"Aku sudah bilang bakal aku antar kan? Kamu nggak perlu ke sini."
"Memangnya kenapa kalau aku ke sini? Nggak usah beralasan takut istrimu cemburu, ya. Emang kamu perduli? Kita berdua tahu alasan kamu memutuskan nikah lagi padahal kita belum lama pisah. Come on, Zaf, harusnya kamu nggak perlu sejauh ini. Gila, kamu sudah mainin anak orang."
"Pulang, Bri. Jangan ngomong yang nggak-nggak di sini."
"Alasan kamu buru-buru nikah lagi mau nunjukin ke aku kalau kamu bisa move on cepat? Mau bikin aku kalang kabut? Terus minta kita balikan lagi? Please. Keputusanku pisah dari kamu sudah aku pikirkan mateng-mateng. Cara receh seperti yang kamu lakukan ini nggak akan bisa mengubahnya. Apalagi yang kamu nikahi itu anak sopir. Astaga, aku nggak pernah memandang seseorang dari kastanya, semua ini gara-gara kamu."
"Biar aku yang angkat. Kamu harus cepat-cepat pergi dari sini. Sebelum Mama pulang."
"Padahal selain mau ngambil barang, aku ke sini juga pengin kenalan sama istri barumu. Kira-kira gimana ya reaksinya kalau dia tahu suaminya masih posesif sama mantan istrinya?"
Alara masih berdiri di balik pintu yang menghubungkan gudang dengan dapur. Sepulang dari bertemu sahabatnya, ia tidak langsung menuju kamarnya melainkan ke dapur untuk meletakkan makanan yang dibelinya dari restoran. Tapi, saat ia hendak berbalik, telinganya mendengar suara-suara debat dari ruangan yang letaknya tidak jauh dari tempatnya berdiri. Sontak saja mengundang rasa penasaran Alara untuk mendekat. Alara kaget, di dalam ada Briana dan Zafer sedang adu mulut. Semua yang dikatakan Briana tentang alasan Zafer menikahinya terdengar gamblang.
Zafer menikahinya karena ingin membalas perbuatan mantan istrinya. Sambil melangkah gegas menuju ke kamarnya hati Alara berkecamuk. Ya Allah, Zafer sudah keterlaluan jika yang dikatakan Briana benar adanya. Lelaki itu bukan hanya mempermainkan kedua orang Alara, tapi juga keluarganya sendiri, mengingat besar harapan ibu mertuanya akan keberhasilan pernikahan ini.
Selain itu, Zafer sama sekali tidak membantah semua yang diucapkan mantan istrinya, seolah menegaskan bahwa itu memang benar. Meski hubungannya dengan Zafer belum seperti pasangan suami istri di luar sana yang saling mencintai, namun mendengar alasan lelaki itu menikahinya, tetap saja mampu mencetak lubang di hati Alara.
Mengapa lelaki itu begitu tega? Apa salah Alara? Selama ini keduanya tidak pernah dekat. Tidak saling bertegur sapa bila bertemu. Alara lebih banyak menunduk saat tidak sengaja keduanya berpapasan. Sebagai bentuk rasa segannya pada putra majikan ayahnya.
Pernikahan adalah proses pengikatan janji suci antara laki-laki dan perempuan. Ibadah yang sangat mulia dan suci. Pernikahan tidak boleh dilakukan sembarangan karena ini merupakan ibadah terpanjang dan harus dijaga hingga maut memisahkan. Dan lelaki itu hanya menganggapnya main-main, untuk kepentingannya sendiri.
Bagaimana jika orang tuanya tahu alasan Zafer menikahinya? Betapa hancur hati ayah ibunya nanti. Alara tidak sanggup membayangkan raut kekecewaannya untuk yang kesekian kali akibat ulahnya. Ibunya terlihat bahagia bermenantu Zafer. Begitu juga tugas seorang ayah seketika terangkat, mempercayakan putrinya pada pria yang dianggapnya bisa membimbing.
Alara terduduk lemas di atas kursi meja rias. Sekarang ia bingung harus bersikap. Haruskah ia mengadu pada Bu Yunia? Tapi, bagaimana jika Bu Yunia tidak memercayainya? Tidak mungkin putranya berbuat senekat itu. Zafer pasti tidak akan tinggal diam, dengan keahliannya meyakinkan semua orang bahwa kesaksian Alara siang ini tidak benar. Sedangkan Alara juga tidak memiliki bukti. Sudah pasti Alara menjadi pihak yang kalah.
Ya Tuhan, apa yang harus ia lakukan? Pernikahan ini jelas-jelas tidak akan selamanya. Ada masa kadaluarsanya. Saat nanti misi Zafer sudah tercapai, itulah akhir segalanya. Alara tidak mungkin menunggu kapan lelaki itu akan mendepaknya. Alara bukan orang yang pandai pura-pura jika ada sesuatu yang ganjil. Pandangannya saja kini telah berubah. Sakit hati bermain di dadanya saat mengingat perlakuan Zafer setelah menjadi suaminya, yang itu hanya sebuah tipu muslihat. Untuk melancarkan rencananya agar terlihat natural. Bahkan lelaki itu juga pura-pura menginginkannya.
Alara tersenyum hambar. Ditatapi ranjang besar yang menjadi tempat bersatunya dua insan dalam hubungan yang halal. Yang ironisnya tidak bagi keduanya. Alara dinikahi hanya sebagai alat untuk menarik perhatian Briana. Ya Tuhan, rasanya Alara ingin menertawakan kepolosannya sendiri. Kebodohannya karena menganggap kebaikan lelaki itu padanya dan Darren tulus.
Alara terlonjak saat pintu kamarnya dikuak dan muncul sosok yang memenuhi isi kepalanya. Dengan ekspresi seperti biasanya, tenang, datar dan tanpa dosa, lelaki itu mendekat.
"Kamu sudah pulang? Tadi barusan ke mana?"
Alara tidak langsung menjawab. Dipandangi sosok besar yang berdiri di hadapannya. Zafer hanya menggunakan singlet, sehingga tato di dada dan sepanjang lengan kiri tereskpos jelas. Saat keduanya sedang dalam keadaan tanpa busana, sering kali Alara melirik tato yang bertuliskan nama Briana. Tato itu tepatnya berada di bagian jantung. Hati Alara semakin terasa mencelos. Ia sempat berharap kelak Zafer mau menghapus nama itu, karena bukan lagi yang menjadi istrinya, melainkan Alara.
"Kenapa ngelihatin aku kayak gitu? Aku keringetan begini karena habis ngegym. Ini mau bersih-bersih dulu. Kamu ini kayak nggak pernah keringetan bareng aja, ngelihatin aku sampai segitunya." Dan lelaki itu melangkah masuk kamar mandi.
Alara layaknya manusia linglung. Berita yang ia kantongi di kepalanya bukan hal yang kecil. Ia harus berani mengambil sikap tegas. Ia sebagai anak satu-satunya, harus bisa menjadi tameng untuk kedua orang tuanya. Ia tidak akan membuat Zafer berani mengecewakan ataupun sampai berbuat seenaknya sendiri.
"Mbak Bri ke sini ngapain, Mas?" Tanya Alara, begitu lelaki itu keluar dari kamar mandi dan mengenakan pakaiannya.
Lelaki itu terdiam sejenak, menatapnya. "Kamu tahu? Dia ambil barangnya yang masih tertinggal di apartemen. Kemarin sama Bokir malah dibawa pulang kemari. Tumben kamu kepo."
"Memangnya salah kalau saya pengin tahu?" Alara berusaha mengendalikan suaranya agar tidak terdengar bergetar. Jujur ia sangat takut Zafer risi dengan pertanyaannya. Merasa dipergoki dan diawasi. Kebanyakan lelaki tidak menyukai sikap perempuannya yang posesif. Selama ini ia hanya melihat sikap hangat Zafer, bukan kemarahannya.
Lelaki itu mendekatinya. Tatapannya meneleng sambil tersenyum jahil. "Nggak salah dong. Kamu kan istriku. Wajar kalau pengin tahu urusan suami. Nggak lagi cemburu kan?"
"Hah?" Alara melongo, kenapa jadi melenceng ke arah sana? Cemburu?
"Ekspresi kamu kelihatan tegang dan pengin ngamuk. Nggak apa-apa, aku bisa ngerti." Lelaki itu menyebelahinya saat Alara masih sibuk mengendalikan diri. "Nggak apa-apa. Kalau marah-marah bisa bikin hati kamu merasa lebih baik, aku ladenin. Asalkan habis itu kita main-main di sini, ya." Lanjut lelaki itu sambil menepuk-nepuk ranjang yang mereka duduki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Kedua (TAMAT)
RomanceKekasih Alara yang seorang prajurit TNI dikabarkan tewas saat bertugas di Afrika. Meninggalkan Alara yang kala itu tengah hamil muda. Rencana pernikahan yang sudah matang dipersiapkan harus kandas. Alara hancur. Percobaan bunuh diri berulang kali te...