Ep. 19

7.7K 920 46
                                    






"SUDAH KUBILANG JANGAN PERGI KEMANA MANA, KENAPA KAU TIDAK MENDENGARKANKU?!! HA?"

Bayangan kalimat itu keluar dipikiran Na Jaemin saat melihat ekpresi marah suaminya.

"Kau baik baik saja? Aku mengkhawatirkanmu, aku takut. Aku takut kau meninggalkanku" ucap Jeno melirih setelah merangkul dua sosok dihadapannya. Jaemin keliru, Jaemin kira Jeno akan membentak dan menyalahkannya.

Brakkk

Jeno memukul kaca spionnya hingga patah. Melampiaskan kekesalannya.

"Maaf maafkan aku hiks" Jaemin menangis ketakutan sambil merangkul Minho melihat reaksi Jeno.

"Harusnya aku tidak pergi, ini salahku" matanya memanas. Jeno hampir menangis.

"Tidak ini salahku, maafkan aku hiks"

Lebih sakit melihat Jeno yang menyalahkan dan menyakiti diri sendiri daripada membentak atau memarahinya untuk meluapkan rasa marah. Semua ini salahnya, Jaemin pergi tanpa izin terlebih ia tak sengaja meninggalkan ponselnya. Daripada rasa marah Jeno justru diliputi rasa takut, rasa takutnya yang lebih besar jika sosok itu tak bisa lagi dilihatnya. Pikiran pikiran buruk terlintas. Kakinya lemas dan jantungnya yang berdegup cepat saat memasuki apartement namun tak menemukan istri dan anaknya.


Pagi sebelumnya,



"Pergilah aku akan menjaga Minho"

"Tidak bisakah kalian ikut saja?" Jeno menggerakkan bibirnya maju, menunjukkan ekspresi cemberut.

Jeno memiliki jadwal bertemu dengan kliennya pagi ini, biasanya ia akan menitipkan Minho atau meminta kliennya kerumah. Tapi kali ini kliennya benar benar tidak bisa, akhirnya mereka sepakat untuk bertemu diluar.

"Jangan matikan ponselmu. Hubungi aku jika terjadi sesuatu. Aku akan segera pulang"

"Iyaa papa, kau tenang saja. Eohh"

"Jen... bisakah aku menitip cheesecake favoritku. Aku ingin-"

Cup. Jeno mengecup kening "Tentu saja, apapun yang kau inginkan"

"Apa kau juga akan memenuhi keinginanku yang terakhir?" ucap sosok itu dalam hati, dirinya hanya mengulas senyum setelah mengantar Jeno keluar pintu apartement.

Baru juga satu jam setelah Jeno pergi Jaemin kini merasa bosan.

"Minho yya, apa kau tidak bosan?"

"Euhh wawawa"

"Bagaimana jika kita pergi jalan jalan? Buna sudah lama tidak ke Mall. Bagaimana jika kita ke taman juga?"

Binar mata itu memancar tidak sabar ingin segera menghirup udara segar diluar dan akan lama jika ia harus menunggu Jeno pulang lebih dulu. Toh dia hanya akan pergi sebentar. Jaemin mengganti pakaiannya, berdandan kompak tak lupa bucket hat untuk menutupi wajahnya. Setelah siap dengan mengenakan hipseat, Jaemin menggendong Minho dan melangkah keluar berjalan kearah halte bus pergi ke mall terdekat.

Mereka berkeliling mall dengan berbagai macam paper bag ditangannya. Tak ingin kewalahan membawa, Jaemin menghentikan kegiatannya dan memutuskan untuk pulang. Saat keluar dari mall dirinya mendengar dering ponsel yang mirip dengan ponselnya, ia merogoh tas dan sakunya. Suara itu ternyata bukan dari ponselnya diikuti rasa terkejut menyadari bahwa dirinya lupa membawa benda tersebut. Jaemin menggigit bibirnya cemas semoga saja Jeno tidak mencarinya.

Harinya sungguh sial, Jaemin lengah saat akan membenarkan gendongan hipseat Minho tak sadar dirinya dicopet ditrotoar halte. Sepinya keadaan seolah merasa sia sia meskipun dia berteriak. Tak mungkin lari mengejar dengan membawa Minho serta barang belanjanya, akhirnya Jaemin terduduk pasrah ditaman samping halte, memikirkan cara bagaimana ia harus pulang. Keduanya bak anak hilang berteduh di lorong perosotan karena daerah itu tiba tiba turun hujan. Dia seketika merindukan kemampuannya yang bisa menembus dan tak terlihat, karena dirinya tak perlu membayar bus untuk berpindah tempat.

My Ghost Wife | NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang