[15] - The Blushing?

35.2K 2.2K 30
                                    

Dimas sudah bangun satu jam yang lalu. Namun, tubuhnya enggan beranjak dari tempat tidur. Jangan tanya apa yang dia lakukan. Pria itu malah sibuk mengamati wajah tertidur Nara di sebelahnya. Jemari tangannya menelusuri garis wajah wanita itu. Dia tidak setiap saat bisa melakukan hal ini. Setiap hari, pria itu akan berangkat pagi ke kantor, meninggalkan Nara yang masih tertidur lelap. Seketika, Dimas merasa bersalah, dia lebih banyak menghabiskan waktu di kantor dibanding bersama Nara.

Deru nafas yang teratur menandakan wanita itu masih tertidur lelap. Sinar matahari yang mengintip di balik tirai kamar hotel, tidak pula membangunkan wanita itu. Bukannya terbangun, wanita itu malah merapatkan selimutnya. Menutupi setengah tubuhnya, membuat perut besarnya menyembul terang-terangan.

Dimas melirik perut Nara sekilas. Usia kandungan yang menginjak lima bulan membuat perut Nara jauh lebih besar. Bukan hanya itu, tubuh wanita itu jauh lebih berisi dari sebelumnya. Dimas meringis tatkala mengingat bagaimana kondisi Nara saat awal mereka bertemu. Tubuh kurus dan wajah putus asa wanita itu menjelaskan semuanya.

Sesekali, Dimas juga melihat Nara mengelus perutnya lembut. Mencoba menenangkan pergerakan bayi dalam kandungannya. Perasaan itu membuat Dimas lega luar biasa. Seiring dengan bertambahnya usia kehamilan dan aktifnya pergerakan bayi, membuat kondisi Nara jauh lebih baik dari sebelumnya. Dimas mengakui, bahwa wanita di hadapannya juga terlihat sangat cantik selama masa kehamilannya.

Dimas mengangkat tangan. Hendak membangunkan Nara. Namun, dia mengurungkan niatnya saat melihat wanita itu meringis dalam tidurnya ketika bayinya bergerak. Tanpa sadar, Dimas menempelkan tangannya di perut Nara. Ini pertama kalinya Dimas melakukannya dan perasaannya sulit dijelaskan. Dimas terbelalak saat merasakan pergerakan bayi itu. Bayi itu terasa nyata. Bergerak aktif di dalam perut Nara. Dimas bahkan bisa merasakan suara detak jantung bayi itu.

"Hey, Nak. Jangan keras-keras! Kamu membuat Mama kamu kesakitan," Dimas mengelus perut Nara lembut. "Mainnya nanti saja! Kalau kamu sudah lahir! Nanti Papa temani kok!"

Hati Dimas menghangat membayangkan beberapa bulan lagi dia akan menjadi seorang ayah. Dia akan melihat bayi ini tumbuh dan berkembang. Hal yang tidak pernah Dimas bayangkan akan terjadi secepat ini. Pernikahannya dengan Nara benar-benar membuat hidupnya berubah drastis.

Dimas melepas tangannya dari perut Nara saat merasa pergerakan dari bayi itu mereda. Tangan kanannya bergerak meraih ponsel di atas nakas. Pukul 11.00. Seharusnya mereka sudah bersiap saat ini. Pak Mul akan menjemputnya dan Nara dalam waktu dua jam. Setelah menimbang beberapa saat, Dimas memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Mungkin wanita yang tertidur pulas di hadapannya ini akan terbangun setelah dia mandi.

Dengan malas, Dimas menyingkirkan selimutnya. Mengambil handuk dan berjalan menuju kamar mandi.

Nara membuka mata tepat setelah Dimas menutup pintu kamar mandi. Nara sudah bangun beberapa menit yang lalu, saat merasakan Dimas menyentuh perutnya. Namun, wanita itu malah berpura-pura tertidur. Membiarkan Dimas mengelus perutnya lembut. Nara tidak tahu mengapa, namun sentuhan lembut Dimas pada perutnya sangat menenangkan. Bahkan bayinya juga menyadari itu.

Nara tersentak saat mendengar suara dering ponselnya. Masih dalam posisi telentang, tangannya meraba permukaan nakas di sebelah kirinya. Mencoba mengambil ponsel genggamnya. Tanpa melihat nama si pemanggil, Nara mengangkat panggilan telepon itu.

"Halo," sapa Nara dengan suara serak khas bangun tidur.

"Halo, Nara. Ini Ibu, Nduk. Kamu masih tidur?"

Secepat kilat, Nara bangun dari tidurnya dan menyandarkan punggungnya di kepala ranjang.

"Eh, gak Ibu. Ini Nara udah-"

"Ya ampun, Nduk! Kalau perempuan lagi hamil ndak boleh keseringan tidur pagi!Ndak baik!"

Nara menghela nafas. Di zaman yang modern ini, ibunya salah satu orang yang masih percaya dengan takhayul. Salah satunya kalau Ibu hamil tidak boleh tidur di pagi hari. Padahal alasan Nara bangun kesiangan karena semalam mereka pulang larut malam sehabis pesta Giselle.

"Iya, Bu. Ini Nara udah bangun. Lagi nunggu Dimas buat gantian mandi."

"Bagaimana kandungan kamu, Nduk?"

Nara mengelus perutnya, lembut. "Sehat, Bu. Bayi Nara juga belakangan ini aktif banget geraknya."

"Yo wis. Berarti bayi kamu sehat. Yang bahaya itu kalau bayinya gak aktif gerak, Nduk."

Nara mengangguk, meski ibunya tidak dapat melihatnya.

"Kalian jadi pulang hari?" tanya Ibu lagi.

"Iya, Bu. Nanti Nara dan Dimas dijemput sama-" belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Nara mengalihkan pandangan ke Dimas yang keluar kamar mandi dengan menggunakan handuk sepinggang. Tangan kanan menyisir pelan rambutnya yang basah. Sontak membuat Nara menelan ludah. Ya Tuhan, kenapa badan pria itu sangat sexy dan kekar? Dan kenapa Nara baru menyadari hal ini setelah lima bulan menikah. Pasti butuh latihan rutin untuk mendapatkan badan ideal seperti itu.

"Nara, kamu ngomong apa, Nduk? Ibu ndak dengar," ucap Ibu di ujung telepon.

Nara tersadar dari lamunan. Wanita itu menggeleng, menghilangkan pikiran aneh di kepalanya. "Bu, nanti Nara telepon. Nara mau siap-siap dulu buat ke Jakarta. Bye, Bu. Nara sayang Ibu," ucap Nara menutup teleponnya.

"Morning," sapa Dimas.

"Morning, too," balas Nara.

"Telepon dari Ibu?" tanya Dimas.

Nara mengangguk.

Dimas membuka koper di hadapannya. Mengambil pakaian ganti yang sudah disiapkan Nara untuknya. Barang bawaan mereka juga sudah Nara bereskan semalam, mengingat besoknya mereka harus kembali ke Jakarta.

Dimas menoleh menatap Nara yang masih berada di tempat tidur. "Kamu gak mandi?"

"Ah, iya." Nara bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi. Dia butuh air dingin untuk menjernihkan pikirannya.

***

"Pak Mul udah di jalan?" tanya Nara begitu Dimas menyelesaikan suapan terakhirnya. Dimas dan Nara memesan room service jadi tidak perlu turun ke restoran hotel.

Dimas mengangguk, menghabiskan minumannya. "Bentar lagi sampai. Barang kamu sudah siap semua?"

"Sudah. Tinggal diangkut."

Dimas mengalihkan pandangan ke ponselnya yang bergetar, membaca notifikasi pesan yang masuk. "Pak Mul sudah di lobby."

Nara mengangguk. Dia kemudian keluar terlebih dahulu sambil menunggu Dimas membawa barang bawaan mereka. Barang bawaan mereka tidak banyak, hanya satu koper dan mini duffle bag, yang dipersiapkan untuk menginap dua malam.

Dimas mengangkat wajahnya dari ponsel. "Kamu keberatan kalau Keyra ikut sama kita?" tanya Dimas ketika mereka berdua di dalam lift. "Dia gak bawa mobil. Kemarin ikut sama Giselle, tapi Giselle udah pulang duluan."

Nara menatap Dimas bingung. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Dia ingin menolak, namun apa kata Dimas jika dia melakukan itu. Meskipun Dimas pernah menjelaskan kepadanya, kalau hubungannya dengan Keyra sekarang hanya sebatas teman. Namun, tetap saja sisi hatinya yang lain tidak senang dengan kedekatan Dimas dan Keyra.

"Nara, is it okay?" tanya Dimas lagi karena Nara tidak kunjung menjawab.

"Yes, it's okay," jawab Nara akhirnya. Dia tidak punya pilihan lain bukan?

***

Beberapa part kedepan akan mulai konflik tipis-tipiss, jadi jangan sampai ketinggalan😌 Jangan lupa tinggalkan jejak voment juga ya guys thank you... 💞💞💞

Married by AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang