Keduanya masih sama-sama menjaga jarak. Dareen juga tahu apa yang ia katakan malam itu adalah perkataan yang salah dan sangat egois. Ia seharusnya sadar dengan apa yang sudah ia lakukan selama ini kepada Nadira.
Begitu juga dengan Nadira. Ia begitu kecewa dengan ungkapan Dareen. Mengingat bagaimana usaha Dareen mendekatinya, membuat Nadira merasa nyaman dan sayang kepadanya.
"Kalau dari lo sendiri, lo gimana?" tanya Diajeng.
Nadira terdiam sejenak memikirkannya. "Gue sudah ikhlas dengan apa yang terjadi di masa itu, Diajeng. Gue bahkan sudah memaafkan Dareen," jawabnya.
"Gue nggak nyangka dia dengan egois mengakhiri semuanya seperti itu. Di saat gue sudah yakin dengannya," sambungnya.
Diajeng terdiam juga ikut berpikir sejenak. "Mungkin dia juga malam itu sangat ngerasa bersalah dan ngerasa nggak layak bersama lo di mana dia juga sadar, semuanya salah dia," ujar Diajeng.
"Seharusnya, dia tanyain gue. Gimana perasaan gue, apakah gue masih mau sama dia. Hubungan ini bukan hanya sepihak, Diajeng. Lo pasti ngerti akan hal itu," balas Nadira.
Sudah beberapa hari ini, keduanya tak saling mengirim pesan atau bahkan berkomunikasi. Nadira bahkan sampai sering ijin demi menghindari Dareen. Hal yang tak Nadira ketahui juga kalau Dareen melakukan hal yang sama. Pria itu juga seringkali tidak masuk kelas.
"Menurut gue, lo emang cocok berdua. Secara dari cara menghindarnya juga sama," ucap Diajeng.
Hal itu membuat Nadira kebingungan dengan ucapan Diajeng. "Maksud lo?" tanya Nadira.
"Ya, lo berdua itu sama-sama menghindar dengan nggak datang di kampus. Lo yang ijin supaya nggak ketemu dia. Dia juga begitu," jawab Diajeng. Nadira membelalakkan matanya. Ternyata mereka juga sama saja.
"Lo berdua sama-sama menghindari kampus," sambung Diajeng.
Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Nadira.
Diajeng menyentuh pundak Nadira pelan, "Enggak mungkin selamanya lo menghindari dia 'kan? Bukan hanya tentang dia, kalau lo nggak ke kampus, mau sampai kapan nunda proposal lo terus?"
"Gue keluar, gue masakkin lo makan malam," sambungnya lalu pergi.
Nadira menghela nafasnya. Ia menatap dinding kamarnya yang terhias beberapa foto kebersamaan dirinya bersama dengan Dareen yang ia cetak.
Benar juga apa yang dikatakan Diajeng. Ini bukan hanya tentang percintaannya, tetapi ini juga tentang masa depannya. Bisa-bisa tidak lulus kuliah hanya karena perkara ini.
***
Di sisi lain juga, Dareen juga tengah menatap kopi di hadapannya. "Lo dosen atau mahasiswa sih sebenarnya?" tanya Arion.
Dareen mendongak menatap Arion dengan tatapan bingung. "Ya, menurut lo aja. Kenapa pakai nanya segala?" jawabnya sinis. Arion tertawa sinis mendengar jawaban Dareen.
"Kalau begitu, kenapa kelakuan lo kayak mahasiswa? Yang tiba-tiba bolos dari kampus," tanyanya lagi. Dareen tahu persis maksud dari pertanyaan dan pernyataan Arion.
Dareen mengangkat bahunya, "Gue nggak sanggup harus ketemu Nadira di sana."
"Dih, orang Nadira juga bolos kayak lo," jawab Arion.
"Seriusan lo?" tanya Dareen penasaran.
Arion berdeham. "Mau sampai kapan kalian kayak gitu? Sama-sama menghindar," tanyanya.
"Gue hanya memberi dia ruang dan gue merenungi kesalahan gue sama dia," jawab Dareen lemah.
Arion mengangguk pelan, "Iya, gue paham banget. Tapi apakah akan selama-lamannya lo bakal kayak gini. Kelarin, nanti ini berdampak juga buat masa depannya Nadira. Bisa-bisa nggak kelar kuliah gara-gara lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Absurd Lecturer [COMPLETED]
Romance[SEBAGIAN CERITA DI PRIVATE, FOLLOW SEBELUM MEMBACA] sebuah kisah yang mungkin terlihat sederhana, namun percayalah, kita tahu bahwa setiap masalah selalu ada alasan, dan setiap kali masalah itu kerap datang, komunikasikanlah. .. "Sebenarnya tadi sa...