30. Moment of Truth

67 1 0
                                    

"Mas, aku grogi banget deh ini mau sidang." Nadira mengusap kedua tangannya berharap rasa takut dan cemas ini sedikit berkurang. Ini adalah hari yang ia tunggu-tunggu setelah berbulan-bulan berjuang untuk mendapat gelar sarjana.

Dareen langsung memeluk lembut tubuh Nadira dan mengusap pelan rambut yang terurai itu, "Tenang aja. Kamu 'kan sudah belajar untuk menguasai skripsimu, berikan yang terbaik sebisa kamu dan semaksimal kamu. Hasilnya pasti akan menyesuaikan."

"Nanti bantu doain aku dari luar ya, mas." Nadira menatap mata sayu yang lembut itu dalam.

Dareen tersenyum, "Pasti, sayangku."

Raut wajah Nadira kini memerah dengan panggilan baru yang Dareen sebut di depannya. Keduanya melepaskan pelukan yang erat itu karena Dareen melihat semua dosen pembimbing dan penguji hampir tiba di depan ruang sidang itu. "Good luck, sayangku." Dareen berbisik pelan kemudian keluar dari ruangan itu.

Sidang Skripsi Nadira pun dimulai setelah semua telah disiapkan dan para dosen telah hadir di ruangan itu.

"Ya, melihat dari hasil dan kegigihanmu mempersiapkan skripsi ini, saya sangat mengapresiasi itu semua, Nadira. Maka dari itu hasil dari diskusi kami, kami akan meluluskan kamu dengan nilai 92 dengan predikat A dan juga tanpa perlu kamu revisi kembali skripsi yang kamu kerjakan." Pak Abdul mengumumkan itu dengan lantang.

Berhasil membuat Nadira terkejut dan terharu mendengarnya. Sesuatu yang ia kejar dengan saat penuh perjuangan kini menghasilkan hasil yang terbaik.

Dapat Nadira lihat tatapan Dareen yang menunjukkan rasa bangga pria itu pada gadis kesayangannya. Dareen mengacungkan jempol dan mengangguk tanda bangga pada Nadira. Gadis itu tersenyum lebar dan menghela nafas lega.

Setelah selesai dengan sidangnya, para dosen bergegas keluar dari ruangan tersebut dan kemudian menyapa Dareen.

Dareen langsung memasuki ruangan dengan buket yang sudah ia pesan. "Wah, gede banget, mas."

Nadira terpukau dengan buket yang Dareen bawa untuknya. Ia menyambut buket itu dan wajah cantik Nadira tertutup sempurna karena besarnya buket itu. "Selamat ya, sayangku. Kamu membanggakan dan selalu membanggakan," ucap Dareen menyelamati Nadira.

Begitu juga dengan Diajeng dan Arion yang memasuki ruangan langsung memberi selamat kepada Nadira. Mereka menghabiskan waktu bersama dengan berfoto dan memanfaat momen yang begitu indah. "Selamat ya sahabat gue yang paling gak perlu revisi," ucap Diajeng sekaligus meledek Nadira.

"Thank you loh. Semangat juga buat lo yang besok sidang," balas Nadira kemudian memeluk erat Diajeng. Arion hanya tampak memberi selamat secara singkat dan juga memberikan buket kecil pada Nadira dan disambut dengan hangat oleh Nadira.

Setelah berfoto-foto ria, mereka pun pergi ke sebuah restoran yang sudah Dareen reservasi untuk merayakan sidang Nadira yang berjalan dengan lancar.

***

"Mas, kenapa serepot ini siapin semuanya." Nadira terkagum dengan ruangan restoran yang dipesan Dareen karena penuh dengan hiasan yang memukau.

Dareen tersenyum manis, "Buat sayangku, ibu negaraku, kenapa aku harus memberikan hal yang biasa?"

Nadira tersenyum malu mendengar pernyataan itu karena juga turut didengar oleh sahabatnya. "Ciye," ujar Diajeng meledek. Nadira hanya tertawa malu mendengar ledekannya.

Hal yang kembali mengejutkan Nadira ketika pintu itu kembali terbuka dan ada keluarga Dareen serta keluarganya yang turut hadir malam ini. "Ada apa ini sebenarnya, mas?" tanya Nadira kebingungan.

Dareen tertawa kecil mendengar pertanyaan Nadira yang terlihat sangat bingung dan ketakutan itu. Bagaimanapun Nadira masih sangat teringat akan perkataan mami Dareen saat itu.

Yang lebih membingungkan lagi keluarga Dareen dan keluarganya tampak berbahagia dan tak ada raut wajah tak suka yang terpancar. Bahkan mereka membawa buket kecil dan memberikan selamat pada Nadira.

"Selamat ya, Nadira. Saya minta maaf atas semua perkataan yang tak mengenakkan hari itu ya," ucap Helen kemudian memeluk gadis itu dengan lembut.

Nadira terdiam sejenak kemudian membalas pelukan itu dengan lembut, "Enggak apa-apa kok, Tante. Saya mengerti perasaan Tante saat itu pasti khawatir."

Helen melepas pelukan itu kemudian tersenyum lembut dan matanya berbinar menatap Nadira. "Dareen emang nggak salah pilih. Kamu memang tepat untuknya," ucapnya kembali berhasil membuat Nadira terkejut dan terdiam.

Gadis itu hanya mampu tersenyum dan menatap Dareen yang juga tersenyum padanya.

Makan malam perayaan sidang skripsi Nadira berjalan dengan manis. Kedua keluarga terlihat sangat tidak canggung dan selalu berbincang satu sama lainnya. Hal itu membuat Nadira curiga kenapa semua ini terjadi.

Apalagi mengingat hubungan Nadira dan keluarganya tidak begitu baik.

"Mas, ini kenapa semua keluargaku datang juga?" tanya Nadira di sela-sela makan malam tersebut.

Dareen kembali tersenyum, "Mas sudah berjanji pada diri mas sendiri untuk memperbaiki semuanya. Termasuk hubungan kamu dan keluargamu," ucapnya lembut membuat Nadira ingin menangis.

"Tapi, bagaimana bisa kamu kenal keluargaku?" tanya Nadira lagi. Karena rasa penasaran yang tinggi, pertanyaan itu ditanyakan dengan lantang sehingga seluruh keluarga mendengarnya.

"Ra, tante minta maaf karena selama ini perlakuan tante ke kamu kurang mengenakkan. Tante tertipu dengan hal yang tante inginkan sampai-sampai nggak memperdulikan kamu. Terima kasih karena sudah bertumbuh dengan baik dan kuat. Kedua orang tuamu pasti bangga sama kamu," tutur Tante Nadira.

Mata Nadira kembali berkaca-kaca kemudian tersenyum lembut, "Tante, mau bagaimanapun kalian tetap keluargaku. Dan papa pasti bangga karena kita sudah berdamai seperti yang diharapkannya."

Nadira langsung beranjak dari tempatnya memeluk erat keluarganya. Dareen tersenyum melihat pemandangan yang selama ini ia harapkan dan ia perjuangkan.

"Mas, terima kasih banget." Nadira menatap Dareen. Dareen mengangguk dan menggenggam tangan itu sejanak.

Setelah menikmati makanan dan berbincang dengan hangat, Dareen kemudian berdiri dan menggenggam tangan Nadira. "Ra," panggilnya lembut.

"Kamu harus tahu betapa berharganya kamu dihidupku. Aku nggak pernah sedetikpun menyesal kenal kamu dan punya kamu dihidupku. Thank you for everything that you've done for me. I love you just the way you are. Maka dari itu, aku nggak mau lagi berada dalam hubungan yang hanya sekedar pacaran. Aku mau kamu jadi orang yang ketika aku buka mataku, kamu ada. Ketika aku berada di titik terendah kamu ada, bahkan jika Tuhan mengijinkan untuk aku berada di titik kesuksesan, ada kamu di dalamnya. Aku nggak akan lagi mau melepas tangan lembut ini dari genggamanku. Aku mau lihat senyum bahagia ini seumur hidupku," ucap Dareen dengan romantis.

"So, will you marry me?" tanya Dareen.

Mata Nadira terbelalak mendengarnya. Cukup cepat dari perkiraannya. Ia sudah mengira hal ini akan terjadi tapi tak ia sangka akan secepat ini.

"Adakah cara untuk aku berkata 'no' untuk mas?" jawab Nadira dengan sebuah pertanyaan.

Dareen tersenyum lebar dan memeluk gadis itu erat. Kedua keluarga beserta sahabat langsung bertepuk tangan dengan riuh melihat Dareen melamar Nadira secara resmi. Bahkan Elizabeth, oma Dareen tersenyum lebar menatap keduanya.

Dengan lembut, Dareen memasangkan cincin itu di tangan Nadira. Rasa haru dan bahagia yang begitu membuncah terasa begitu pekat di hati Nadira. "Thank you for being exist, mas."

Setelah itu, Dareen meminta untuk Elizabeth mendoakan keduanya yang akan mempersiapkan pernikahan kudus ini.

"I'm so grateful to have you." Nadira dan Dareen berucap bersamaan.

My Absurd Lecturer [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang