[59] - The Best Ending?

60.8K 2.2K 83
                                    

Intermezzo dulu. Kalian tau cerita ini dari mana guys...?

Mba ada yang nyariin di depan."

Nara menghentikan aktivitasnya menuang susu bubuk ke botol. "Siapa, Ca?"

Ica menggeleng. "Ndak tau, Mba. Sing penting orangnya laki-laki, badannya tinggi, cakep, kayak aktor film."

Nara mengangguk mengerti. Dia bisa menebak siapa yang dimaksud Ica. Itu pasti Dimas. Ica memang tidak pernah bertemu dengan Dimas. Tidak heran dia tidak bisa mengenali wajah pria itu.

Hubungannya dengan Dimas semakin membaik hari demi hari. Nara tidak bisa menyangkal hal itu. Dimas selalu meluangkan waktu menemuinya, menyusulnya ke Jakarta bahkan ke Bandung. Terkadang hal ini membuat Nara heran. Di mana Dimas mendapatkan tenaga sebanyak itu? Memikirkannya membuat Nara tanpa sadar menyunggingkan senyum.

"Ya udah. Kamu urus ini dulu, Ca." Nara menyerahkan botol susu yang dipegangnya ke Ica. "Susunya buat Tari. Udah dari tadi dia nangis."

Ica balas mengangguk. "Oke, Mba."

Sebelum menemui Dimas, Nara terlebih dahulu berlalu menuju kamarnya. Di kamarnya, Nara menatap penampilannya di cermin. Dia butuh sedikit liptint untuk bibirnya yang pucat serta bedak untuk wajahnya yang berminyak. Nara juga mengganti baju rumahannya dengan dress model baby doll berwarna salem. Setelah melakukan semua itu, Nara akhirnya melangkah keluar kamar.

Dibanding rumah tinggal, Nara membeli ruko dua lantai untuk Graha Harsa. Untuk mencapai ruang tamu, Nara harus melewati dapur yang berhubungan langsung dengan tangga, serta kamar yang berukuran 3x10m yang diperuntukkan sebagai kamar bayi-bayi di Graha Harsa. Setelah itu, Nara juga harus melewati koridor berukuran 1,5 meter yang memisahkan ruang kerja dan gudang. Dari kejauhan, Nara mendengar suara tawa bayi-bayi kecilnya. Ruang tamu yang berukuran 3x5 itu selain diperuntukkan untuk menerima tamu, tapi  juga diperuntukkan sebagai tempat bermain.

Saat kakinya mendekat ke ruang tamu, pemandangan di hadapannya seketika membuatnya berhenti melangkah. Nara menyadari satu hal, Dimas sudah memotong rambutnya. Pria itu berdiri menghadap jendela, dengan Tari dalam gendongannya. Wajah tangis Tari yang dilihatnya sebelum ke dapur kini berganti menjadi senyuman. Bayi berusia 9 bulan itu juga terlihat sangat tenang berada dalam gendongan Dimas dengan kepalanya yang bersandar di pundak pria itu.

Nara juga tercengang melihat gesture Dimas yang terlihat santai saat Tari berada dalam gendongannya. Tangan pria itu sesekali mengusap punggung Tari mencoba menenangkannya. Terlihat sangat berpengalaman.

Nara menyunggingkan senyum. Dia melanjutkan langkahnya, mendekat ke Dimas.

"Hai…,"

Dimas menoleh, wajahnya terlihat kaget. "Saya gak sadar kamu di sini."

"Kamu keasyikan nenangin Tari, makanya gak dengar," jawabnya, tersenyum kecil

"Namanya Tari?"

Nara mengangguk. "Mentari,"

"Tari nangis. Saya coba gendong karena takut bayi lainnya ikutan nangis karena lihat dia nangis. Kirain dia bakalan nolak, ternyata nggak." Dimas terlihat antusias saat berbicara.

"Padahal Tari termasuk rewel jika bertemu dengan orang baru. Tumben sama kamu dia jadi tenang."

"Benarkah?" Dimas tersenyum lagi. Pria itu terlihat sangat senang. "Saya merasa itu adalah sebuah pujian."

Tari menoleh saat menyadari kehadiran Nara. Tangan-tangan kecilnya berusaha menggapai rambut Nara membuatnya refleks mendekat. Dalam sekejap, tangis bayi itu kembali pecah.

Married by AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang