20 | Menyarankan Panggilan Yang Tepat

916 97 1
                                    

Ben pun menoleh ke belakang usai mendengar suara Zian.


"Kamu dari tadi nguping, Zi?" tanya Ben.

"Aku enggak perlu nguping, Ben. Tercela sekali tuduhanmu terhadapku," jawab Zian, sambil menahan-nahan suaranya karena takut Tika terganggu.

Yvanna berusaha menahan tawanya, agar tak dikira sedang mengejek yang lebih tua oleh Zian. Ben sendiri hanya bisa mengulum senyum dan berusaha untuk tidak tertawa terbahak-bahak usai mendengar jawaban dari Zian.

"Satu, jarak kita bertiga ini dekat sekali. Berbeda dengan jarak antara kita dengan Jojo dan Manda atau Aris dan Lili. Dua, sejak tadi kamu dan Yvanna sama sekali tidak berusaha memelankan suara. Tiga, kamu berbisik-bisik hanya disaat terakhir saja, ketika mengungkapkan perasaanmu pada Yvanna. Jadi mana mungkin aku tidak bisa mendengar mulut ajaibmu yang biasanya tertutup rapat itu?" jelas Zian, dengan nada-nada gemas terhadap Ben.

Yvanna melirik sekilas ke arah Ben.

"Aku juga sayang sama kamu, Kak," balas Yvanna, atas ungkapan hati Ben yang tadi.

Zian dan Ben pun mendelik pada saat bersamaan, seraya menatap ke arah Yvanna dari sudut pandang yang berbeda. Wajah Ben jelas memerah sempurna karena ungkapan hatinya dibalas dengan sangat jelas oleh Yvanna tanpa basa-basi, sementara wajah Zian kini mengkerut dan berhias rasa sebal yang luar biasa untuk Yvanna.

"Wah ... mulutmu itu mampu menjadi berbisa juga rupanya, Yv. Saking berbisanya, telingaku sampai terasa kebas akibat mendengar balasan ungkapan perasaan darimu untuk Ben barusan," sindir Zian secara terbuka.

"Ya untuk apa aku sembunyikan, bukan? 'Kan Kak Zian sendiri yang bilang, kalau tidak mungkin telinga Kakak tidak mendengar obrolanku dengan Suamiku di depan sini. Jadi ya sudah, aku putuskan untuk membalas ungkapan perasaan Suamiku pada saat ini juga. Masa iya aku harus menunggu kita semua sampai di rumah Ibu kami yang ada di Garut, baru aku akan membalas ungkapan perasaannya. Nanti kalau Suamiku uring-uringan, panas-dingin, dan demam akibat ungkapan perasaannya yang kugantung dan tak kubalas-balas, memangnya Kak Zian mau membantuku menenangkan hatinya?" balas Yvanna, sehalus mungkin.

Ben kini benar-benar menggigit bibir bawahnya agar tawanya tak meledak secara tiba-tiba. Wajah Zian yang baru saja mendapatkan balasan tak terduga dari Yvanna tampak amat sangat memancing Ben untuk meledakkan tawa. Bahkan jika saja bisa, mungkin Ben akan langsung berguling-guling pada saat itu juga karena merasa begitu disanjung oleh Yvanna dengan cara yang sangat unik.

"Bahagia kamu, Ben? Bahagia kamu, karena sekarang sudah memiliki Istri yang mampu membalas semua sindiran yang aku layangkan, hah?" omel Zian.

Ben segera berbalik ke arah depan  untuk menghindari tatapan sebal Zian. Zian kini kembali melayangkan tatapannya ke arah Yvanna.

"Dan kamu juga, Yv. Mana ada orang yang akan langsung uring-uringan, panas-dingin, dan demam hanya karena ungkapan perasaannya digantung serta tidak dibalas-balas? Jangan suka mengarang bebas kamu, ya! Jangan bikin Ben besar kepala akibat dari pembelaan manis yang keluar dari mulut berbisamu itu," Zian benar-benar melanjutkan omelannya tanpa pandang bulu.

Tika menggeliat pelan dan sedikit membuka matanya yang masih mengantuk.

"Kamu bisa bilang begitu karena belum pernah mengungkapkan perasaan atau mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan perasaan terhadap seorang wanita, Zi. Apa yang dikatakan Yvanna itu benar adanya kok. Kalau tidak dibalas sekarang ungkapan perasaan yang Ben utarakan, maka Ben akan merasa uring-uringan, panas-dingin, dan bahkan bisa demam karena dia merasa Yvanna tidak memberinya kepastian," jelas Tika, membela Yvanna secara terang-terangan.

