14 | Keputusan Yang Terwujud

946 90 0
                                    

Hardi tiba di rumahnya setelah menelan kemarahan yang diakibatkan oleh Pram. Penolakan yang ia terima membuatnya tak bisa lagi menahan diri untuk berlama-lama membiarkan Ben terus berada di sekitar Yvanna. Tugas dari Sasmita untuk mencari tahu mengenai siapa yang terkena serangan dari makhluk kiriman wanita itu telah ia lupakan. Ia benar-benar merasa geram setelah mendengar Pram membanding-bandingkan dirinya dengan Ben.


"Apa kelebihan Ben Adriatma sehingga dia begitu disanjung-sanjung secara langsung oleh si tua Pramudia Harmoko? Seharusnya Ben saat ini sudah dibenci dan tidak dimaafkan oleh seluruh anggota Keluarga Harmoko setelah menyakiti Yvanna lima tahun lalu! Kenapa laki-laki itu justru tidak menerima kebencian dan malah disanjung-sanjung? Kenapa aku harus terlihat lebih buruk daripada Ben yang dulu nyata-nyata dengan berani memfitnah Yvanna di depan seluruh anggota Keluarga Harmoko?" geram Hardi, sambil mengepalkan kedua tangannya erat-erat.

Hardi mendapatkan semua informasi itu dari orang suruhannya yang ia minta menyelinap lima tahun lalu ke menara Keluarga Harmoko, ketika berita mengenai perjodohan antara Yvanna dan Ben tersebar. Lima tahun lalu ia benar-benar berbahagia setelah mendapatkan kabar bahwa perjodohan itu batal dan Yvanna tidak jadi menikah dengan Ben. Namun sayangnya, ia tak pernah menduga kalau Larasati akan menolak lamarannya kepada Yvanna, dua bulan setelah perjodohan itu batal. Larasati mengatakan dengan jujur di hadapan Hardi, bahwa dirinya tidak mau Yvanna menikah dengan pria yang bukan pilihannya sendiri.

Sejak saat itu, Hardi pun mengabdikan dirinya kepada Sasmita agar bisa membalas penolakan yang Larasati lakukan terhadapnya. Namun entah mengapa, rasanya saat ini penolakan itu seperti baru saja terulang kembali terhadap Hardi. Seharusnya ia bisa dengan mudah mendekat kepada Yvanna yang sudah ia sukai sejak masih remaja secara diam-diam. Sayang kenyataan tampaknya sama sekali tak berpihak pada Hardi serta hasratnya terhadap Yvanna, karena di sisi Yvanna selalu ada Ben yang tampak sulit untuk dijauhkan dari wanita itu.

"Seharusnya Yvanna telah menjadi milikku saat ini, jika saja Dokter Larasati tidak menolak lamaranku. Seharusnya Ben tak pernah ada lagi di dalam hidup Yvanna setelah dia menolak dijodohkan lima tahun yang lalu. Tapi kenapa? Kenapa tampaknya Yvanna dan Ben sangat sulit untuk dipisahkan? Tidak mungkin kalau mereka berdua sudah ditakdirkan untuk menjalani hidup bersama. Aku tak pernah melihat adanya kecocokan di antara kedua orang itu selama mereka kuawasi satu setengah bulan ini," batin Hardi, penuh gejolak.

Di menara milik Keluarga Harmoko pada malam itu, akhirnya sebuah keputusan benar-benar terjadi dan diwujudkan tanpa menunggu waktu lama. Rumah milik Tio yang akan ditempati bersama Silvia dan Erna menjadi saksi atas terwujudnya keputusan dari para orangtua di dalam keluarga tersebut.

"Sah!" putus penghulu yang masih berjabat tangan dengan Ben usai mengucap ijab kabul.

"Alhamdulillahi rabbil 'alamiin!!!" sahut semua orang yang menjadi saksi pernikahan antara Ben dan Yvanna.

Yvanna--yang saat itu duduk di samping Ben--mengusap wajah yang hanya diberi make-up tipis dengan kedua tangannya usai mengucap hamdalah. Ia menoleh ke arah Ben yang kini telah resmi menjadi suaminya, lalu segera meraih tangan pria itu untuk dikecup dengan lembut. Ben membalas hal tersebut dengan mengecup kening Yvanna begitu lama, seakan ingin menunjukkan bahwa ia merasa lega luar biasa setelah benar-benar resmi menjadi suami wanita itu.

Acara pernikahan mereka benar-benar terselenggara dengan begitu sederhana, persis seperti sifat mereka berdua yang memang tak suka dengan sesuatu yang berlebihan. Usai menikahkan Yvanna dan Ben, Pram pun memberikan izin kepada Yvanna untuk keluar dari menara milik Keluarga Harmoko yang akan segera mengejar keberadaan Sasmita. Yvanna jelas takkan pergi sendirian sekarang, karena Ben akan selalu ikut bersamanya selama Yvanna masih memegang tanggung jawabnya sebagai salah satu yang memiliki kelebihan.

"Ingat, jangan pernah kamu menahan-nahan Suamimu jika dia ingin berada di dekatmu. Bisa saja itu adalah pertanda, bahwa kamu tidak boleh berada sendirian pada suatu tempat. Ikatan batinmu dengan Suamimu adalah yang paling kuat, Yvanna. Kakek mengatakan hal ini, karena tahu persis bagaimana kuatnya ikatan batin itu selama menjalani kehidupan bersama Almarhumah Nenekmu," pesan Pram sebelum Yvanna berangkat.

"Baik, Kakek. Insya Allah aku akan selalu mengingat semua pesan Kakek dan tidak akan menahan-nahan Suamiku jika dia merasa tak ingin berjauhan dariku. Ya ... selama tidak ada yang akan menyindir," ujar Yvanna sambil melirik sekilas ke arah Tika, Manda, dan Lili.

Tika, Manda, dan Lili pun langsung meringis ketika mendapat tatapan garang dari Pram. Mereka berupaya menatap ke arah lain, meskipun saat itu mereka bertiga tak ingin sama sekali melewatkan kesempatan untuk menggoda Ben dan Yvanna yang baru saja menyandang gelar pengantin baru.

"Awas kamu, Yv. Takkan kubiarkan kamu merasa tenang selama perjalanan berlangsung nanti," bisik Tika, yang jelas dapat didengar oleh Manda dan Lili.

Zian, Jojo, dan Aris jelas hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala mereka, ketika tahu bahwa Tika sudah memiliki rencana yang amat sangat matang untuk membuat telinga Yvanna dan Ben merasa kebas. Mereka akhirnya berangkat menggunakan satu mini bus milik sekolah yang Tio pinjamkan, agar mereka tak perlu berdesak-desakan. Yvanna, Ben, dan Zian akan gantian menyetir selama perjalanan itu berlangsung. Di bagian belakang, Tika, Manda, Lili, Jojo, dan Aris duduk di tempat-tempat yang berbeda.

"Ini kenapa aku jadi duduk di sampingnya Zian? Kalian berdua sengaja mau duduk di samping Aris dan Jojo?" tanya Tika ketika sadar bahwa Lili telah duduk di samping Aris dan Manda duduk di samping Jojo.

"Kami hanya tidak mau kena getah omelan Kakak malam ini, atas pernikahan Kak Yvanna dan Kak Ben yang sama sekali tidak ada meriah-meriahnya seperti pernikahan Reza atau Kak Tio," jawab Manda, apa adanya.

Yvanna dan Ben--di kursi paling depan--hanya bisa mengulum senyum mereka agar tak perlu menjadi ledakan tawa usai mendengar jawaban dari Manda. Tika berdecak kesal, lalu mengalihkan tatapannya ke arah depan untuk menatap Yvanna dan Ben dari arah belakang.

"Mas Surgamu sudah menelepon hari ini, Yv? Kok ponselmu sepertinya adem ayem saja sejak tadi," sindir Tika.

"Heaven sudah bukan heaven lagi sekarang, Kak. Aku sudah mengubah namanya di kontak ponselku," jawab Yvanna, tetap tenang seperti biasa.

Ben pun langsung mendelik dan melirik sekilas ke arah Yvanna usai mendengar jawaban tersebut.

"Kamu mengubah nama panggilanku di ponselmu? Kamu mengubahnya jadi apa? Kok kamu enggak bilang-bilang dulu padaku?" tanya Ben, terdengar resah.

Mendadak semua orang pun menjadi ikut penasaran dan ingin segera tahu apa jawaban Yvanna atas pertanyaan beruntun yang Ben ajukan.

"Mm ... aku mengubahnya. Tadinya aku menulis Heaven untuk nomor ponselmu. Tapi sekarang sudah berubah menjadi ... My Heaven," jawab Yvanna.

"Ah, Ya Allah ... manisnya Kakakku!!!" jerit Manda dan Lili yang sukses membuat Tika menggerutu di sepanjang perjalanan.

Wajah Ben memerah dengan sempurna bersamaan dengan debaran di dalam dadanya.

* * *

TUMBAL JANINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang