25 | Pertengkaran

910 89 0
                                    

Narendra menatap Larasati yang masih juga belum tidur. Ia menghampiri dan ikut berdiri di depan jendela kamar yang saat itu sengaja tak ditutup gordennya oleh Larasati.


"Yvanna pasti akan pulang, Bu," ujar Narendra.

"Aku tahu, Yah. Yvanna tidak akan gagal. Kemampuannya jauh melampaui kemampuanku, dulu. Aku bahkan masih berusaha mempercayai, bahwa dia telah bangun dari kondisi koma yang dia alami tadi siang. Dia bahkan berhasil mengirim balik makhluk kiriman dari Sasmita melalui alam bawah sadarnya. Tapi yang aku pikirkan saat ini bukanlah hal itu."

"Lalu apa yang kamu pikirkan saat ini, Bu? Apakah kamu memikirkan mengenai pernikahan Yvanna dan Ben yang dilaksanakan terlalu cepat dan sama sekali tidak meriah seperti pernikahan Reza dan Tio? Kalau mengenai masalah itu, kita bisa merundingkannya bersama Keluarga Adriatma. Mana mungkin juga Dek Arini akan membiarkan pernikahan Ben dan Yvanna tidak dilaksanakan sebaik mungkin," Narendra berupaya menenangkan perasaan Larasati.

"Bukan itu juga yang sedang aku pikirkan, Yah. Ini bukan perkara kekuatan Yvanna, bukan juga perkara pernikahan Yvanna dan Ben. Ini perkara Sasmita," jelas Larasati.

"Perkara Sasmita?" tanya Narendra, tampak kebingungan.

"Ya, perkara Sasmita dan dendamnya terhadap kita berdua," jawab Larasati.

"Dendam apa yang kamu maksud, Bu? Demi Allah, aku sama sekali tidak paham dengan dendam yang Sasmita simpan untuk kita berdua. Entah karena apa dia mendendam pada kita, entah apa awal mulanya. Aku sungguh tidak paham," Narendra benar-benar mulai tampak frustrasi.

"Dia dendam pada kita berdua, Yah. Dia dendam padaku, karena akhirnya aku dipilih olehmu dan menikah denganmu. Dia dendam padamu, karena dulu kamu sama sekali tidak pernah memberikan dia kesempatan untuk mendekat. Dia memiliki perasaan untuk kamu dan kamu mengabaikannya."

"Untuk apa aku menanggapi perasaannya, sementara aku mencintai kamu? Aku memang tidak akan pernah memberikan celah untuk wanita mana pun selain kamu, agar hanya kamu yang bisa mengisi kehidupanku. Kamu tahu sendiri bagaimana sifatku. Apa yang aku pikirkan dan apa yang aku rasakan akan selalu mutlak tanpa bisa diganggu gugat. Seandainya Almarhum Hendri masih hidup, dia akan bersaksi padamu bahwa di dalam hatiku memang tidak pernah kusediakan tempat untuk wanita lain selain kamu. Jadi aku tidak peduli dengan dendam gilanya Sasmita. Aku cuma cinta sama kamu dan itu sudah kuputuskan sejak pertama kali aku mengenalmu di SMA," tegas Narendra.

"Tapi dia hampir saja berhasil menyentuh Naya dan calon Cucu kita, Yah. Dia bahkan dengan berani menunjukkan dendamnya itu dan ingin menyerang Naya melalui tanganku sendiri. Andai bukan karena Yvanna yang memutuskan berkorban demi melindungi Naya serta calon bayinya, maka aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi di dalam keluarga kita. Naya tidak akan bisa punya anak lagi seumur hidupnya dan Reza tidak akan pernah punya keturunan karena aku tidak akan pernah memberinya izin untuk menikah dengan wanita lain. Coba pikirkan baik-baik, Yah. Andai Yvanna tidak mengambil keputusan sendiri, berapa banyak perasaan yang harus dikorbankan akibat dendam Sasmita terhadap kita berdua?" tanya Larasati.

"Lalu kamu mau bagaimana lagi, Bu? Kamu mau berbuat apa sekarang? Apakah menurutmu aku harus menemui Sasmita dan memberi kesempatan padanya untuk menjadi Istriku seperti yang dia inginkan?" Narendra bertanya balik. "Kalau memang itu keinginanmu, segeralah ambil pisau di dalam laci itu dan bunuh aku dengan tanganmu! Demi Allah ... aku, Narendra Harmoko, tidak akan pernah sudi menikahi wanita mana pun selain kamu, Larasati Harmoko. Aku tidak akan pernah membiarkan anak-anakku memiliki Ibu yang lain akibat dari pernikahanku dengan wanita lain! Ingat itu baik-baik!"

TOK... TOK... TOK...!!!

"Ayah ... Ibu ... buka pintunya! Jangan bertengkar di dalam sana dan bertingkah seperti tidak terjadi apa-apa! Aku dan Reza bisa mendengar suara kalian dari luar sini!" seru Tio, setelah mengetuk pintu kamar Larasati dan Narendra dengan keras.

"Buka pintunya, Ayah. Kakek bahkan kembali keluar dari kamarnya karena mendengar suara kalian berdua. Ibu mertuaku juga terbangun kembali saat ini bersama Kak Nia. Tolong buka pintunya dan biarkan kami masuk," Reza ikut meminta.

* * *

Ben mendengar dengan jelas permohonan yang Sasmita ucapkan di hadapan Yvanna. Hal itu jelas membuatnya sedikit merasa kesal, karena ucapan Sasmita benar-benar tampak menggambarkan bahwa wanita tua itu hanya mengkhawatirkan dirinya sendiri.

"Lalu kamu pikir keluarga kami tidak merasa tersiksa, ketika makhluk kirimanmu itu hampir menyerang Adik bungsu serta calon keponakan kami? Lalu kamu pikir aku tidak merasa tersiksa, ketika akhirnya Yvanna mengorbankan diri hingga membuat dirinya terkena serangan dari makhluk kirimanmu? Jangan memohon kepada kami. Jangan menunjukkan seakan hanya diri kamu yang tersiksa. Karena ketika kamu memohon, kami semakin sadar bahwa kamu hanya memikirkan dirimu sendiri dan tidak memikirkan perasaan kami!" tegas Ben.

Sasmita akhirnya tahu, kalau orang yang terkena serangan dari makhluk kirimannya siang tadi adalah Yvanna. Ekspresi wajah Sasmita kini berubah menjadi tidak terkendali.

"Pantas saja makhluk kirimanku bisa dikalahkan dan dikembalikan sekaligus dilenyapkan. Yvanna jelas memberikan perlawanan yang luar biasa ketika menghadapi makhluk itu melalui alam bawah sadarnya. Dan itu menandakan bahwa dia bukanlah lawan yang sepadan denganku," batin Sasmita.

Yvanna kembali memusnahkan beberapa keping bejana emas yang ada di tangannya. Hal itu membuat Sasmita semakin ketakutan dan tak bisa mengendalikan dirinya.

"Arrrggghhh!!! Sakit, Yvanna!!! Sakit!!!"

Teriakan nyaring yang keluar dari mulut Sasmita jelas menarik perhatian Hardi yang saat itu masih berkelahi dengan Zian dan Jojo. Manda kini menoleh ke arah keberadaan Yvanna dan Ben, tanpa mengurangi kewaspadaannya terhadap Hardi.

"Kak Tika, itu Kak Yvanna tampaknya benar-benar sedang menyiksa Sasmita," bisik Manda.

"Biar saja. Semuanya sesuai dengan yang Yvanna inginkan sebelum kita berangkat, bukan? Lagi pula, wanita tidak tahu diri itu memang pantas menerima siksaan dari Yvanna," balas Tika, ikut berbisik.

Manda cukup terkejut mendengar balasan dari Tika. Tika memang selalu saja hobi mengomel, berceramah, dan suka marah-marah ketika ada yang membuatnya merasa terganggu. Tapi setuju dengan keinginan Yvanna bukanlah salah satu hobinya, dan hal itu jelas membuat Manda cukup merasa heran.

"Sekali-sekali kita memang harus memberikan pelajaran kepada orang-orang yang sudah berusaha ingin menyentuh anggota keluarga kita. Aku masih sakit hati sampai detik ini, karena dia hampir berhasil menyakiti Naya dan calon keponakan kita. Dan yang lebih membuatku sakit hati adalah, dia berhasil membuat Adik kesayanganku bermandi darah hingga mengalami koma siang tadi. Jadi ... biar saja kalau Yvanna mau menyiksanya. Aku ikhlas dan mendukung," tutur Tika, tanpa ragu.

"Hm ... tolong ingatkan aku untuk tidak pernah membuatmu sakit hati. Aku tidak mau Kakak meminta Kak Yvanna menyiksaku seperti bagaimana dia menyiksa Sasmita," pinta Manda sambil tersenyum jahil.

* * *

TUMBAL JANINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang