Setelah tubuh Yvanna ambruk di lantai, semua orang baru bisa kembali menggerakkan tubuh mereka seperti sediakala. Arini segera menjatuhkan tubuhnya ke lantai untuk meraih tubuh Yvanna ke dalam dekapannya. Ia menangis sejadi-jadinya bersama Dokter Larasati ketika melihat tubuh Yvanna yang mulai memucat akibat pendarahan yang tidak kunjung berhenti dari rahimnya.
"Lili!!! Lili ambilkan infus!!! Cepat, Nak!!!" teriak Larasati.Narendra meraih tubuh Yvanna yang begitu lemas dari dekapan Arini dan digendongnya menuju ke kamar terdekat. Ia menangis saat melihat putri kesayangannya benar-benar tidak sadarkan diri dan tampak sangat tak berdaya. Ben terpaku di tempatnya dan jatuh berlutut saat melihat darah yang menggenang di lantai. Ia tak pernah takut saat melihat darah selama ini, namun untuk pertama kalinya ia merasa gemetar saat melihat darah yang berasal dari rahim Yvanna. Ia benar-benar hanya bisa membisu saat melihat bagaimana wanita itu mengorbankan dirinya demi melindungi Naya.
Naya mendekat ke arah Ben dan menangis hebat sambil berlutut memeluk Kakak laki-lakinya tersebut. Silvia ikut terduduk di lantai dan segera didampingi oleh Tio.
"Tidak ada jalan lain. Aku sudah menduganya tadi. Yvanna jelas akan memilih dirinya yang terluka, daripada harus melihat orang lain menderita," ujar Silvia seraya menangis di dalam dekapan Tio.
Erna--yang tadinya hendak mendekat ke arah Silvia--memutuskan untuk menuju kamar di mana Yvanna ditempatkan saat itu. Ia memilih menyusul Larasati, Arini, dan yang lainnya. Manda dan Lili mencoba membangunkan Yvanna sambil menangis di sisinya. Namun Yvanna tetap tidak bergeming dan tetap saja memucat meski telah menerima cairan infus. Tika benar-benar shock dengan apa yang menimpa Adiknya saat itu, Zian berupaya menghiburnya dan tetap berada di sisinya. Reza masuk ke menara bersama Aris dan Jojo, mereka tampak sudah tahu bahwa kedatangan mereka sangatlah terlambat saat itu.
"Kak Yvanna ... Kak Yvanna ...." Naya ingin menjelaskan apa yang terjadi, namun rasanya begitu sulit lidahnya untuk berucap.
Reza meraih tubuh istrinya dari sisi Ben dan berusaha membuatnya tenang. Segalanya benar-benar kacau saat itu dan tidak ada yang bisa menanganinya. Reza masuk ke kamar tempat Yvanna berada bersama Naya. Suara tangis terdengar menggema di seluruh penjuru menara akibat apa yang baru saja terjadi. Reza memusatkan kekuatannya dan mencoba menghentikan pendarahan yang sedang terjadi pada rahim Yvanna, namun hal itu tampaknya tidak terlalu banyak membantu.
"Ayah ... telepon Kakek. Biarkan Kakek memberikan pendapatnya tentang kondisi Kak Yvanna saat ini," pinta Reza.
"Ya, Ayah akan telepon Kakekmu," tanggap Narendra sambil menyeka airmatanya.
Erna pun menatap semua orang.
"Keluarlah dulu, kami akan membantu membersihkan tubuh Yvanna," ujarnya.
Setelah semua orang pergi, Silvia pun masuk ke dalam kamar itu dan mendekat pada Ibunya.
"Cepat ganti pakaianmu. Kita urus Yvanna sama-sama karena Ibu mertuamu sedang tidak bisa melakukannya saat ini," titah Erna.
"Iya, Bu. Aku ganti pakaian dulu dan akan langsung membawakan air hangat untuk membersihkan tubuh Yvanna," Silvia setuju.
Larasati masih meratap di samping tubuh Yvanna bersama Arini. Erna dan Ayuni menatap mereka berdua dengan penuh rasa sedih yang mendalam.
"Dia benar-benar tidak pernah memikirkan dirinya sendiri. Dia benar-benar selalu mengutamakan perlindungan untuk orang lain," ujar Ayuni.
"Ya, begitulah Yvanna yang aku kenal sejak dia masih remaja. Dia tidak pernah egois dan tidak pernah berhenti untuk mendahulukan orang-orang di sekitarnya," balas Erna.
Damar membantu Ben bangkit dari lantai, namun Ben tampak masih begitu sulit untuk menerima keadaan Yvanna yang harus mengalami hal mengerikan tadi. Nania juga ikut membantu Ben seperti yang Damar lakukan, namun Ben tetap saja sulit untuk diajak pergi dari sana.
"Dia ada di depanku, Kak. Aku harusnya berusaha lebih keras untuk menggerakkan tubuhku seperti yang Silvia lakukan untuk Naya. Aku berada dekat sekali darinya, tapi aku tidak berusaha meraihnya," sesal Ben.
"Ben ... tadi kita semua mengalami hal yang sama. Kamu tidak bisa menyalahkan diri sendiri, karena tadi kami juga ingin melakukan hal yang sama seperti yang ingin kamu lakukan. Tapi kenyataannya kita semua terkunci pada satu titik dan mungkin itu adalah rencana dari si pemberi bencana, agar tidak ada yang bisa menyelamatkan Naya jika Naya yang membuka kotak hadiah tadi," jelas Nania.
Tika meraih kotak hadiah yang tadi dipegang oleh Arini untuk diperiksa lebih teliti. Manda mendekat padanya sambil menyalakan lampu ultraviolet dari dalam sakunya untuk mencari sidik jari pada kotak tersebut. Silvia masuk kembali ke kamar tempat Yvanna berada, lalu kemudian mengunci pintunya dari dalam agar tidak ada yang masuk saat tubuh Yvanna tengah dibersihkan. Tio terlihat juga sudah mengganti pakaiannya. Ia meminta asisten rumah tangga dari rumahnya untuk segera membersihkan lantai yang tergenang oleh darah. Reza masih berupaya menenangkan Naya yang tampak sangat terguncang atas kejadian yang baru saja terjadi.
"Sebentar lagi Kakekmu akan tiba di sini," ujar Narendra kepada Tio.
"Kakek padahal tadi ada di sini. Beliau baru saja pulang ke rumahnya dan sekarang harus kembali lagi ke sini setelah mendengar kabar mengenai Yvanna. Aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika Kakek melihat kondisi Yvanna sekarang, padahal tadi dia masih melihatnya tersenyum dengan cantik." Tio menyeka airmatanya.
"Ya, Ayah tahu. Tapi mau bagaimana lagi? Bagi Yvanna, tidak ada yang lebih penting di dalam hidupnya selain melindungi orang lain. Kamu tahu benar bagaimana sifatnya," balas Narendra, kembali menangisi putri kesayangannya.
"Saat ini sebaiknya tidak ada yang meratap. Yvanna belum mati, dia hanya tidak sadarkan diri untuk sementara waktu. Kita harus berusaha melakukan sesuatu agar Yvanna bisa kembali lagi bangun seperti biasanya," saran Tika dengan tegas.
"Bagaimana caranya, Dek? Kamu tahu sendiri di rumah ini hanya ada Yvanna dan Reza yang memiliki kelebihan. Kita ini hanya manusia biasa dan kita tidak punya cara untuk mengalahkan orang-orang yang menggunakan makhluk gaib!" Tio mendadak marah.
"Lalu apakah menurut Kakak meratapi kondisi Yvanna akan memperbaiki segalanya?" balas Tika, ikut merasa marah pada Tio.
"Hentikan!" tegas sebuah suara yang berasal dari arah pintu depan menara.
Semua orang kini menatap ke arah tersebut dan mendapati sosok Pramudia Harmoko telah berada di sana tengah menatap ke arah mereka semua.
"Adik kalian sedang terluka dan kalian malah ribut serta bertengkar? Kalian sudah merasa yang paling tua sekarang?" tanya Pram sambil mengayunkan tongkatnya ke arah kaki Tio dan Tika.
Tio dan Tika pun diam tanpa berani bersuara.
"Mentang-mentang Yvanna sedang tidak sadarkan diri, seenak-enaknya saja kalian melanggar tata krama. Minggir, Kakek mau lewat," titah Pram yang kemudian di arahkan oleh Narendra menuju kamar tempat Yvanna berada.
Tio dan Tika pun saling menatap dengan perasaan takut. Mereka kini saling menduga-duga, apa yang akan terjadi selanjutnya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
TUMBAL JANIN
Horor[COMPLETED] Seri Cerita TUMBAL Bagian 3 Yvanna mengambil keputusan untuk mengorbankan dirinya ketika marabahaya datang menghampiri Adik iparnya yang tengah mengandung. Hal itu membuat Yvanna harus menghadapi serangan dari tempat yang tak pernah ia d...