Minggu pagi. Aku duduk di atas kursi taman dengan kaki menjuntai. Suara gemericik air serta hembusan angin halus yang menerpa helai rambutku rasanya sangat menenangkan. Aku tidak bisa fokus, sungguh. Semua ini seolah-olah membayar dukaku delapan tahun yang lalu. Aku tenang, hanyut dalam susunan kata indah yang hampir terdengar seperti syair. Tidak, harusnya ini cuma sekedar naskah yang masih kerangka. Namun, karena Ryu Jungkook yang mengucapkan tiap bait kata-kata indah itu, semuanya terdengar seperti syair indah yang dibacakan oleh seorang pemilik suara merdu.
"Jung, bisa ulangi lagi tidak? Aku ketinggalan saat menulis."
Aku mengangkat kepala sambil menggaruk-garuk beberapa kali sebab sedikit bingung dengan kalimat panjang Jungkook sebelumnya. Dia kini sedang sibuk menyirami tanaman di halaman dengan selang taman berwarna biru yang melilit-lilit. "Oh? Aku terlalu cepat ya? Astaga," kemudian dia melepaskan selang tadi dari pengangan tangan, membiarkannya terhempas ke tanah sehingga air yang masih mengalir dari sana pun mengucur membasahi sedikit bagian semen di halaman. Jungkook mematikan keran airnya dulu, kemudian menghampiriku menuju kursi dengan telapak tangan menepuk-nepuk paha barangkali untuk mengeringkan tangannya yang basah. "Sini biar aku saja yang selesaikan."
Jungkook mengambil alih buku dan pulpen di tanganku, dia nampak berpikir sekarang. Jari telunjuknya terlihat beberapa kali mengatuk bibir, seperti postur orang yang tengah berpikir. Sementara aku cuma memperhatikan. Ryu Jungkook yang punya badan tegap tengah mengenakan kaos oblong putih polos serta celana jogger abu-abu tua, agaknya aku salah mengajak Jungkook untuk membicarakan tentang proyek ini sekarang, sebab dulu dia pernah bilang bahwa pagi di hari minggu adalah waktu untuk taman. "Apa kau terganggu?" tanyaku sekedar memastikan. Sehingga Jungkook langsung turunkan tangan yang memegangi buku barusan dan beralih menatapku.
"Mengganggu apanya? Inikan proyek kita berdua," katanya sambil geleng-geleng kepala, lalu lanjut lagi membuat kerangka naskah di atas buku tadi.
Lumayan lama waktu terbuang, Jungkook masih sibuk menulis dengan beberapa kali jeda. Otak Jungkook memang lumayan encer dalam hal mengarang, tapi aku sadar juga bahwasanya seorang pengarang juga butuh konsentrasi dan waktu yang panjang untuk menyelesaikan sebuah karya. Ketika jarum jam mengarah pada angka sepuluh, aku seketika beranjak dari tempat duduk seraya menepuk kepala. "Astaga! Aku lupa sesuatu!" Kemudian Jungkook menyusul berdiri juga, masih nampak bingung. "Areum. Aku lupa menjemput Areum di sekolahnya. Dia melakukan perjalanan bersama guru-gurunya sejak kemarin, dan seharusnya aku menjemputnya sejak tadi pagi."
Mata Jungkook ikut memicing kaget, kemudian dia langsung lari mengambil kunci mobil di dalam rumah. "Kau minta aku mengingatkan, tapi aku juga lupa. Oh astaga!" Jungkook mengumpat pada dirinya sendiri, kemudian menarik tanganku langsung untuk ikut berlari menuju mobil. "Ayo, biar aku antar."
Sekarang Jungkook cuma mengenakan kaos oblong putih polos yang sedikit basah di bagian perutnya gara-gara percikan air dari selang taman, juga celana jogger abu-abu tua yang juga sedikit kotor gara-gara tidak sengaja tersapu oleh tanah dari taman. "Tidak ganti baju dulu?" tanyaku. Tetapi Jungkook langsung menggelengkan kepalanya dan tetap menarik tanganku dengan kuat. "Tidak sempat. Nanti Areum takut gara-gara tertinggal sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Only Way [TaeSana]✓
NonfiksiPemikiran Yoon Sana terlampau sederhana, sehingga untuk percaya pada praduga tentang Han Taehyung suami yang begitu ia cinta itu bahkan susah sekali. Ia jatuh, terperosok tanpa sadar bahwa seseorang yang menjadi semesta tempatnya bernaung sudah berp...