[8] - The Consultation?

34.3K 2.3K 27
                                    

Rumah sakit yang Nara kunjungi saat ini jauh lebih besar dibanding rumah sakit yang pernah dia kunjungi sebelumnya. Desainnya berbentuk huruf L dengan gaya arsitektur modern. Terdapat lobby utama yang memisahkan dua sisi bangunan rumah sakit umum dan rumah sakit ibu dan anak. Untuk sisi bangunan rumah sakit umum terdiri dari sepuluh lantai, sedangkan rumah sakit ibu dan anak terdiri dari tujuh lantai.

Fasilitas yang disediakan rumah sakit ini juga beragam. Mulai dari kamar pribadi untuk keluarga pasien, ruang gym dan restoran mewah. Nara bergidik ngeri membayangkan berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk sekali check-up di rumah sakit ini.

"Saya daftar dulu. Kamu tunggu disini," ucap Dimas begitu mereka tiba di ruang resepsionis.

Nara mengangguk. Mencoba mengistirahatkan kaki dan punggungnya yang mulai terasa pegal. Walaupun usia kandungannya baru memasuki usia 4 bulan. Namun, kandungannya terlihat lebih besar dari beberapa kehamilan pada umumnya. Hal ini membuat Nara mudah merasa lelah. Dia baru saja akan menyandarkan kepalanya di dinding saat seorang wanita di sebelah menyapanya.

"Yang tadi suaminya ya, Mbak?" tanya wanita berhijab di sebelahnya. Dari wajahnya, Nara menebak usia wanita itu berada di pertengahan tiga puluhan.

Nara mengangguk. Berusaha tersenyum kecil. Nara bukan tipe orang yang mudah membuka percakapan dengan orang lain. Terlebih lagi dengan orang yang asing yang baru dia temui beberapa menit yang lalu.

"Suaminya cakep, Mbak. Mirip itu ya Pak, artis Korea yang dramanya sering di nonton si Lilis. Siapa ya namanya? Deny? Daniel? Denis? Dono?" tanya wanita berhijab itu kepada seorang pria di sebelahnya.

"Dono yang bapak tau mah Dono warkop DKI bu, bukan artis Korea," jawab pria itu sambil tertawa.

"Aduh bukan yang itu, Pak," sanggah wanita itu, kesal. "Kalau Dono warkop DKI mah ibu juga tau atuh, Pak."

"Terus yang mana atuh, Bu?" tanya pria di sebelah wanita itu yang Nara tebak adalah suaminya.

"Ya kalau Ibu tahu gak mungkin Ibu nanya atuh, Pak."

Nara yang mendengar obrolan suami istri itu hanya tertawa. Sejujurnya, Nara mengakui kalau tampilan fisik Dimas memang menarik. Dengan tinggi badan 185 cm membuatnya terlihat dominan dari beberapa pengunjung lain. Matanya yang berwarna coklat seakan ikut tersenyum ketika dia membicarakan sesuatu. Ditambah dengan kedua lesung di pipinya, yang selalu muncul ketika dia tertawa seakan menambah daya tarik pria itu. Nara yakin tidak sedikit wanita yang jatuh hati dengan Dimas.

"Kandungannya udah berapa minggu, Mbak?" tanya wanita berhijab itu lagi.

"Tujuh belas minggu, Bu." jawab Nara, sopan.

"Kehamilan pertama?"

Nara mengangguk.

"Kandungannya dijaga ya, Mbak. Saya dulu juga sempat hamil di usia muda, tapi kebanyakan pikiran jadi stress akhirnya keguguran. Usia segini baru dikasih lagi sama Gusti Allah. Saya nyesel dulu gak jaga kandungan baik-baik."

Nara mengerjap. Merasa tertampar dengan perkataan wanita itu. Sejak mengetahui dirinya hamil bohong jika berkata kalau Nara baik-baik saja. Nara merasa dunianya seakan runtuh. Berbagai penolakan yang dia dapatkan, bahkan dari orang-orang terdekatnya sempat membuat Nara berpikiran negatif. Nara bersyukur dia dan bayi dalam kandungannya bisa tumbuh sehat hingga saat ini.

"Giliran kita," ajak Dimas yang entah sejak kapan berada di depan Nara.

"Saya duluan dulu, Pak, Bu," ucap Nara, menoleh kepada pasangan suami istri di sebelahnya.

Mereka mengangguk. "Semoga bayinya sehat, Mbak," ucapnya.

"Kamu kenal mereka?" tanya Dimas, bingung begitu mereka menjauh.

Nara menggeleng. "Tidak, kami baru saja bertemu." jawabnya, tersenyum kecil.

***

Dokter wanita muda berwajah oriental dengan potongan rambut pixie cut menyambut Nara dan Dimas begitu tiba di ruang konsultasi. Raut wajahnya terlihat kaget akan kehadiran Nara dan Dimas. Namun, wanita itu berusaha menetralkannya."

Hai, Dim. Udah lama nunggunya?" tanya Dokter wanita itu yang Nara ketahui bernama Giselle Nathalie Putri dari id card yang melekat di jas dokternya.

"Not really," Dimas melirik jam tangan yang melingkar di lengan kirinya. "About fifteen minutes ago, maybe."

"Sorry, pasien saya lumayan banyak hari ini." ucapnya, tertawa kecil. "By the way, ini...?" tanya Giselle melirik Nara.

"Nara, istri saya," Dimas menarik Nara mendekat. "Nara, ini Giselle."

"Halo, Nara. Ini pertemuan pertama kita kayaknya." Giselle tersenyum, mengulurkan tangan mengajak bersalaman. "Sorry, saya gak sempat datang ke nikahan kalian, waktu itu lagi di luar kota. By the way, silahkan duduk." Giselle menunjuk dua kursi di hadapannya. "Usia kandungan Nara sudah empat bulan?" tanya Giselle.

Nara mengangguk. "Iya, Dok."

"Oke, kita USG dulu."

Nara menaiki ranjang dan berbaring di sana dengan bantuan Dimas. Giselle kemudian memberikan USG gel yang sangat terasa dingin di kulit perut Nara. Kemudian menempelkan probe untuk melihat kondisi bayi dalam kandungan Nara.

"Bayinya sehat, ini kaki dan tangannya sudah terlihat. Ini kepalanya juga," terang Giselle menunjukkan posisi organ tubuh janin di monitor USG. "Di usia ini bayi juga sudah memberi respon terhadap suara, membuka percakapan dengan bayi dapat membangun kedekatan emosional antara ibu dan anak."

"Bagaimana dengan jenis kelamin bayinya? Apakah sudah terlihat, Gi?" tanya Dimas penasaran.

"Kemungkinan besar perempuan," Giselle menatap monitor USG. "Ini bisa gue pastiin saat pemeriksaan selanjutnya."

"Yang penting bayinya sehat, Dok," ucap Nara turun dari ranjang dan duduk di sebelah Dimas.

"Bayinya sehat, tapi Ibu si bayi juga harus lebih sehat," Giselle menatap catatan di hadapannya. "Bagaimana selama hamil? Apa Nara mengalami kesulitan? Saya liat berat badan Nara turun banyak."

"Saya sering mual dan muntah terlebih di pagi hari. Semua makanan juga terasa hambar di lidah saya. Ini tidak apa-apa, kan?" tanya Nara, khawatir.

Giselle mengangguk angguk. "Sebenarnya ini hal wajar terjadi di trimester awal kehamilan, hampir semua Ibu hamil juga mengalami hal seperti ini. Yang penting asupan nutrisi harus tetap dijaga, biar nutrisi bayi juga tetap terpenuhi."

"Untuk mengurangi mual apa gak ada obat yang bisa dikonsumsi Nara dan aman buat Ibu hamil? Saya gak tega liatnya."

Giselle tersenyum menatap Dimas. Pria itu memang selalu menunjukkan sikap protektif terhadap orang yang dikasihinya. Sama seperti sikapnya ke sahabatnya dulu. "Ada. Nanti saya kasih resep buat obatnya," balas Giselle

"Thanks, Gi," ucap Dimas, tulus.

Giselle mengangguk-angguk "Bagaimana keadaan Tante Ajeng? Is she okay? Keyra bilang ke saya Tante Ajeng lagi kemo, is it true?"

Dimas menghela nafas. "Yes, she is. Kondisinya jauh lebih baik dari sebelumnya. Kata dokter kemoterapi Mama berhasil, jadi kemungkinan dia sembuh lebih besar."

"Syukurlah." Giselle menatap Dimas lekat. "By the way, Dim. Soal Rion, saya turut berduka cita. He is the brightest person I've ever seen."

***

Married by AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang