Dimas sudah siap dengan setelan kantornya saat Nara bangun tidur. Nara mengira Dimas tidak akan ke kantor karena hingga semalam kondisi pria itu belum sembuh total. Dokter Jusuf juga menyarankan pria itu untuk istirahat hingga tiga hari lebih. Namun, lihatlah sekarang, di hari ketiga pria itu sudah melanggarnya.
"Kamu yakin mau ke kantor? Semalam badan kamu masih panas, kan?" tanya Nara.
Dimas mengangguk. "Hari ini ada meeting dengan para kontraktor, saya gak bisa izin hari ini."
"Tapi kondisi kamu belum pulih, Dim. Papa juga nyuruh kamu istirahat buat seminggu, kan?
Dimas mengernyit, bingung. Perasaan, dia tidak memberitahu Nara soal ini. "Kamu tau dari mana?"
"Itu... saya gak sengaja baca pesan kamu semalam. Beneran gak sengaja," ucap Nara, jujur.
Semalam, saat Dimas di kamar mandi, pesan masuk dari Om Bram yang menyuruh pria itu beristirahat dan tak perlu ke kantor hingga kondisinya membaik. Nara tak sengaja membaca pesan itu. Dia bukan tipikal istri posesif yang setiap saat mengecek handpone pasangan, meskipun terkadang dia juga penasaran.
Dimas mengangguk. "Meeting-nya cuman bentar, habis meeting saya akan langsung pulang. Saya gak bisa tinggalin team saya saat genting seperti ini."
"Kalau kondisi kamu malah makin menurun, gimana?!" tanya Nara, kesal. Bukannya bagaimana, kalau kondisi pria itu menurun bukannya membaik, Tante Ajeng akan menganggapnya tak becus mengurus anak sulungnya. Padahal Dimas sendiri yang susah diatur.
Dimas menghela nafas. "It won't happen! I promise! Okay?"
"Lagian ada atau tidak adanya kamu, meeting akan tetap berjalan, Dim. Papa juga nyuruh kamu istirahat," ucap Nara sedikit keras.
Bukannya membantah, Dimas malah menghampiri Nara yang masih berada di tempat tidur. Pria itu mengusap rambut Nara dengan senyum merekah. "You know, you look so cute when you're angry." Dimas mengambil jam tangannya yang terletak di atas nakas dan memakainya. "I promise. Selesai meeting saya akan langsung pulang."
Nara mendengus. "Awas saja kalau kamu langgar janji!"
"Gak akan," balas Dimas seraya tertawa. "By the way, bagaimana soal kado ultah Mama? Sudah jadi, kan?"
Tante Ajeng akan merayakan ulang tahunnya yang ke 65 tahun, minggu ini. Acara kecil-kecilan yang hanya dihadiri kerabat terdekat. Oleh karena itu, Dimas dan Nara telah menyiapkan hadiah khusus buat Tante Ajeng.
Nara mengangguk. "Tinggal diambil kata masnya."
"Mau saya temenin? Habis balik ke kantor saya bisa—"
"Gak usah! Kamu harus istirahat, Dim! Saya juga sudah minta tolong sama Nadia buat ditemenin."
"Oh, oke." Dimas melirik jam di pergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, dia harus berangkat sekarang. "Saya pergi dulu! Jangan lupa susunya diminum! Tadi saya minta tolong sama Bik Rum buatin untuk kamu!"
Nara mengangguk, tersenyum kecil. "Thanks."
***
Hati Nara menghangat melihat sketsa karikatur di hadapannya. Gambar ini melebihi ekspektasinya. Nara tidak tahu sebuah gambar bisa memberikan efek sebahagia ini, membuatnya hampir meneteskan air mata. Di potret keluarga kali ini, mereka semua terlihat lengkap dan juga bahagia. Tante Ajeng dan Om Bram berdiri di bagian ujung, diapit oleh ketiga anaknya dan juga Nara. Sketsa karikatur ini hanyalah gabungan beberapa foto karena kenyataannya mereka tidak pernah mengambil foto secara bersama. Saat Keyra menjadi bagian dari keluarga ini, Rion sudah pergi meninggalkan mereka begitupun sebaliknya Nara belum menjadi bagian dari keluarga ini saat Rion masih ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married by Accident
ChickLitMenikah dengan Dimas adalah salah satu hal yang tidak pernah Nara bayangkan. Bagaimana mungkin dia menikah dengan seseorang kakak dari mantan pacarnya. Pacar yang dengan tega meninggalkannya saat mengetahui Nara sedang berbadan dua. Nara juga tahu a...