Ben kembali berbalik ke belakang.

"Tuh dengar. Kakak iparku saja paham kalau yang Istriku katakan itu adalah benar," ujarnya.

"Mana mungkin bisa benar? Itu pendapat siapa? Apakah sudah pernah dibuktikan, sehingga bisa dibilang pendapat yang benar?" Zian masih tetap merasa ucapan Yvanna tak masuk akal.

"Kalau mau tahu ucapanku benar atau tidak, Kak Zian harus mengalaminya sendiri. Perasaan yang digantung oleh orang lain itu sangat tidak enak rasanya. Maka dari itu, aku tidak mau membuat perasaan Suamiku tergantung tanpa arah setelah dia mengungkapkan isi hatinya," jawab Yvanna.

"Tapi, Yv ...."

Cup!

Tika mendadak mencium pipi Zian secara tiba-tiba, sehingga membuat Zian dan Ben merasa kaget setengah mati. Namun saat Zian menoleh ke arah Tika, wanita itu sudah kembali memejamkan kedua matanya tanpa mengatakan apa-apa. Yvanna tertawa pelan karena dirinya bisa melihat hal itu dari kaca spion dengan sangat jelas.

"Tika ... itu maksudnya apa, Tik? Kamu kok tiba-tiba cium pipiku tanpa aba-aba? Tika? Jawab aku ...." cicit Zian sambil mengguncang-guncang lengan Tika yang tetap tak mau mengatakan apa-apa.

Ben dan Yvanna benar-benar tertawa tertahan.

"Gimana? Enak atau enggak ketika perasaanmu digantung sama Kak Tika?" goda Ben, setelah Tika memberikan contoh langsung kepada Zian.

"Kenapa pakai tanya? Kamu enggak lihat kalau aku sudah mulai pengen uring-uringan, gelisah, dan panas-dingin?" balas Zian, sengit.

Zian pun kembali berusaha membuat Tika agar terbangun lagi. Sementara Ben kini kembali menatap ke arah Yvanna yang tangannya masih ia genggam seperti tadi.

"Terima kasih atas balasan untuk ungkapan perasaanku terhadapmu, Yv. Aku bahagia mendengarnya," ujar Ben, jujur.

"Aku juga merasa bahagia karena bisa membalas ungkapan perasaanmu, Kak. Andai bisa kugambarkan secara nyata, mungkin Kakak sekarang akan melihat lukisan yang begitu indah karena hatiku sedang merekah-merekahnya saat ini," balas Yvanna.

Tika kembali membuka kedua matanya, namun mengabaikan Zian yang masih berusaha mendapatkan jawaban dari wanita itu.

"Kalian berdua tidak mau ganti panggilan? Yvanna akan terus memanggil Ben dengan panggilan 'Kakak' dan Ben akan terus memanggil Yvanna dengan panggilan 'Yv'?" tanya Tika.

"Namanya juga mereka baru menikah beberapa jam yang lalu, Tika. Memangnya kamu sudah punya saran untuk mereka, agar mereka menggunakan panggilan yang kamu sarankan setelah menikah?" tanya Zian.

"Belum ada, sih. Tapi 'kan masa iya mereka mau saling memanggil dengan sebutan yang sama meski telah menikah," jawab Tika sambil menatap ke arah Zian.

Ben langsung mengecup tangan Yvanna sekali lagi seperti tadi, tak peduli kalau Zian dan Tika sedang menatap ke arahnya sekarang.

"Mentariku," ucap Ben dengan penuh cinta.

"Iya, Mas Surgaku?" balas Yvanna dengan sengaja,

Tika pun hampir bangkit dan hendak menjambak rambut Yvanna maupun Ben, namun hal itu segera dicegah oleh Zian yang berhasil menahannya mati-matian agar tetap duduk di kursi penumpang.

"Jangan bertingkah seperti anak remaja yang terkena cacingan, ya!!! Aku tidak akan segan-segan memberi kalian minum combantrin seumur hidup, kalau sampai berani menggunakan nama panggilan menyebalkan itu!!!" ancam Tika.

"Ya Allah, Tika! Kesabaranmu kok benar-benar setipis kabut, sih?" heran Zian yang masih berusaha menahan Tika pada tempatnya.

* * *

TUMBAL JANINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang