Chapter 3

104 10 17
                                    

Oh, halo, everyone. Kembali lagi bersama Kalu yang cantik ini. (Pede aja).

Kalu bawain chapter baru, nih, buat nemenin malam minggu kalian yang mungkin gabut, malas dan kangker (kantong kering). Hehehe ... Happy rebahan dan happy reading all. Semoga suka.

🗣️ Vote, komentar dan follow, ya.
🤫 Besok authornya ultah. Ramein ya lapaknya buat kado besok 😁

Alkia meringis ngilu saat lukanya tersentuh plester. Hampir saja ia tadi menangis saat cairan dingin menyentuh goresan luka di tangannya. Mungkin jika Syifa yang mengobatinya, ia sudah merengek kesakitan, bahkan mungkin memohon agar pengobatannya segera disudahi.

Namun, mengingat yang mengobatinya adalah orang asing. Alkia mencoba untuk menahan tangisannya.

"Selesai."

Alkia tersentak saat suara berat itu mengisi keheningan yang sempat terjadi di antara mereka. Ia lalu mengawasi tangan kekar itu ketika merapikan kotak P3K dan meletakkan kembali ke tempat semula.

Alkia pikir, laki-laki itu akan pergi, tetapi ekspetasinya salah. Laki-laki itu justru memilih rebahan di brankar hadapan Alkia.

Hening. Alkia memilih untuk merebahkan badannya juga di brankar. Ia sesekali mengecek ponselnya. Berharap Syifa memberi kabar tentang pelajaran ketiga yang ia lewatkan.

Awalnya, Alkia bersikeras untuk kembali ke kelas. Namun, Syifa memintanya untuk tetap di UKS sembari diobati oleh pelaku dari semua masalah ini. Arsya Mahendra.

Ia tidak tahu siapa Arsya Mahendra. Bahkan, namanya saja baru ia dengar. Selama ini Syifa menceritakan idolanya pun tidak pernah menyertakan nama dan fotonya. Alhasil, saat Syifa mengatakan laki-laki urakan itu idolanya, Alkia seperti dihantam kenyataan kalau ekspetasinya terhadap idola Syifa meleset jauh.

Alkia pikir idola Syifa sekelas Refal Hady. Namun, ini tidak. Idola Syifa begitu jauh, sangat jauh dari perkiraannya.

"Siapa nama lo?" Suara berat itu membuyarkan pikirannya. Alkia pun mendudukkan diri, begitu juga laki-laki itu.

"Gue pikir lo mau bilang makasih karena udah gue obatin," ucapnya.

Alkia mendengkus kesal. "Gue pikir lo juga mau bilang maaf karena udah nabrak gue sampai terluka," ungkapnya penuh kesal sambil mengangkat tangannya yang terdapat plester.

"Oh, hai, Nona cantik. Lo yang nabrak gue, dan apa yang gue lakukan beberapa menit ke belakang tadi adalah sebuah rasa tanggung jawab gue karena udah buat lo terluka. Meskipun bukan kesalahan gue," jelasnya.

Laki-laki itu beranjak turun dari brankar, lalu menghampiri Alkia. "Seharusnya lo yang minta maaf atau paling tidak ucapkan terima kasih."

Baru saja Alkia hendak berucap, laki-laki itu lebih dulu mengucapkan kalimat yang bahkan pernyataannya belum Alkia ucapkan.

"Sama-sama dan maaf lo gue terima. Lain kali lo hati-hati karena tadi itu berbahaya."

Laki-laki itu mengulurkan tangannya. "Gue Arsya Mahendra. Panggil gue Arsya, tapi karena gue kakak kelas lo, maka panggil gue Kak Arsya," ungkapnya sembari mengedipkan mata jahil.

Melirik tangan Arsya yang masih setia mengulur padanya, Alkia pun membalas uluran tangan itu, lalu menyudahinya.

"Almira Saskia. Panggil gue–"

"Almira."

"Alkia!" tandasnya. "Panggil gue Alkia bukan Almira."

"Kalau gue mau manggil lo Almira gimana? Soalnya gue udah jatuh cinta dengan nama Almira."

CAMARADERIES [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang