Pernahkah kalian membenci suatu hari karena orang yang kalian temui di dalamnya? Harus berurusan dengan orang yang mempunyai masalah denganmu benar-benar sangat menyebalkan. Nara sedang menikmati makan siangnya dengan damai, saat dirinya mendengar bel apartemen berbunyi. Awalnya, Nara mengira Tante Ajeng yang datang berkunjung. Kemarin, saat berbicara di telepon Tante Ajeng terdengar sangat khawatir. Namun, ternyata dugaan Nara salah.
Senyum sumringah di wajah Nara luntur seketika melihat siapa yang berdiri di hadapannya. Ya, kalian benar! Siapa lagi yang bisa merusak harinya jika bukan wanita itu!
Nara tidak habis pikir, bagaimana Keyra masih berani menampakkan wajah tanpa dosa di hadapannya, setelah pembicaraan mereka tempo hari. Rasa sakit hatinya bahkan belum sepenuhnya sembuh saat mengetahui kebenaraan yang selama ini disembunyikan Dimas. Sadarkah wanita itu kalau dia adalah penyebab kekacauan rumah tangganya dengan Dimas saat ini?
"Hai, Nara. Dimas di rumah?" tanya seorang pria di sebelah Keyra. Wajah pria itu terlihat familiar. Namun, Nara tidak bisa mengingat dengan jelas siapa namanya.
"Sorry, gue Danu. Kita pernah ketemu di nikahan lo dan Dimas. Ingat?" ucap pria itu saat melihat wajah bingung Nara.
"Ah... iya." Nara mengangguk. Dia ingat sekarang. Pria ini adalah teman Dimas yang datang bersama dengan Keyra ke nikahannya. Saat itu, Nara mengira Danu dan Keyra adalah sepasang kekasih, namun ternyata dugaannya salah.
"Saya dengar Dimas lagi sakit." ucap Keyra tanpa basa-basi.
Nara menahan diri untuk tidak memutar bola matanya. Sakit atau tidaknya Dimas tidak ada hubungannya dengan wanita itu.
"Tadi gue sama Keyra lagi ada meeting di resto dekat sini, jadi sekalian ke sini buat ketemu Dimas. Mmm, boleh kita masuk?"
Astaga. Nara baru menyadari, sedari tadi dia menahan pintu apartemen seolah tidak mempersilahkan Danu untuk masuk. Danu pasti berpikiran buruk tentangnya. Dia tidak bermaksud begitu. Namun, melihat wajah Keyra benar-benar mengubah mood Nara.
"Oh, sorry." Nara tersenyum kikuk sambil membuka pintu lebih lebar. "Dimas lagi istirahat di kamar."
"Thanks," ucap Danu berlalu, meninggalkannya bersama Keyra yang sedang melepas kaitan sepatu heels-nya.
"Saya ke dalam dulu," ucap Nara kepada Keyra.
"Did Dimas change his password?"
Pertanyaan Keyra membuat Nara menghentikan langkahnya. Wanita itu menoleh, menatap Keyra. "What do you mean?"
"Nothing." Keyra menyeringai. "I'm just asking," lanjut Keyra, berjalan meninggalkan Nara dalam kebingungan.
"Kompornya gak mau dinyalain, Neng?" tanya Bik Rum berdiri di sebelah Nara, menatap bingung kompor di hadapannya.
Nara tersentak kaget. "Ah... iya, Bik. Nara lupa." Nara tersenyum malu. Dia kemudian menyalakan kompor sambil menunggu airnya mendidih.
Nara benar-benar tidak fokus saat ini. Pikirannya melanglang buana entah kemana. Ucapan Keyra tadi membuatnya penasaran. Apa maksud wanita itu menanyakan tentang password apartemen Dimas? Apakah wanita itu ingin memberitahunya bahwa dia sering berkunjung ke apartemen ini sebelumnya? Tapi, bukankah pasangan kekasih memang sering melakukan hal itu? Saling berkunjung ke tempat kekasih satu sama lain? Sekelabat pikiran aneh memenuhi pikiran Nara membuatnya menggeleng cepat.
Nara mematikan kompor, begitu air di tekonya mendidih. Dia menuang air panas ke cangkir, membuat aroma kopi yang gurih menguar ke udara.
"Bik Rum kenal sama Keyra?" tanya Nara sambil mengaduk kopi buatannya.
"Non Keyra? Kenal, Neng. Non Keyra udah lama temenan sama Mas Dimas, makanya Bibik kenal. Dulu juga sering main ke rumah Ibu dengan Bu Inggit."
Nara mengangkat kepalanya, menatap Bik Rum. "Kalau di apartemen ini, Keyra juga sering ke sini?"
Bik Rum menghentikan aktivitas memotong sayurannya, berpikir sejenak. Dari wajahnya, Nara bisa melihat Bik Rum terlihat ragu. Terlihat dari mulutnya yang terbuka, namun tertutup kembali. Sebelum kemudian wanita berusia 55 tahun itu mengangguk.
Nara tersenyum kecut. Nara sudah tahu jawabannya akan seperti ini. Namun, mengapa dia memilih tetap menanyakannya.
Nara membawa dua cangkir kopi di atas nampan. Dia berjalan pelan menuju ke kamar Dimas, agar kopi dalam cangkir itu tidak tumpah. Dari depan pintu, Nara mendengar suara riuh yang sesekali diiringi gelak tawa. Sangat aneh melihat Dimas bisa tertawa lepas seperti ini, sedangkan ketika bersamanya pria itu lebih banyak diam. Nara mengetuk pintu membuat suara yang tadinya riuh menjadi hening seketika.
"Permisi." Nara melangkah masuk ke kamar. Mungkin karena melihatnya kesulitan, Danu langsung menghampiri Nara dan mengambil nampan dari tangan wanita itu.
"Gak usah repot. Kita cuman bentar. Lagian, gue liat nih anak sehat-sehat aja kok." Danu menatap Nara sembari tersenyum usil.
"No problem," balas Nara, tersenyum hangat. "Silahkan diminum."
Nara menimbang, haruskah dia kembali ke dapur atau bergabung bersama Dimas dan teman-temannya? Sejujurnya, Nara lebih memilih kembali ke dapur dan mengobrol dengan Bik Rum dibanding harus bergabung ke pembicaraan sama sekali tidak dia mengerti. Terlebih lagi ada Keyra di sana. Namun, Nara mengurungkan niatnya kembali ke dapur, saat Dimas memanggilnya dan menyuruhnya mendekat.
"Duduk sini, yuk." Dimas menepuk ruang kosong di sebelahnya.
Nara menghela nafas, dia tidak punya pilihan. Nara mengambil tempat di sebelah kanan Dimas, sedangan Danu dan Keyra duduk di sebelah kiri pria itu.
Dimas, Keyra, dan Danu melanjutkan pembicaraan soal proyek yang tidak Nara mengerti. Dimas tidak sepenuhnya mengabaikan keberadaan Nara. Sesekali, pria itu ikut melibatkan Nara dalam pembicaraan yang Nara balas dengan senyuman kecil.
"Bagaimana keadaan kamu, Dim?" tanya Keyra mengalihkan pembicaraan mereka.
"Agak mendingan. Gak seperti kemarin. Thanks to Nara yang udah repot ngurusin gue." Dimas menatap ke arah Nara sambil tersenyum, membuat Nara salah tingkah.
"Lo mah enak, Dim. Sakit ada yang urusin. Lah gue? Ke dokter aja mesti sendirian," celetuk Danu tiba-tiba.
"Lah, mantan lo yang jumlahnya bisa buat klub sepak bola itu pada kemana?" balas Dimas
"Pada sakit hati gue putusin!"
"Itu mah salah kamu sendiri, Nu!" Keyra menoleh kembali menatap Dimas. Wanita itu menempelkan tangannya di dahi Dimas, mencoba mengukur suhu tubuh pria itu." Badan kamu masih panas, Dim. Udah minum obat, kan?"
Dimas mengangguk. "Udah, tadi."
Nara mengernyitkan dahi, mengamati gerak-gerik wanita di hadapannya. Melihat bagaimana tangan wanita itu terus-menerus menyentuh lengan Dimas. Seolah dia sengaja memperlihatkan kedekatannya dengan Dimas. Padahal, mereka tidak hanya berdua saat ini. Ada dirinya dan Danu tentu saja. Namun, mengapa wanita itu seolah tak menganggap keberadaannya?
Nara juga kesal melihat Dimas yang terlihat biasa saja saat Keyra melakukan hal itu. Seolah hal itu sering mereka lakukan sebelumnya. Tidakkah pria itu melihat ekspresi kesal yang terpancar dari wajah Nara saat ini?
"Hmmm...!" Gumam Nara membuat semua penghuni kamar itu menatap ke arah dirinya. Nara bangkit dari duduknya. "Sorry, saya haus. Saya ke dalam dulu! Mau ambil minum!"
Dimas mengangguk sambil tersenyum. "Oke."
Nara tidak berbohong saat mengatakan dirinya hendak mengambil minum. Saat keluar dari kamar, kakinya langsung melangkah menuju dapur, membuka kulkas dan mencari air mineral di sana.
Nara langsung menenggak habis sebotol air mineral dalam gengamannya, membuat Bik Rum yang memasak di sebelahnya kebingungan. "Haus banget, ya, Non?"
Nara mengangguk cepat. Dia butuh air bukan hanya untuk meredakan hausnya, tapi juga meredam emosinya.
***
Kalau kalian jadi Nara, kesal gak sih?
Bab 26 jangan lupa di vote+ komen sebanyak-banyaknya ya..... Bye, Love Peace and Gawl.😍💫❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Married by Accident
ChickLitMenikah dengan Dimas adalah salah satu hal yang tidak pernah Nara bayangkan. Bagaimana mungkin dia menikah dengan seseorang kakak dari mantan pacarnya. Pacar yang dengan tega meninggalkannya saat mengetahui Nara sedang berbadan dua. Nara juga tahu a...