu."

"Kalau saranku sih mending Elma pulang dulu, Al. Ngelarin masalahnya sama orang tuanya. Dia terlalu maksa, penginnya ngelarin proposal dulu baru pulang. Ya gimana bisa begitu? Bikin proposal butuh konsentrasi, kalau pikirannya dia lagi kacau gini, ya mana bisa fokus?" Bilqis menyela.

"Yang dikatakan Bilqis ada benernya juga loh, El. Mending kamu pulang dulu aja, daripada diterorin terus sama orang tuamu. Bikin kamu jadi nggak konsen ngerjain proposal kan? Pak Mulyadi orangnya perfeksionis, kita semua tahu itu."

"Ya ampuuuun, pusing banget akuuuu." Elma menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.

"Sudah, nggak usah dipikirin terlalu gitu. Kalau memang kamu nggak cocok nanti kan kamu bisa nolak."

"Bulan soal itu, Al, tapi aku belum kepikiran nikah. Dulu Mamaku bilang katanya aku nggak apa-apa lanjut kuliah. Aku disuruh ngejar cita-cita dulu. Eh, sekarang malah kayak gini. Gampang banget loh mereka berubah pikiran."

"Yang namanya orang tua itu pasti pengin ngasih yang terbaik buat anaknya, El. Dulu belum ada cowok yang datang ngelamar kamu, toh dari dulu orang tuamu selalu ngasih kamu kebebasan. Nah, sekarang ada cowok yang berniat baik datang ke rumah buat ngelamar. Sebagai orang tua mereka juga nggak bisa seenaknya nolak. Kamu sudah cukup umur untuk menikah." Bilqis tampak geregatan.

"Gaes, tolong kalau di sini jangan berdebat, ya. Aku nggak enak kalau sewaktu-waktu Mama mertuaku datang. Ada Mas Shaga juga baru pulang. Please, kalian jangan berisik." Alara berbisik memberitahu teman-temannya.

"Astaga, iya, bener banget." Kedua sahabatnya itu serempak mengangguk.

"Ada cctvnya juga di sini, Al?" Tanya Bilqis.

"Di sini nggak ada. Kalau di ruang tamu baru ada." Jawab Alara.

"Mereka pada ke mana sih, Al? Rumah sepi begini."

"Ya pastinya kerja. Mereka bukan pengangguran."

Ketiga perempuan itu sibuk dengan laptop di pangkuannya masing-masing. Sesekali salah satu dari mereka akan mengudap camilan yang tersedia. Asisten rumah tangga di rumah ini membantu Alara menyiapkan gado-gado yang baru saja dipesan melalui daring.

"Gaes, makannya yang rapi. Jangan bikin kotor." Tegur Alara.

"Pengin banget nasi uduk sih. Nanti pulang beli ah!" Bilqis bergumam.

"Tahu gitu tadi aku beliin itu. Kamu nggak bilang sih."

"Bagus dikasih makan, Qis. Nggak usah banyak bacot." Dengan mulut terisi penuh Elma mengingatkan.

"Aku cuma ngomong, ya. Bukan berarti nggak berterima kasih sudah disiapin gado-gado sama Alara." Bukan Bilqis bila tidak membela diri.

"Gaes, ingat, jangan berdebat."

"Al, itu ... aku mau tanya, kamu nggak ngefollow IGnya Mas Zafer ya?"

Alara punya akun Instagram, tapi tidak terlalu aktif. "Nggak. Kalian kan tahu aku jarang main IG."

"Ya tapi kan dia sekarang sudah jadi suamimu. Dia malah masih follow-followan sama mantan istrinya."

"Tapi jarang aktif juga dia sejak pisah sama Bri, Qis. Paling banter aktivitasnya cuma ngerepost tag-tag an di igs." Elma meluruskan, si paling up to date dalam hal per-medsos-an.

"Hei, jangan dilanjut. Kalian ini sudah dikasih tahu jangan berdebat." Alara lagi-lagi mengingatkan.

"Ini kan bukan berdebat, Al. Yaudah deh, aku punya satu lagi pertanyaan buat kamu, dan kamu wajib menjawabnya. Ini kamu habis nikah, pengantin baru nggak ada niatan bulan madu gitu?"

Di Karyakarsa otw bab 14🎉

Pelangi Kedua (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang