8 | Energi Positif

908 92 0
                                    

Mendengar usulan Damar saat itu, Ben pun segera menyetujuinya. Kedua pria itu segera bergantian mengambil air wudhu dan mengambil Al-Qur'an. Keduanya langsung membaca Al-Qur'an di kedua sisi tempat tidur di mana Yvanna sedang berbaring. Wajah Yvanna tampak begitu tenang ketika lantunan ayat suci Al-Qur'an bergema di sekelilingnya. Tidak ada airmata dan tidak ada lagi yang perlu Ben takutkan.


Di alam bawah sadarnya, Yvanna kembali mendengar suara Ben yang kini tengah melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Hal itu membuat kedua mata Yvanna kembali berkaca-kaca dan diiringi dengan hati yang begitu ingin meluapkan perasaannya. Sosok yang ada di sisinya saat itu pun tersenyum.

"Dia begitu mengharapkanmu kembali sadar seperti sediakala," ujarnya.

"Aku tahu. Tapi sayangnya aku masih tertahan di sini," balas Yvanna.

"Aku bisa saja mengembalikanmu sekarang, tapi kamu akan mengalami kesulitan yang begitu besar saat akan mengalahkan Sasmita. Makhluk yang dikirimnya masih mengunci rahimmu saat ini. Sasmita mungkin telah salah perhitungan, karena akhirnya makhluk itu melukai rahim seorang perawan. Saat ini dia tengah mencari cara untuk tetap bisa menang, meskipun makhluk kirimannya telah melakukan kesalahan. Tapi jika kamu mengalahkan dia di alam nyata tanpa mengalahkan dia dari alam bawah sadarmu, maka resikonya adalah kamu bisa mati. Kalaupun kamu tetap hidup, maka kamu tidak akan bisa memiliki keturunan seumur hidupmu," jelas sosok itu.

"Jadi, aku memang tidak punya pilihan lain selain mengalahkannya melalui alam bawah sadarku terlebih dulu?" tanya Yvanna.

"Ya, seperti itulah jalan satu-satunya yang bisa kamu tempuh. Lagi pula, bukan hanya keselamatanmu yang akan dipertaruhkan kalau kamu bersikeras ingin melawannya di dunia nyata. Nyawa Adik iparmu juga akan menjadi taruhannya. Ingat baik-baik, bahwa dia adalah sasaran sebenarnya bagi Sasmita."

Yvanna pun segera kembali mengikuti langkah sosok itu. Suara Ben masih terdengar dengan jelas olehnya, memberikan ketenangan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Langkah mereka kini berhenti ketika sampai di puncak sebuah undakan. Dari sana, Yvanna dapat melihat dengan jelas di mana makhluk kiriman itu berdiam diri.

"Coba jelaskan padaku, apa tujuan Sasmita sebenarnya sehingga dia berani mengirim makhluk kiriman seperti itu ke dalam rumah keluargaku padahal dia tahu kalau aku dan Reza jelas akan menghancurkannya?" pinta Yvanna.

Sosok itu tersenyum.

"Dia selama ini memendam rasa iri hati terhadap Ibumu dan Ibu dari Adik iparmu. Dia iri dengan kelebihan yang dimiliki oleh Ibumu, sementara terhadap Ibu dari Adik iparmu dia merasa iri dengan hidupnya yang serba berkecukupan. Dua hal itu adalah pemicu yang membuat Sasmita memaksakan diri untuk mengirim penderitaan ke dalam rumah keluargamu. Meskipun dia tahu kalau akhirnya akan berhadapan denganmu ataupun Adikmu, dia tetap tidak peduli. Dia ingin menghancurkan dua keluarga dalam satu kali tepukan," jelasnya.

Yvanna pun mengangguk-anggukkan kepalanya, pertanda bahwa ia sudah mencerna baik-baik penjelasan yang diberikan oleh sosok itu.

"Sekarang perhatikanlah makhluk itu lebih dulu dengan seksama, sebelum kamu memutuskan untuk mengalahkannya. Kamu harus mencari titik lemahnya, agar tidak perlu memakan waktu lama bagimu untuk bertarung ketika mengalahkannya."

Yvanna pun segera duduk di atas undakan yang sejak tadi dipijaknya. Ia memperhatikan dengan seksama makhluk itu dari kejauhan sambil memejamkan kedua matanya. Ia mengeluarkan ajian selubung tatap untuk bisa mengawasinya meski dari jarak yang sangat jauh. Suara Ben masih terdengar oleh Yvanna, dan suara itu pula yang membuatnya berkonsentrasi dengan baik.

Pram masuk ke kamar itu bersama Narendra. Mereka sama sekali tidak menghentikan apa yang Ben dan Damar lakukan saat itu. Ketenangan di wajah Yvanna mulai terlihat dengan jelas. Wajah pucatnya mulai kembali terlihat segar meski sangat perlahan. Tio, Tika, Manda, dan Lili ikut masuk ke dalam kamar itu tak lama kemudian.

"Reza sudah memperbaharui penjagaan di luar menara, Kek," lapor Tio.

"Mm ... kalau begitu sekarang giliran Tika, Manda, dan Lili yang harus mencoba untuk menenangkan Naya. Kalau dia terus gelisah, maka serangan dari Sasmita akan berpotensi kembali datang ke dalam rumah ini," ujar Pram, memberi tugas.

"Baik, Kek. Akan kami coba sampai Naya benar-benar tenang," jawab Tika, yang kemudian memberi tanda pada Manda dan Lili untuk ikut bersamanya.

Tio berdiri di samping Narendra dan menatap ke arah Yvanna yang masih terbaring dalam keadaan tidak sadar. Pram menatapnya sesaat kemudian.

"Kamu panggil Zian, Aris, dan Jojo ke sini. Ambil air wudhu dan ikut mengaji bersama Damar dan Ben. Ingat, hanya yang Kakek sebutkan namanya, yang boleh kamu panggil ke sini," titah Pram.

Narendra menatap ke arah Ayah mertuanya setelah Tio pergi dari sisinya.

"Mengapa begitu, Yah? Mengapa harus yang Ayah sebutkan namanya saja yang boleh ikut mengaji di sini?" tanya Narendra.

"Jin yang dikirim oleh Sasmita adalah jin wanita. Kita hanya bisa membantu Yvanna mengalahkannya melalui media pengajian seperti ini. Semua anak laki-laki yang aku sebut namanya, adalah orang-orang yang tidak mudah terpengaruh oleh kekalutan. Maka dari itu, aku hanya meminta mereka saja yang boleh melakukan pengajian di sini. Kekuatan perasaan mereka yang tidak mudah goyah, akan membuat Jin wanita itu tidak memiliki tempat berlari selain kembali berlari pada pemiliknya sendiri," jawab Pram.

Tak lama kemudian, Tio kembali ke kamar itu bersama Zian, Aris, dan Jojo. Mereka duduk di lantai bersama-sama dan mulai membaca Al-Qur'an yang mereka bawa masing-masing. Narendra terus berdoa semoga putrinya bisa kembali bangun seperti biasanya. Ia jelas tidak siap sama sekali jika harus kehilangan Yvanna dengan cara yang begitu tragis. Harapannya kini benar-benar ia gantungkan kepada Allah, agar ada pertolongan yang Allah kirimkan untuk Yvanna di dalam keadaan tidak sadarnya.

Pram memberi tanda pada Narendra untuk keluar bersamanya. Pram tidak ingin ada yang mengganggu proses pengajian itu, termasuk kegelisahan hati Narendra yang begitu terasa sangat kuat bagi Pram. Kegelisahannya sebagai seorang Ayah yang takut akan kehilangan putrinya, hanya akan membawa energi negatif serta mempersulit keadaan.

"Kamu duduk saja di sini jika tidak bisa menahan perasaan sedihmu saat melihat Yvanna. Biarkan energi positif yang mengelilingi seluruh sisi diri Yvanna, karena energi negatif dari kesedihanmu itu hanya akan menghalangi mereka yang ada di dalam untuk membantu Yvanna," jelas Pram.

"Apakah dengan tidak adanya energi negatif di sekitar diri Yvanna akan membuatnya bisa segera sadar, Yah?" tanya Narendra, berusaha menahan rasa sedihnya.

Pram pun mengangguk.

"Ada harapan yang besar menuju ke arah situ, Nak. Bersabarlah sebentar lagi, biarkan Yvanna juga menjalani prosesnya. Dia sudah melewati hal yang paling mengerikan, dan kini saatnya bagi dia untuk menghempaskan hal mengerikan itu agar kembali pada pengirimnya," jawab Pram, berusaha meyakinkan Narendra.

* * *

TUMBAL JANINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang